Mohon tunggu...
asep abdillah
asep abdillah Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Membaca dan menulis kesukaan saya sejak kecil. Masa remaja terganggu kebiasaan baru main bola dan futsal. Sekarang ingin kembali meneruskan hobby lama, menulis,... Gasspolll...! Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Terang dan Gelap

7 Mei 2023   13:45 Diperbarui: 10 Agustus 2024   18:46 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dikisahkan seorang Sufi terkenal Jalaludin Arumi, suatu ketika ketahuan sedang mencari sesuatu. Ia tampak mencari barang yang hilang di bawah pohon. Seseorang yang kebetulan lewat bertanya kepadanya Sang Sufi

"Hai Fulan, sedang apakah gerangan Anda seperti mencari sesuatu yang hilang?"

" ya, aku kehilangan sebuah Jarum" Jawab Jalaludin.

" Kalua boleh tahu, Dimana Kah hilangnya Jarum itu, ?" tanya musafir.  

" di Rumahku"..

"Maaf Fulan,? kenapa Anda mencarinya di sini,  di luar rumah? bukankah Jarum itu hilang di dalam rumahmu?"

" Iya betul, tapi di rumahku gelap sekali"..aku tak bisa melihat apa-apa, sedangkan disini keadaannya terang," jawab Ar-Rumi dengan kalem.

Pembaca yang budiman!

Anda pasti bisa mencerna sekelumit cerita di atas. Dan mungkin sampai pada kesimpulan, bahwa Sang Sufi Ar-Rumi melakukan tindakan sia-sia. Mana mungkin jarum yang hilang di dalam rumahnya, tiba-tiba dia mencarinya diluar rumah? Apakah dapat ketemu di luar rumah?  Adakah nilai-nilai kebenaran dari ucapan Sang Sufi?

Mari kita analisa bersama;

Pertama; Jarum yang hilang di dalam rumah, pasti hilangnya di sekitar rumah dan sekitarnya. Keadaan rumah begitu gelap, sehingga menyulitkan untuk mencari Jarum. Sang Guru Sufi memutuskan untuk mencari Jarum, diluar rumah, tepatnya dibawah pohon yang rindang dan terang benderang. Rasanya tidak nyambung dan tak akan berhasil.

Bila dianalisis bersama, sesungguhnya nasihat yang ingin disampaikan Jalaludin Ar-Rumi adalah; bahwa mencari sesuatu ditempat yang terang lebih mudah daripada mencari sesuatu barang yang hilang di tempat yang gelap gulita. Itulah nilai ucapan  kebenarannya. Kadang-kadang pikiran dan logika seorang sufis jauh melampaui batas-batas logika orang kebanyakan, termasuk memberi nasihat bagi pengagumnya.

Apa Inti sari dan nilai filosofis dari cerita terebut?

Mau dikaitkan dengan penilaian seseorang? bisa juga. 

Dalam pergaulan kita kadang 'dipaksa' untuk memilih suka atau tidak suka terhadap seseorang. Bahan lebih buruknya, bila kita benci seseorang, nilai-nilai kebenaran yang ada pada dirinya seakan sirna. Semua perilaku, ucapan dan tindak-tanduknya tak ada benarnya. 

Persis seperti cerita Sang Sufi di atas. Karena kita menilai seseorang dan menganggapnya salah karena unsur kebencian maka tak ada nilai kebenaran yang ia lakukan meskipun ia melakukan hal yang benar dan positif. Hal itu karena tertutup oleh hawa nafsu yang namanya kebencian. Kebalikan dari benci adalah suka. 

Bisakah seseorang berpikir objektif tatkala dalam hatinya tertanam benih kebencian? sulit memang. 

Sebaliknya, bila rasa suka tertanam dalam diri seseorang, dalam menilai orang akan positif. Rasa suka akan timbul karena berbagai hal. Begitu pula rasa benci. Sifat naluri manusia dalam bergaul akan diwarnai dimensi, baik-buruk, suka-tidak suka dan kasih sayang atau rasa tidak simpati. 

Pandangan orang yang rida terhadap temannya, atau rasa suka, maka akan ada tantangan apabila kawannya tersebut berbuat tidak baik. Kendalanya adalah, 'sungkan' untuk mengatakan bahwa hal itu salah, atau tidak baik. Hal itu terjadi karena kedekatan dan saking akrabnya berteman dengan orang tersebut. Maka sikap Istiqomah dalam menyampaikan hak menjadi sangat penting. Didalam keadaan Apa pun. objektif dalam menilai penting baik itu kepada kawan akrab, saudara, suami atau istri dan kepada anak-anak. 

Sebuah ungkapan mengatakan; cintailah seseorang sewajarnya, suatu saat boleh jadi ia akan menjadi musuhmu. Dan bencilah seseorang sewajarnya, boleh jadi suatu saat ia akan menjadi teman akrabmu. Maka dalam menilai seseorang, bahkan dalam rasa benci berkecamuk dalam diri sekalipun, tetaplah berpandangan bahwa, masih ada sifat dan unsur positif dari diri seseorang yang kita benci sekalipun. 

Terpenting cepat Islah. Perbaiki  hati dan jalin kembali tali persaudaraan dan rekatkan sehingga menjadi ikatan yang kuat. Seperti cerita Sang Sufi Jalaluddin El-Rumi, yang memberi inspirasi; bahwa nilai kebenaran selalu ada, dalam menilai seseorang, bahkan kadang tak terlihat dan tak terpikirkan oleh sebagian orang, kecuali oleh yang berpikir secara mendalam. Raasikhuunn fil-llmi, yang mendalam ilmunya atau dalam bahas filsafat Hermeunetik.

Wassalam.

Ciamis, 07/05/2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun