Mohon tunggu...
Dr(can) Asep Adang S
Dr(can) Asep Adang S Mohon Tunggu... -

Dosen Universitas Suryadarma, Pengamat Penerbangan dan Kebijakan Publik

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pentingnya Airmanship Bagi Insan Penerbangan

3 Mei 2017   15:22 Diperbarui: 3 Mei 2017   15:54 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Keselamatan dan keamanan kerja menjadi salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama, khususnya yang berkaitan dengan penerbangan. Accident maupun incident yang terjadi pada penerbangan menjadi berita yang mendunia karena berkaitan dengan pelayanan publik secara internasional.

     Banyak teori para ahli yang menjelaskan tentang terjadinya suatu kecelakan ataupun insiden pada dunia penerbangan. Hawkin (1993) dengan teori SHELL (Software, hardware, Environment, Liveware dan Liveware) secara jelas menyatakan bahwa ada lima faktor yang mengakibatkan terjadinya Kecelakaan. Demikian juga Reason (1992) dengan Teori Swiss Cheese Model-nya yang menyatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi karena sudah terkondisikan akan terjadi celaka. Penelitan Supriyadi (2016) juga memperkuat teori tersebut dengan menyimpulkan bahwa keselamatan terbang berhubungan dengan implementasi kebijakan publik dan airmanship.

     Berkaitan dengan terjadinya beberapa insiden yang terjadi akhir-akhir ini seperti terbakarnya genset di Bandara Soekarno-Hatta, tumpahnya bahan bakar avtur di Bandara Sultan Hasanuddin, dan insiden hampir bertabrakannya dua pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, perlu dianalisis secara objektif untuk menghindari kejadian yang sama pada masa mendatang. Penulis akan menganalisis kejadian tersebut dari aspek implementasi kebijakan dan airmanship.

Implementasi Kebijakan

     Kebijakan tentang keselamatan penerbangan telah banyak diatur dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, maupun Keputusan Menteri. Yang menjadi pertanyaan adalah, “Apakah implementasi dari kebijakan tersebut belum optimal” atau “Apakah kebijakan tersebut tidak dapat diimplementasikan”. Dengan adanya insiden di atas, maka penulis dapat memastikan ada aturan atau kebijakan yang telah dilanggar. Penulis bukan mencari siapa yang salah dalam insiden tersebut tetapi menganalisis secara ilmiah mengapa insiden tersebut terjadi.

     Ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya insiden tersebut jika dianalisis dari aspek kebijakan yaitu:

  1. Kemungkinan adanya pelanggaran atau kelalaian terhadap Standard Operating Procedures (SOP) yang dilaksanakan oleh insan penerbangan. Jika hal ini terjadi maka perlu diberikan sanksi yang tegas sebagai peringatan untuk insan penerbangan.
  2. Kemungkinan adanya SOPyang belum diketahui oleh insan penerbangan dengan perubahan teknologi atau peralatan pendukung penerbangan. Jika hal ini terjadi maka perlu dilakukan peningkatan kemampuan dan kompetensi dari sumber daya manusianya.
  3. Kemungkinan adanya SOP yang tidak sesuai lagi dengan kondisi penerbangan untuk saat karena perkembangan ilmu dan teknologi penerbangan. Selama ini SOP tersebut dilaksanakan tetapi belum terjadi insiden karena faktor keberuntungan saja. Jika hal ini yang terjadi maka perlu dilakukan evaluasi terhadap SOP yang ada.

Airmanship

     Airmanship merupakan jiwa yang harus dimiliki oleh seluruh insan penerbangan. Jiwa atau karakter tersebut harus sudah tertanam mulai dari tingkat pendidikan sampai dengan insan penerbangan bekerja di dunia penerbangan. Jiwa atau karakter tersebut kadang-kadang dianggap sebagai sesuatu yang abstrak tetapi dapat dirasakan.

     Teori tentang airmanship sangat jelas disampaikan oleh Kern(1997)yang terdiri dari Cornerstone(Discipline), Foundation (Skill and Proficiency), Pilar of Knowledge (Self, Team, Aircraft, Environment, Risk, and Mission),danCapstone Outcome (Situational awareness andJudgment). Craig(1992)menyatakan bahwa airmanship harus dimiliki oleh insan penerbangan supaya proses penerbangan berjalan dengan baik.


                                                                                                      Gambar Bangunan Airmanship (Kern, 1997)

      Jika sebuah organisasi ingin maju dan berkembang pesat maka hal pertama yang harus dibenahi dengan baik adalah sumber daya manusia (SDM)-nya. Ungkapan tersebut diimplementasikan oleh Jepang ketika negara tersebut hancur pada saat Perang Dunia II. Jepang lebih mengutamakan pembangunan SDM dibandingkan dengan pembangunan fisik (sarana dan prasarana). Jika dikaitkan dengan penerbangan di Indonesia maka untuk meningkatkan SDM insan penerbangan maka perlu dibangun  airmanship-nya.

     Logika sederhana yang akan penulis sampaikan adalah jika Indonesia mempunyai peralatan penerbangan yang canggih tetapi tidak didukung dengan SDM yang baik, maka kemungkinan besar akan terjadi kecelakaan.

      Berdasarkan analisis di atas maka penulis menyampaikan untuk mengurangi terjadinya incident maupun accident maka penting adanya  airmanship dan pelaksanaan kebijakan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun