Sebuah legenda tentang juru masak yang termahsyur abad ini, setidaknya seluruh orang di kampungnya mengakui. Namanya Makaji, ia menjadi pujaan di kampungnya, setiap kenduri yang dihelat harus dipastikan ia yang memasak, kalau tidak maka rasa makanan tersebut akan berbeda dan tidak seenak seperti yang diharapkan. Namun, pada akhirnya Makaji dihadapkan pada 2 pilihan, yaitu menetap di kampung dan memantapkan diri sebagai juru masak terbaik atau pergi ke kota untuk hidup bersama anaknya mengingat usia yang sudah senja dan tidak ingin hidup sendiri di sisa hidupnya.
Setidaknya itulah garis besar cerita yang menjadi legenda, cerita ini tertuang dalam buku paket Bahasa Indonesia Kelas 11 kurikulum 2013. Para penyintas kurikulum 2013 pasti familiar dengan nama Makaji, selain diulas dalam pelajaran, cerita tersebut juga muncul di soal-soal ujian nasional Bahasa Indonesia. Namun, kita tidak pernah tahu siapa sebenarnya Makaji selain dari cerita tersebut.
Saya mencoba meniginterpretasikan Makaji sebagai juru masak terbaik yang ada di kampung saya. Namanya Rahayu, hampir setiap kenduri selalu ada campur tangannya dalam setiap masakan yang dihidangkan. Acara seperti nikahan, khitanan, hingga tahlilan, Rahayu selalu hadir sebagai juru masak. Masakannya mengundang decak kagum dan pujian dari setiap tamu undangan yang datang. Tidak heran jika pemilik acara selalu memakai jasa Rahayu sebagai juru masak.
Kemampuan Rahayu dalam meracik makanan sangat menakjubkan, bayangkan saja ia mampu mengubah acara tahlilan yang notabene merupakan acara duka menjadi wisata kuliner. Warga berbondong-bondong datang dari segala penjuru, selain untuk mendoakan almarhum juga ingin merasakan masakan Rahayu. Maklum saja, kesempatan ini tidak datang setiap hari, setidaknya selama 7 hari berturut-turut warga akan merasakan nikmatnya masakan dari Rahayu. Hal ini juga memberikan keuntungan bagi keluarga duka, karena banyak orang yang datang untuk mendoakan almarhum.
Mungkin kalian bertanya-tanya apa bedanya rasa soto ayam tahlilan? Jelas berbeda, Bung! Masakan ini dibuat oleh tangan Rahayu, warga rela berdesakan untuk mencicipinya. Bahkan semua warga berharap diundang jika mereka tahu ada acara kenduri yang memakai jasa Rahayu sebagai juru masaknya.
Ketika musim pernikahan tiba, tepatnya setelah hari raya idul fitri dan idul adha, Rahayu menjadi orang yang paling sibuk di kampung. Bagaimana tidak, jadwalnya sudah padat dengan ajakan tetangga yang ingin melangsungkan pernikahan. Mereka tidak ingin acara pernikahannya menjadi bahan gunjingan orang karena rasa makanan yang kurang enak. Warga rela berunding untuk menentukan tanggal pernikahan, bahkan memundurkan hari bahagia agar dapat memakai jasa Rahayu.Â
Memang sungguh dahsyat pengaruh dari Rahayu dalam skena perkendurian di kampung saya. Tidak berlebihan jika saya menyebut beliau sebagai Makaji dari kampung tempat saya tinggal. Namun sama halnya dengan Makaji, Rahayu tidak memiliki regenerasi yang mumpuni. Anak-anaknya tidak memiliki kemampuan yang sama handalnya dengan Rahayu, ia tentu berharap akan ada yang meneruskan dinastinya mengingat usia yang semakin senja.
Namun, mari kita apresiasi sebesar-besarnya kepada Rahayu, berkat kemampuan memasaknya, ia sudah menyelamatkan banyak muka karena rasa masakannya mampu memberi warna pada acara kenduri yang monoton. Saya juga meyakini Rahayu bukan satu-satunya yang pantas disamakan dengan Makaji, setiap kampung pasti memiliki Makaji-nya sendiri. Jadi, siapakah Makaji di kampung mu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H