Mohon tunggu...
Benawati Suardihan
Benawati Suardihan Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger asal ngoceh di #fibeautyroom

Mencoba menulis (lagi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pondasi Kehidupan dari Sosok Ibu.

5 Desember 2020   22:38 Diperbarui: 5 Desember 2020   22:43 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Canva (design template kreativitas penulis) 

"Susah dikasih taunya, soalnya udah gak punya ibu"
Kata - kata menohok diatas saya telan dengan pahit saat itu.

Saya, yang saat itu seorang perempuan berumur awal dua puluhan ditinggalkan selamanya oleh sosok ibu yang berpulang ke Yang Maha Kuasa. Betapa saya kehilangan sosoknya. Terlebih cara beliau mendidik yang membuat kedua anaknya sangat dekat dengannya. Cara didik beliau pula lah yang membuat saya dan adik saya bertahan walau setelah beliau meninggal hidup kami sempat hidup terlunta - lunta. Saya yang baru setahun lulus dan bekerja tiba - tiba harus menghidupi adik saya yang baru kuliah tahun pertama. Tak punya tempat tinggal karena satu dan hal lainnya, sambil berusaha keras menghidupi diri. Saling melindungi satu sama lain ditambah masih merasakan kesedihan yang mendalam. Jika karena bukan hasil didikan beliau, tak ayal saya dan adik saya bisa jatuh ke lubang nestapa.

Beliau (mama), seperti manusia lainnya bukan sosok yang sempurna. Tapi dibalik ketidaksempurnaan perannya sebagai sekolah pertama tak terlupa. Bukan sekolah dalam konteks ilmu pengetahuan. Walau beliau memang seorang yang berprofesi sebagai pendidik. Bagi saya dia adalah guru terbaik soal kehidupan. Pegangan terbaik anaknya untuk melanjutkan hidup saat beliau telah berpulang sekalipun. Prinsip - prinsip yang beliau terapkan selalu terbawa. Hingga bahkan saat saya sekarang sudah menjadi sosok ibu.

Saya pun tak sempurna. Sebagai seorang ibu, banyak hal yang saya tidak mampu untuk menerapkan. Tapi, sebisa mungkin pelajaran tentang kehidupan yang beliau ajarkan saya terapkan kembali dalam proses mendidik anak saya. Inilah beberapa poin yang saya coba terapkan pada anak sesuai jamannya yang saya adopsi dari prinsip kehidupan mama saya.

"Agama, etika, dan kasih adalah pondasi pertama"

Ibu adalah sekolah pertama dan utama bagi anak - anaknya. Menanamkan nilai agama sebagai pegangan dan sandaran hidup wajib untuk diajarkan sesuai dengan kepercayaan tiap keluarga. Sedangkan etika membuat pribadi seseorang mempunyai sopan santun dan tenggang rasa. Kasih sayang yang diberikan orang tua memberikan kenyamanan, merasa dihargai dan rasa percaya diri pada anak. Pondasi ini saya terapkan pada anak saya dengan penuh perjuangan.

"Setiap anak adalah individu yang berbeda".

Sikap yang sungguh sangat sulit diterapkan oleh tiap orang tua. Kecenderungan memihak anak dengan sikap dan sifat bawaan yang sama dengan orang tua adalah hal yang perlu perjuangan untuk dihindari. Tapi jika kita sebagai orang tua tidak suka dibandingkan. Secara sederhana, itu pulalah yang anak ingin orang tua pahami. Saya sebagai orang tua masih terus belajar.

"Disiplinkan anak dengan membentuk kebiasaan sehari - hari"

Saya punya kenangan unik soal ini dengan mama saya. Dalam ingatan saya dari sebelum saya masuk TK, mama membiasakan untuk menggosok gigi sebelum tidur. Walau mata terpejam saya tetap harus gosok gigi, tak jarang mama yang menggosokan sambil saya terkantuk - kantuk. Tanpa disadari, kebiasaan ini terbawa sampai dengan dewasa. Walau rasa kantuk luar biasa melanda, saya tidak pernah bisa tidur jika tidak menggosok gigi dulu. Hal sederhana. Tapi mengajarkan kedisiplinan dalam keseharian. Penerapan yang sama saya ajarkan pada anak saya sekarang. Walau ternyata soal sikat gigi sebelum tidur ini, anak saya nampaknya lebih mudah dibiasakan dibanding ibunya dahulu. 

"Semangat juang harus tinggi, jika positif dukunglah, jika negatif kenalkan pada konsekuensi. Namun, rasa syukur harus luas."

Mama saya mengajarkan anaknya untuk kompetitif tapi rasional terhadap keadaan. Bisa bersyukur atas apapun yang diperjuangkan, bagaimanapun hasilnya. Beliau juga senantiasa mendukung, mendengarkan keinginan dan keluh kesah anak hingga selesai. Kemudian mengajak berdiskusi. Tidak memaksa keinginan sebagai orang tua karena merasa lebih tau. Tapi mengenalkan pada konsekuensi. Maka anak akan mengambil keputusan yang terbaik, tidak terpaksa dan lebih terbuka nantinya karena merasa dihargai dan dipercaya.

"Jadi ibu bukan berarti meninggalkan jati diri". 

Sekarang saya mengerti. Terkadang pengorbanan wanita sebagai seorang ibu justru mengesampingkan jati diri. Kini pesan itu saya jalankan, tanggung jawab sebagai ibu tidak berarti saya harus tidak memperdulikan diri sendiri. Karena peduli pada diri sendiri adalah bentuk peduli pada keluarga.

Mama saya memang sudah meninggal, tapi bukan berarti tidak ada yang beliau ajarkan. Nyatanya sikap dan prinsip saya untuk menelaah setiap nasihat orang lain selepas mama saya meninggal adalah salah satu prinsip hidup yang beliau ajarkan. When it feels wrong, don't do it. Walau dimata orang lain nasihat yang diberikan adalah yang paling tepat untuk saya lakukan, tapi ternyata nurani saya merasa tidak tepat. Bukan berarti bebal.

Masih banyak nasihat dan pesan beliau soal kehidupan yang membuat saya tetap survive. Tapi saat ini, di periode waktu ini pesan dan nasihatnya tentang menjadi seorang ibu inilah yang terus menerus saya ingat setiap waktu. Karena sekarang saya adalah seorang ibu. Walau ternyata tidak mudah mengadaptasi prinsip beliau. Tapi hal positif memang selalu penuh perjuangan. 

Terima kasih ma, kami anakmu sekarang baik - baik saja.

Karena kasih sayang ibu tak terbantahkan waktu. 

Pondasi darimu adalah bukti kasih sayang mu.

Ilustrasi : Canva (design template kreativitas penulis) 
Ilustrasi : Canva (design template kreativitas penulis) 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun