Mohon tunggu...
Astaj
Astaj Mohon Tunggu... Tentara - Astaj
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Man Jadda Wajada

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Wajit Hj Siti Romlah, Kearifan Lokal yang Mendunia

28 Desember 2020   16:12 Diperbarui: 28 Desember 2020   22:08 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fhoto : Syamsul Ma'arif & Istri..

Kab.bandung Barat|Kompasiana.com

Hampir setiap daerah di Indonesia mempunyai ciri khas masing-masing. Sesuatu yang unik dan menjadi ciri khas setiap daerah tersebut salah satunya adalah kekhasan dalam hal makanan tradisional. Penganan khas dari tiap-tiap daerah ini sedikit banyak ikut berperan terhadap semakin terkenalnya daerah asal penganan tersebut.

Begitu pula Desa Cililin, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, mempunyai produk unik dan menjadi salah satu ciri khasnya yaitu wajit, yang pada perkembangan selanjutnya menjadi salah satu faktor yang turut melambungkan nama Cililin.

Melambungnya nama Cililin tidak terlepas dari peran dua orang asli Cililin yang bernama Juwita dan Uti yang merupakan orang-orang yang pertama kali membuat sekaligus memperkenalkan wajit di Cililin pada sekitar tahun 1916.

Juwita dan Uti membuat wajit hanya sekadar untuk mengisi waktu luang sekaligus menyalurkan bakat mereka dalam membuat penganan. Penganan-penganan yang mereka buat biasanya menggunakan campuran bahan baku dari berbagai macam hasil pertanian dan acap kali didasarkan pada resep-resep yang telah ada dan mereka ketahui, kemudian mereka memodifikasinya dengan tujuan menghasilkan penganan baru ala Juwita dan Uti.

Proses seperti inilah yang akhirnya melahirkan wajit di Cililin melalui perantaraan mereka. Berbekal resep wajit yang telah ada dan mereka ketahui serta tersedianya bahan-bahan baku utama untuk membuat wajit di Cililin sebagai imbas dari kentalnya kehidupan pertanian di Cililin pada waktu itu, Juwita dan Uti membuat wajit dan memperkenalkannya di Cililin untuk pertama kali.

Wajit sebenarnya tidak saja terdapat di Cililin, tetapi wajit cililin memiliki kekhasan baik dari bahan baku, proses pembuatan, aroma, ataupun rasanya jika dibandingkan dengan wajit dari daerah lain. Kekhasan yang melekat pada wajit Cililin merupakan hasil sentuhan tangan Juwita dan Uti yang berhasil membuat wajit cililin berbeda dengan wajit dari daerah lain.

Pada awalnya Juwita dan Uti membuat wajit di dapur rumah mereka dan proses pembuatan wajit dari awal sampai akhir dikerjakan sendiri oleh mereka. Wajit yang pertama kali dibuat pada saat itu berdasarkan resep yang diciptakan dan dikembangkan sendiri oleh mereka. Dengan menggunakan bahan-bahan baku dan alat-alat yang sederhana, serta resep rahasia mereka, Juwita dan Uti mampu menjadikan wajit sebagai penganan khas dari daerah Cililin.

Untuk beberapa waktu lamanya, Juwita dan Uti mengonsumsi wajit tersebut untuk kebutuhan sendiri atau sebagai sajian pelengkap pada setiap pesta pernikahan dan khitanan, tanpa keinginan untuk menjualnya kepada masyarakat luas. Pada saat itu, hanya Juwita dan Uti yang membuat wajit di Cililin dan hanya orang-orang sekitar Cililin yang mengonsumsi wajit buatan mereka.

Proses ini merupakan awal dikenalnya wajit oleh masyarakat Cililin yang pada mulanya tidak mengenal wajit sebelum Juwita dan Uti memperkenalkannya. Proses yang tidak sengaja terjadi ini ternyata memberikan imbas yang baik terhadap semakin terkenalnya wajit di kalangan masyarakat Cililin dari berbagai tingkatan.

Wajit buatan Juwita dan Uti ternyata banyak disukai oleh orang Cililin karena wajit buatan mereka berhasil menampilkan rasa baru dari sebuah penganan bagi kalangan masyarakat Cililin. Semakin banyak orang Cililin menyukai wajit buatan Juwita dan Uti, semakin banyak pula permintaan akan wajit. Hal ini pada akhirnya berimbas pada semakin seringnya wajit diproduksi. Juwita dan Uti tidak lagi membuat wajit berdasarkan keperluan.

Semakin disukainya wajit oleh orang Cililin menjadi faktor utama yang mendorong Juwita dan Uti memproduksi wajit untuk dijual, ternyata wajit mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Sejak tahun 1920-an aktivitas mereka memproduksi wajit semakin teratur. Wajit menjadi semakin populer di Cililin, bahkan semakin banyak disukai oleh orang Cililin.

Hal ini menjadikan wajit produk yang paling dicari di Cililin meskipun masih di tingkat lokal, keadaan ini mulai menempatkan wajit sebagai produk khas dari Cililin.

