Mohon tunggu...
Amiruddin Saddam
Amiruddin Saddam Mohon Tunggu... Programmer - Pekerja dan Pengajar Swasta

Tech Enthusiast, Content Writer and Learner Something New

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kicauan Burung untuk Ego Manusia

15 September 2023   07:30 Diperbarui: 15 September 2023   07:39 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi burung berkicau (sumber: unsplash.com/an Meeus)

Saya salah satu dari sekian banyak burung beo Nias yang hidup di pulau Jawa. Saya berasal dari campuran Sri Lanka dan Nias. Ayah saya adalah burung nuri yang berasal dari Sri Lanka sedangkan ibu saya adalah burung nuri yang berasal dari Nias. Saya tinggal bersama  orang tua dan adik saya di Pegunungan Lolomatua. Setiap pagi orang tuaku pergi memetik buah, terkadang mereka juga membawa serangga kecil untuk  dinikmati  anak-anaknya. Setelah berhasil mendapatkan makanan, orang tua saya kembali ke rumah untuk membesarkan saya dan adik perempuan saya. Saya masih ingat dalam benak saya, saat saya tertembak senapan angin  pemburu di hutan dan memasukkannya ke dalam tas bersama teman-teman yang lain untuk dibawa ke suatu tempat. Saya lebih suka tinggal di luar kandang, karena saya merasa sempit  di dalam kandang dan tidak bisa bergerak sesuai keinginan. Selain itu, saya sering dipaksa makan berlebihan, mengonsumsi obat-obatan kimia, dan jarang disuntik dengan cairan bernama vitamin agar saya bisa mengeluarkan suara atau bergerak sesuai keinginan mereka.

Suatu hari, putra pemilik yang merawat saya membuka pintu gudang tempat saya tinggal. Saat itu,  anak tersebut melihat kandang saya di depan rumah setelah dibersihkan dengan larutan pembersih. Tanpa pikir panjang, aku  langsung berjalan menuju pintu kandang dan keluar.

***

Berada di pepohonan gunung sungguh menyenangkan, karena selain segarnya udara, saya tidak kesulitan mencari makan. Meskipun saya tetap harus berhati-hati dengan orang yang menginginkan saya sebagai hewan peliharaan.
Aku sudah hampir 2 tahun jauh dari  orang tuaku. Rasa nostalgia ini masih menyerbu hari-hariku, aku rindu  canda tawa bersama adik dan  orang tuaku. Saat aku sedang memikirkan  orang tuaku, tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat keras di belakangku.
"Oni, oni!"
"Hei, walik"
"Aku melihatmu berdiri dipohon, apa yang kamu lakukan?"
"Aku rindu orang tuaku"
"Ayo jalan-jalan, kebetulan aku punya teman di daerah Bromo, lumayan untuk healing hahaha"
"Kamu sudah seperti manusia, halang hiling hahaha"
Walik merupakan salah satu  jenis merpati yang hidup di Gunung Ceremai, sejak ditinggal  ibunya, ia tinggal sendirian di Gunung Ceremai selama kurang lebih  10 tahun. Selain penampilannya yang menarik, walik juga merupakan  burung yang cerdas karena  dapat menghindari predator yang menginginkannya.

***
 
Matahari pagi sudah mulai terbit ke atas permukaan menyambut para penghuni bumi termasuk saya dan Walik yang  bersiap bergerak menuju kawasan Bromo. Terlihat dari atas hamparan hitam yang menyerupai batu bara dari perapian yang biasa digunakan  manusia untuk memasak. Saat kami hendak menuju kawasan hutan Bromo, kami melihat sekawanan elang jawa terbang dengan formasi yang sangat indah. Kemudian, dikejauhan, kami melihat seekor elang datang ke arah kami.

"Walik, sahabatku, apa yang kamu lakukan di sini?"
"Syukurlah saya akhirnya bertemu denganmu, hahaha, saya dan teman hanya ingin pergi berlibur ja"
"Oh iya, perkenalkan dulu, dia temanku, dia adalah Beoni, biasa dipanggil oni, dan oni, ini ejaan temanku adalah "
Saya, walik dan eja  segera berangkat ke rumah Eja di  hutan Gunung Bromo sambil bercerita tentang padang rumput di sana. Eja adalah sejenis elang jawa yang hidup di pegunungan Bromo.
"Lapangan ini sering disebut savana Indonesia. Dulu saya sering main di padang ini lik, akan tetapi keegoisan manusia membakar padang ini dan menjadikannya padang hitam seperti ini"
"Mereka dengan seenaknya membuang sampah-sampah dan puntung rokok yang masih menyala, bahkan sebagian dari mereka juga membuat efek asap untuk kepentingan sendiri sehingga menyebabkan padang ini terbakar"
Setelah sampai ditujuan, saya dan walik pun mendadak terpana melihat pemandangan yang tak biasa. Saya melihat bangunan kecil diatas pohon dengan interior yang sangat mewah, karena rasa penasaranku yang tinggi, saya pun bertanya kepada eja

"Ini rumah kamu ja ?"
"Ya oni, iki rumahku dan teman-temanku"
"Rumah ini dibangun oleh sekelompok manusia yang peduli terhadap burung elang jawa, selain itu, mereka juga turut serta menanam pepohonan disekitar agar kami bisa bermain dan tinggal dengan nyaman"
"Itulah alasannya kami tidak bisa sepenuhnya benci karo manusia, karena walaupun banyak manusia yang egois, akan tetapi masih banyak manusia yang peduli dengan alam sekitar."

Selama berada di dalam rumah eja, mataku tidak pernah sekalipun berkedip melihat interior yang ada di dalam rumahnya. Hari demi hari terus berlalu, sudah 3 hari saya berada di bromo. Hari ini waktunya saya dan walik untuk pergi melanjutkan perjalanan ke tempat lainnya.

"Matur suwun ya walik dan oni, telah mampir ke rumahku"
"Maaf ya ja, belum bisa lama soalnya kami harus pergi ke tempat afra"
"Oke, hati-hati di jalan ya walik, oni" kata eja sambil mengangkat sayap kanannya

***

Saya dan walik pun melanjutkan perjalanan menuju ke hutan karet yang ada di sragen. Sesampainya di sana, kami langsung menemui Afra yang sedang bernyanyi di atas batu. Afra merupakan  burung darat yang hidup di bebatuan atau semak-semak.

"Halo Lik, apa kabar saiki?"
"Syukurlah saya baik-baik saja teman, kamu apa kabar?"
"Ya, seperti yang kamu lihat, alhamdulillah baik"
"Ayo main ke rumahku dulu, lik"
"Oh ya afra, perkenalkan dia temanku, namanya beoni, biasa dikenal dengan oni"
"Senang bertemu denganmu, oni"
"Kapan kamu pindah ke sini?" Walik bertanya sambil menikmati makanan yang disajikan
"Belum lama ini, baru sekitar seminggu"
"Sebelumnya, kami tinggal di ujung jalan, namun belum lama ini tanah disekitarnya terbakar karena ada orang yang  membuang puntung rokok dan akhirnya menimbulkan kebakaran.
"Kami akhirnya pindah ke sini agar lebih mudah mencari makanan"

Ketika pagi tiba, kami pergi bersama Afra untuk mencari makanan di sekitar batu tempat kami menginap. Saat matahari mulai terbit, Walik dan saya pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Buping, tinggal di daerah Mampang

***

Jika di perjalanan sebelumnya saya masih bisa terjaga cukup lama, di perjalanan kali ini saya dan walik akan berhenti Cukup banyak  hanya  untuk berteduh dan minum. Saya dan Walikota berhenti di dekat dahan pohon dekat pemukiman penduduk. Sambil melihat sekeliling, tiba-tiba Walik menunjuk seekor burung pingai yang sedang minum dari genangan air dan mendekatinya.

"Astaghfirullah walik, saya kaget" kata buping kaget
"Haha, ngapain kamu disini ping?" Walik tersenyum dan bertanya
"Iya, seperti yang kamu lihat, saya minum walik"
"Hei ping, ikut saya jalan-jalan yuk" tanya walik
"Haha, kamu mau kemana?"
"Iya, kamu bebas kemana saja"
"Oh iya ping, dia temanku, namanya Beoni tapi biasa kami panggil dia oni"
Lalu kami  terbang melintasi langit langit Jakarta. Sambil terbang dan ngobrol
"Ping, saya bingung, kenapa banyak sekali daun di sini yang berwarna coklat? Dan juga saya  belum melihat adanya awan putih?" tanyaku ke buping
"Iya oni,  karena keegoisan manusialah yang mencemari lingkungan"
"Banyak masyarakat yang tidak peduli dengan lingkungan sekitar, mereka membuang sampah dan dengan mudahnya  membakar sampah secara liar. Selain itu mereka juga mencemari lingkungan melalui asap  kendaraan yang mereka kendarai dan mereka juga dengan mudah membakar limbah  produksi"
"Namun, tidak sedikit pula orang yang peduli terhadap lingkungan dengan menanam pohon, dll untuk mengurangi polusi udara"
Kami asyik ngobrol sampai tak sadar matahari sudah mulai terbenam. Dalam perjalanan kali ini kami tidak berlama-lama, karena cuaca  tidak memungkinkan saya dan Walik untuk berlama-lama di kota ini.

Setelah berkeliling ke berbagai kota, saya belajar banyak tentang bagaimana teman-teman saya berjuang  hidup dengan segala kondisi alam yang hancur karena keegoisan manusia. Saya pun bersyukur masih bisa hidup  nyaman di pegunungan tanpa harus khawatir dengan kondisi alam yang keras. Saya berharap manusia dapat lebih memperhatikan lingkungan sekitar agar hewan dan tumbuhan disekitarnya dapat hidup  nyaman dan  saling memberi manfaat.

Tamat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun