Dikutip dari berbagai sumber, Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Â terjadi berbagai peristiwa salah satunya kembalinya Belanda yang tergabung dalam NICA (Netherland Indies Civile Adminitration) dengan membonceng pasukan Sekutu pada 29 September 1945. Kembalinya Belanda ke Indonesia tidak terlepas dari ingin kembali menguasai Indonesia, setelah Jepang berhasil dikalahkan oleh Sekutu. Dengan kembalinya Belanda ke Indonesia ini membuat para tokoh Nasional memikirkan jalan terbaik untuk menghadapi Belanda, maka jalan yang ditempuh yakni dengan jalan diplomasi dengan melakukan perundingan-perundingan. Salah satunya adalah dengan perundingan/perjanjian Linggarjati.
Perjanjian Linggarjati terjadi pada tanggal 11-15 November 1946 yang bertempat di sebuah Villa putih megah yang bergaya kolonial yang berada di kawasan Linggarjati, Kuningan, Jawa barat. Perjanjian Linggarjati membahas terkait status kemerdekaan Republik Indonesia. Perjanjian ini terjadi disebabkan karena Jepang menetapkan status quo di Indonesia yang menyebabkan terjadinya konflik Indonesia dengan Belanda.
Jalan menuju perundingan ini tidaklah mulus dimana sebelumnya Indonesia dan Belanda mengalami pertempuran yang besar di berbagai wilayah di Indonesia seperti di Semarang diguncang perang lima hari antara tanggal 14-19 Oktober 1945, perang di Ambarawa dan pertempuran 10 November yang terjadi di Surabaya, serta pertempuran-pertempuran lainnya yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Pemerintahan Inggris selaku penanggung jawab mengundang kedua belah pihak yaitu Indonesia dan Belanda untuk melakukan perundingan di Hooge Veluwe untuk menjadi penengah konflik antar Indonesia dan Belanda. Perundingan di Hooge Veluwe berakhir gagal karena Indonesia mengajukan tiga usul: pertama, pengakuan atas Republik Indonesia sebagai pengembang kekuasaan di seluruh bekas Hindia Belanda. Dua, pengakuan de facto atas Jawa, Sumatra, dan Madura. Tiga, kerjasama atas dasar persamaan derajat Indonesia dan Belanda. Namun Belanda menolak itu semua dan perundingan Hooge Veluwe ini pun gagal.
Kesempatan perundingan terjadi lagi ketika akhir Agustus 1946, setelah pemerintahan Inggris mengirim Lord Killearn ke Indonesia untuk tujuan menyelesaikan perundingan Indonesia dengan Belanda. Maka 7 Oktober 1946 perundingan dimulai dengan menghasilkan persetujuan gencatan senjata pada 14 Oktober.
Kemudian dilanjut dengan perundingan Linggarjati pada 11-14 November 1946. Tokoh dari perjanjian Linggarjati ini yaitu dari Indonesia diwakili Sutan Syahrir sebagai ketua. Ditemani oleh A K Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem. Dari pihak Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn sebagai ketua dan ditemani oleh Max Von Poll, H J van Mook serta F de Baer. Lalu dari pihak Inggris selaku penanggungjawab atau mediator diwakili oleh Lord Killearn. Perundingan yang terjadi secara tertutup ini menghasilkan kesepakatan:
1. Pengakuan Belanda secara de facto atas eksistensi Negara Republik Indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk negara Indonesia Serikat, salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Hasil perjanjian pun di serahkan ke masing-masing parlemen untuk disahkan, Indonesia sendiri mengesahkan perjanjian Linggarjati di Malang, Jawa Timur, dalam rapat Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), pada Maret 1947.