Semakin disukainya wajit oleh orang Cililin menjadi faktor utama yang mendorong Juwita dan Uti memproduksi wajit untuk dijual, ternyata wajit mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Sejak tahun 1920-an aktivitas mereka memproduksi wajit semakin teratur. Wajit menjadi semakin populer di Cililin, bahkan semakin banyak disukai oleh orang Cililin.
Hal ini menjadikan wajit produk yang paling dicari di Cililin meskipun masih di tingkat lokal, keadaan ini mulai menempatkan wajit sebagai produk khas dari Cililin.
Kepopuleran wajit di kalangan masyarakat Cililin menjadikan wajit selalu ada dalam setiap pesta pernikahan dan khitanan, tetapi kali ini bukan sebagai sajian pelengkap melainkan sebagai sajian yang harus ada. Sejak saat itu, masyarakat Cililin mempunyai tradisi untuk menyajikan wajit dalam setiap pesta pernikahan dan khitanan khususnya.
Semakin seringnya wajit tersaji dalam pesta pernikahan dan khitanan, semakin banyak pula kerabat dari luar daerah Cililin yang mulai mencicipi wajit dan menyukainya. Pada masa itu, mulailah kalangan menak dan pejabat kolonial Belanda mengetahui wajit buatan Juwita dan Uti.
Mereka sangat menyukai produk wajit tersebut. Oleh karena itu, mereka memonopolinya dan mengeluarkan kebijakan bahwa wajit buatan Juwita dan Uti hanya khusus diproduksi untuk kalangan menak dan pejabat kolonial Belanda.
Pada perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1026 Juwita mulai menurunkan seluruh pengetahuan pembuatan wajit serta resep-resep rahasianya kepada Irah, putrinya yang baru berumur sepuluh tahun.
Upaya Juwita untuk mengembangkan produksinya mulai membuahkan hasil. Seiring berjalannya waktu, Irah yang sudah mengenal dan mulai memahami pengetahuan membuat wajit menunjukan bakat dan ketertarikannya dalam usaha pembuatan wajit. Irah terus mendalami seluk-beluk pembuatan wajit dari Ibunya dan terus belajar bagaimana cara menghasilkan wajit yang bermutu tinggi yang akan disukai orang sebagai produksi khas dari cililin.
Pada tahun 1936, Irah membuat dobrakan dengan memulai usaha wajit. Artinya, Irah tidak hanya membuat wajit untuk kalangan tertentu, tetapi mulai menjualnya ke masyarakat yang lebih luas. Keuletan Irah yang telah sepenuhnya mengelola usaha wajit warisan dari orang tuanya sejak tahun 1936, memberikan arah baru bagi perkembangan produksi wajit. Irah mencoba membuat terobosan baru dalam memproduksi wajit.
Tanpa diduga, ternyata konsumen dari Cililin maupun dari luar Cililin lebih menyukai wajitnya sehingga usaha Irah pun bersambut. Dalam keadaan seperti itu, Irah mulai merintis usahanya dalam produksi dan perdagangan wajit. Untuk memudahkan konsumen, Irah memberi nama Wajit Asli bagi produknya. Sejak saat itulah wajit cililin dikenal juga dengan sebutan Wajit Asli.
Meskipun sempat mengalami masa sulit, terutama pada masa pendudukan Jepang dan awal kemerdekaan, perusahaan Irah tetap berkembang walaupun lambat, bahkan dari hasil usahanya tersebut pada tahun 1950 Irah bisa menunaikan ibadah haji.