Bayangkan anak Anda, yang tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, suatu hari terperangkap dalam jebakan utang digital. Maukah Anda melihat masa depannya tergadai hanya karena kurangnya pemahaman tentang risiko keuangan?
Dengan beberapa klik saja, uang dapat langsung masuk ke rekening Anda. Pinjaman online telah menjadi fenomena yang tak terelakkan di era digital, terutama di kalangan Generasi Milenial (1981--1996) dan Z (1997--2012). Prosesnya yang cepat dan mudah memang menarik, tetapi sering kali menjadi jebakan finansial yang sulit dilepaskan.
Generasi Alpha (2013--2025), yang tumbuh sepenuhnya di era teknologi, menghadapi tantangan yang lebih besar. Dengan paparan digital sejak usia dini, mereka berisiko terperangkap dalam jebakan yang sama jika tidak dipersiapkan dengan baik. Tulisan ini membahas fenomena pinjaman online (pinjol) di kalangan Generasi Milenial dan Z, serta langkah mitigasi untuk melindungi Generasi Alpha dari risiko serupa.
Fenomena Pinjaman Online di Kalangan Generasi Z dan Milenial
Apa yang membuat anak muda begitu rentan terhadap pinjaman online? Jawabannya sering kali sederhana: ketidaktahuan dan tekanan sosial.
1. Tren Pinjaman Online
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pengguna pinjaman online di Indonesia didominasi oleh kelompok usia 19 hingga 34 tahun. Pada Juli 2024, total pinjaman online mencapai Rp 32,6 triliun atau 51,3% dari total pinjol perorangan, dengan mayoritas pengguna berasal dari Generasi Milenial dan Z.
Pinjaman ini sering digunakan untuk kebutuhan mendesak seperti membayar uang sekolah atau biaya kesehatan. Namun, sebagian besar digunakan untuk kebutuhan konsumtif, seperti membeli gadget, fashion atau bahkan liburan. Fenomena ini mengungkapkan kerentanan Generasi Milenial dan Z terhadap tekanan gaya hidup konsumtif yang sering kali berujung pada jeratan utang.
2. Dampak pada Generasi Milenial dan Z
Setiap Rp. 1 triliun dari total pinjaman ini mencerminkan potensi jutaan individu yang terjerat dalam tekanan keuangan. Jika tidak segera ditangani, angka ini akan terus membesar, merugikan individu sekaligus ekonomi keluarga.
Banyak pengguna terjerat bunga tinggi hingga akhirnya gagal bayar. Tingkat bunga pinjaman online sangat tinggi dibandingkan jenis kredit lainnya. Sebagai perbandingan, suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) hanya 7 persen karena disubsidi oleh pemerintah hingga 10 persen. Sementara itu, suku bunga kredit mikro di bank berkisar antara 15 hingga 20 persen dan di lembaga keuangan mikro sekitar 30 persen. Lebih parah lagi, suku bunga pinjaman online dapat mencapai 30 persen per bulan, bukan per tahun. Dengan tingkat bunga setinggi itu, tidak mengherankan jika selalu ada nasabah pinjaman online yang mengalami gagal bayar dalam jumlah signifikan. Tekanan finansial ini sering kali memicu stres, kecemasan dan konflik sosial.
Menurut OJK, pada Mei 2024, total kredit macet kelompok usia 19-34 tahun atau Generasi Milenial dan Z mencapai Rp733 miliar. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia 35-54 tahun, yang mencatat total wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) sebesar Rp524,6 miliar.
Ilustrasi: Rizky, seorang desainer grafis berusia 28 tahun, terjerat utang Rp 25 juta dari tiga platform pinjaman online. Tanpa penghasilan tetap, ia menghadapi tekanan bunga harian yang terus bertambah.
3. Pelajaran yang Bisa Diambil
Kurangnya literasi keuangan menjadi salah satu penyebab utama jeratan pinjaman online di kalangan anak muda. Selain itu, lemahnya regulasi pada platform pinjaman online ilegal memperburuk situasi ini.
Potensi Risiko Pinjaman Online untuk Generasi Alpha
Jika Generasi Milenial dan Z sudah menghadapi risiko besar, apa yang akan terjadi pada Generasi Alpha yang lebih terpapar teknologi sejak dini?
1. Paparan Teknologi Sejak Dini
Generasi Alpha lahir di tengah kemajuan teknologi seperti AI, IoT, dan aplikasi digital, yang telah mengubah cara mereka berinteraksi dengan dunia sejak dini. Menurut artikel Ciputra Hospital, anak usia 6--12 tahun dapat menghabiskan rata-rata 4--6 jam sehari menggunakan perangkat digital. Hal ini meningkatkan paparan mereka terhadap iklan digital, termasuk layanan pinjaman online. Meski belum pada usia legal, Generasi Alpha telah dikenalkan pada pola konsumtif melalui aplikasi dan gim daring.