Topik politik sedang hangat dibicarakan dimana-dimana, hal ini tidak terlepas dari akan diselenggarakannya pemilihan umum (Pemilu) 2024, yaitu pemilihan calon presiden dan wakil presiden, serta pemilihan legislatif yaitu pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta pemilihan calon kepala daerah (Pilkada) yang diadakan secara serentak di tahun 2024, jadi menjelang tahun pemilihan tersebut, pembahasan mengenai politik sangat menarik untuk di bahas.Â
Pada artikel ini kita akan membahas mengenai money politik atau politik uang, yang mana money politik ini sering terjadi di masa kampanye, namun sebelum membahas lebih jauh, mari kita pahami terlebih dahulu apa itu money politik?Â
Money politik atau politik uang adalah uang yang digunakan dengan maksud-maksud tertentu seperti untuk melindungi kepentingan bisnis dan kepentingan politik tertentu. Harus dipahami juga bahwa politik uang dengan uang politik adalah dua hal yang berbeda karena uang politik adalah uang yang diperlukan untuk mendukung operasionalisasi aktivitas-aktivitas untuk kampanye dan hal ini legal karena besarannya sudah ditetapkan oleh Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) dan uang politik biasanya digunakan untuk biaya administrasi pendaftaran kandidat, biaya operasional kampanye, pembelian spanduk dan stiker, dan lain sebagainya. Â Jadi politik uang dengan uang politik adalah dua hal yang berebeda, politik uang itu tidak diperbolehkan, sedangkan uang politik diperbolehkan atau diharuskan karena sebagai syarat untuk mengikuti pemilihan.Â
Politik uang sering kita jumpai di masa kampanye, dimana politik uang ini secara tidak langsung dapat berbentuk seperti pemberian hadiah atau doorprize, pembagian sembako, pemberian semen atau bahan-bahan tertentu untuk pembangunan tempat ibadah dan lain sebagainya. Adapun terdapat berbagai cara untuk melakukan politik uang sebagaimana menurut Wahyu Kumorotomo yang dikutip dari tulisan Fitryah berjudul Fenomena Politik Uang dalam Pilkada.Â
1. Politik uang secara langsung bisa berbentuk pembayaran tunai dari "Tim Sukses" kontestan kepada para calon pemilih, dengan tujuan agar si kontestan dapat dipilih.Â
2. Sumbangan kepada para bakal calon kepada partai politik yang telah mendukungnya.Â
3. "Sumbangan wajib" yang disyaratkan oleh suatu partai politik kepada para kader partai atau bakal calon yang akan mencalonkan diri.Â
Money politik atau politik uang dapat disebut juga sebagai political buying karena dalam money politik terjadi transaksi antar calon dan tim kampanye dengan masa pemilih, dengan tidak langsung hal ini merupakan praktik pembelian suara kepada pemilih. Bentuk dari political buying ini seperti yang dijelaskan di atas seperti janji memberi uang/barang, serangan fajar, dan lain-lain.Â
Politik uang ini sangat mencedrai demokrasi dalam pemilu dimana dengan politik uang, hak suara pemilih dapat dibeli, sedangkan seharusnya hak suara terbebas dari segala capur tangan apapun, dan dalam pemilu seharusnya pemilu itu bersifat demokratis, jujur, dan adil serta pemilu seharusnya pula bebas dari kekerasan, penyuapan, dan berbagai praktek curang lainnya yang dapat mempengaruhi hasil pemilu.Â
Politik uang ini bisa terus terjadi karena politik uang sudah dianggap lumrah oleh masyarakat, serta masyarakat tidak sadar akan bahayanya, sehingga secara normatif politik uang juga tidak harus dijauhi, maka sesuatu yang salah sangat berbahaya ketika sudah dianggap biasa.Â
Akibat dari tumbuh suburnya politik uang ini akan mengakibatkan tingginya biaya kampanye, sedangkan biaya kampanye dapat diperoleh dari uang pribadi maupun sumbangan dari pihak luar. Dari biaya kampanye yang tinggi, maka ketergantungan akan biaya sumbangan dari luar sangat tinggi pula, disinilah letak keberbahayaannya, walaupun secara aturan sumbangan dari pihak luar itu di batasi sebagaimana dalam UU dan PP, namun kita tidaklah tahu bagaimana pemberian biaya itu di balik layar, bisa saja melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan, dan pihak luar juga tidak akan memberikan biaya dengan percuma pasti ada sesuatu yang harus dilakukan oleh kandidat ketika sudah terpilih nanti, seperti pemberian aturan longgar, agar para pemberi modal ini mudah dalam melakukan sesuatu.
Logikanya tingginya biaya kampanye juga karena adanya praktik money politik ini, akan membuat pemenang pasca pemilihan akan berpikir bagaimana mengembalikan modal kampanye mereka, maka melakukan korupsi untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan semasa kampanye bisa saja dilakukan ataupula bisa melakukan arisan proyek kepada pihak luar (pengusaha) yang telah membantu biaya di masa kampanye nya. Dengan ini maka, dampaknya akan menyisihkan aspirasi masyarakat luas yang harusnya diperioritaskan.Â
Sebagaimana dikutip dari tulisan Syarif Hidayat Bisnis dan Politik di Tingkat Lokal: Pengusaha, Penguasa dan Penyelenggara Pemerintahan Pasca Pilkada, masih dalam Fitriyah yang menemukan bahwa modal ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing kandidat kepala daerah/ wakil kepala daerah cenderung merupakan kombinasi antara modal pribadi dan bantuan donator politik (Pengusaha), serta sumber-sumber lain.Â
Oleh karena itu kita harus sadar dan paham bagaimana bahaya dari money politik atau politik uang ini, agar kita lebih bijak dalam memilih kandidat di kontestasi pemilu nanti, jangan sampai kita tergiur dengan uang yang tidak seberapa dengan disuruh memilih kandidat tertentu, karena pilihan kita akan menentukan masa depan bangsa kita sendiri, jangan sampai kita memilih kandidat yang salah karena iming-iming uang yang tak seberapa, pilihlah kandidat karena gagasan yang diajukannya bukan uang yang diberikan, namun nihil gagasan.Â
Walapun masih ada yang melakukan money politik ini nanti, maka solusinya, ambil saja uangnya, tapi jangan pilih orang nya, terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H