Kepopuleran wajit di kalangan masyarakat Cililin menjadikan wajit selalu ada dalam setiap pesta pernikahan dan khitanan, tetapi kali ini bukan sebagai sajian pelengkap melainkan sebagai sajian yang harus ada. Sejak saat itu, masyarakat Cililin mempunyai tradisi untuk menyajikan wajit dalam setiap pesta pernikahan dan khitanan khususnya.

Semakin seringnya wajit tersaji dalam pesta pernikahan dan khitanan, semakin banyak pula kerabat dari luar daerah Cililin yang mulai mencicipi wajit dan menyukainya. Pada masa itu, mulailah kalangan menak dan pejabat kolonial Belanda mengetahui wajit buatan Juwita dan Uti.

Mereka sangat menyukai produk wajit tersebut. Oleh karena itu, mereka memonopolinya dan mengeluarkan kebijakan bahwa wajit buatan Juwita dan Uti hanya khusus diproduksi untuk kalangan menak dan pejabat kolonial Belanda.

Fhoto Hj.Siti Romlah (duduk ditengah, memakai kerudung),bersama pekerjanya (dok Syamsul Maarif). 
Fhoto Hj.Siti Romlah (duduk ditengah, memakai kerudung),bersama pekerjanya (dok Syamsul Maarif). 

Pada perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1026 Juwita mulai menurunkan seluruh pengetahuan pembuatan wajit serta resep-resep rahasianya kepada Irah, putrinya yang baru berumur sepuluh tahun.

Upaya Juwita untuk mengembangkan produksinya mulai membuahkan hasil. Seiring berjalannya waktu, Irah yang sudah mengenal dan mulai memahami pengetahuan membuat wajit menunjukan bakat dan ketertarikannya dalam usaha pembuatan wajit. Irah terus mendalami seluk-beluk pembuatan wajit dari Ibunya dan terus belajar bagaimana cara menghasilkan wajit yang bermutu tinggi yang akan disukai orang sebagai produksi khas dari cililin.

Pada tahun 1936, Irah membuat dobrakan dengan memulai usaha wajit. Artinya, Irah tidak hanya membuat wajit untuk kalangan tertentu, tetapi mulai menjualnya ke masyarakat yang lebih luas. Keuletan Irah yang telah sepenuhnya mengelola usaha wajit warisan dari orang tuanya sejak tahun 1936, memberikan arah baru bagi perkembangan produksi wajit. Irah mencoba membuat terobosan baru dalam memproduksi wajit.

Tanpa diduga, ternyata konsumen dari Cililin maupun dari luar Cililin lebih menyukai wajitnya sehingga usaha Irah pun bersambut. Dalam keadaan seperti itu, Irah mulai merintis usahanya dalam produksi dan perdagangan wajit. Untuk memudahkan konsumen, Irah memberi nama Wajit Asli bagi produknya. Sejak saat itulah wajit cililin dikenal juga dengan sebutan Wajit Asli.

Meskipun sempat mengalami masa sulit, terutama pada masa pendudukan Jepang dan awal kemerdekaan, perusahaan Irah tetap berkembang walaupun lambat, bahkan dari hasil usahanya tersebut pada tahun 1950 Irah bisa menunaikan ibadah haji.

Pada tahun 1951 Irah kembali dari tanah suci dan berganti nama menjadi Siti Romlah, kemudian menjalankan kembali perusahaan wajitnya yang sempat terhenti. Sejak itulah nama Wajit Asli berubah menjadi Wajit Asli Cap Potret Hj. Siti. Romlah".

Pada tahun 1993, Hj. Siti Romlah mendapatkan penghargaan Upakarti dari Departemen Perindustrian.Pada tahun 1993, Hj. Siti Romlah mendapatkan penghargaan Upakarti dari Departemen Perindustrian.

Fhoto Hj.Siti Romlah Bersama Mentri Perindustrian Tungky Ariwibowo, pada acara penyerahan penghargaan Upakarti tahun 1993
Fhoto Hj.Siti Romlah Bersama Mentri Perindustrian Tungky Ariwibowo, pada acara penyerahan penghargaan Upakarti tahun 1993
Fhoto Penghargaan Upakarti
Fhoto Penghargaan Upakarti

Fhoto : Toko Wajit Hj.Siti Romlah,yang beralamat : Jl.Radio No.16 Desa/Kec.Cililin Kab.Bandung Barat
Fhoto : Toko Wajit Hj.Siti Romlah,yang beralamat : Jl.Radio No.16 Desa/Kec.Cililin Kab.Bandung Barat
Perusahaan "Wajit Asli" saat ini telah mencapai generasi keempat sejak didirikannya. Juwita dan Uti yang merupakan pendirinya (1916-1936), diteruskan oleh anaknya Juwita, yaitu Irah (Siti Romlah) beserta suaminya, Zaenal Arifin (1936-1995).

Generasi ketiga yang memegang usahanya adalah Ramli (1995-2013) dan istrinya Nani Hasanah (1952-sekarang) dan generasi keempat yang melanjutkan pengelolaan Wajit Asli Cap Potret Hj. Siti. Romlah adalah Syamsul Maarif dan istrinya, Irni Shobariani.

Fhoto : Syamsul Ma'arif & Istri..
Fhoto : Syamsul Ma'arif & Istri..

Sumber : Syamsul Maarif(Pengelola wajit Asli Hj.Siti Romlah)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun