ilustrasi pacaran di sekolah sumber kaskus.com
Miris, sebuah pesan mesenger operator kelas kakap di Indonesia menyatakan apakah anda mau berlangganan RBT yang isinya sayang-sayangan terhadap teman anda ?, padahal kartu GSM yang digunakan tidak semua dipakai remaja tapi juga orangtua dan anak belia. Ini bukan saja aksi penawaran sekaligus juga merupakan dukungan untuk berpacaran yang ujung-ujungnya menjurus pada sex bebas dikalangan remaja.
Berbagai promosi juga ditawarkan oleh para operator tersebut, demi mendapatkan duit dengan menghalalkan segala cara, dengan menawarkan berbagai paket pelajar misalnya, ditentukan dengan adanya waktu-waktu tertentu utamanya diluar jam sekolah, memungkinkan para pelajar melakukan pacaran Via telefon yang ujung-ujungnya lagi-lagi menjurus pada sex bebas.
Di berbagai kota utamanya Jakarta, beberapa remaja terkena budaya akut dimana seseorang seringkali meledek teman-temannya yang masih jomblo, sebuah status dimana seseorang tidak mempunya kekasih yang bisa dibawa pada malam minggu, ditambah kondisi ini di dukung dengan adanya hari-hari besar seperti valentne dan tahun baru, seolah pada hari-hari tersebut, seorang remaja 'dipaksa' mempunyai "gandengan tangan" untuk diajaknya keluar malam.
Di kawasan Pandeglang, utamanya pantai Carita dan Anyer, bila tiba hari-hari perayaan besar nasional, bukan barang baru mendengar banyaknya kondom yang bertebaran di atas pasir, ditemukan oleh ibu-ibu pedagang asongan yang melihat 'wadah burung' tersebut, tentu tidak bisa dibayangkan, apakah mereka melakukan pergumulannya benar-benar diatas pasir, diatas batu karang atau di atas pohon?
****
Pacaran bukan barang baru sebenarnya, semenjak jaman dahulu fenomena ini sudah ada, bahkan tetanga saya, yang saat ini sudah mempunyai cucu, menurut cerita yang ia sampaikan, ada juga pacaran-pacaran dan pertemuan-pertemuan dimalam minggu, tapi tidak sebebas remaja anak sekarang yang memang sudah terbuka selebar-lebarnya, jika sekarang pacaran adalah buka-bukaan baju dan celana dalam, maka dahulu pegang-pegang tangan saja tidak berani, bahkan mengobrol dengan sang kekasihnya hanya disekati bilik bambu pun senangnya sudah tiada terkira.
Tragis memang, sekolah saat ini bukan sebagai tempat dimana seorang pelajar menimba ilmu pengetahuan dan tata hukum negara, tapi sudah menjadi ajang pertemuan dan lobi-lobi kelas teri dari cecunguk pecandu sexsual, entah pertemuan tersebut dilakukan di kolong meja, di belakang kantin atau di belakang lemari perpustakaan ?. Beberapa sekolah juga mengantisipasi hal-hal demikian dengan semisal memisahkan murid laki-laki dan perempuan, bukan tidak mungkin ajang persexsualisasian dini terjadi akibat bercampur baurnya siswa perempuan dan laki laki.
Di daerah Cibaliung, sebuah kecamatan diujung Banten, terdapat sekolah SMA yang menurut warga setempat hampir 90% perempuannya sudah tidak perawan lagi. Keperawanan sudah sedemikian langka saat ini, bahkan ada sebuah ilustrasi bertebaran di media sosial dengan gambar seorang anak kecil yang berdoa, diatasnya tertulis, “Tuhan, sisakan perawan untuk generasi kami”
Dimata seorang lelaki, keperawanan memiliki nilai yang jauh lebih berharga dari bergepok-gepok uang, sebab keperawanan merupakan simbolisasi kehormatan dan harga diri seseorang, bisa menjaga dirinya yang dikemudian hari selalu dikaitkan dengan mampu menjaga keluarga, anak dan suaminya kelak. Logikanya, jika keperawanannya saja tidak bisa dijaga, apalagi menjaga kehormatan suami dan anak-anaknya ?. Sayangnya, remaja putri dijaman ini sudah tidak lagi menghiraukan seberapa penting nilai keperawanan, padahal laki-laki paling biadab sekalipun, jika di suruh memilih antara menikahi gadis perawan ataukah gadis yang sudah 'jebol' duluan, jika otaknya masih normal, tentu ia akan memilih gadis yang masih perawan.
Di mediasosial pernah saya membaca uangkapan yang begitu menggelikan, “Lebih baik janda rasa perawan daripada perawan rasa janda”, Tentu dalam perspektif ini, janda rasa perawan adalah janda yang sudah 'dibobol' oleh orang lain dengan jalan hormat (menikah), tentu jauh berbeda dengan perawan rasa janda, yang dibobol dengan cara kotor oleh pacarnya sendiri. Pada tahun 2004, Cathy Cobblerson yang tinggal di Texas Amerika pernah menjual keperawanannya dengan nilai fantastis US$ 100.000 atau 1.3 Milyar Rupiah. Ternyata, keperawanan tetap memiliki nilai lebih dimata hampir semua lelaki di seluruh dunia, sayangnya, para wanita utamanya remaja putri jaman sekarang, tidak pernah mengerti betapa mahalnya keperawanan dalam diri mereka. (*)
Happy Weekend
Baca juga: Ketika Yusril Sakit Hati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H