"Melahirkan dengan BPJS Kesehatan dipersulit ah!"
Segelintir orang mengungkapkan pada saya keluhannya, saat saya bercerita akan menggunakan BPJS Kesehatan untuk melahirkan.
"Oh, begitu yah... Pikir saya."
Sebetulnya bukan pertama kali saya akan menggunakan BPJS Kesehatan untuk pelayanan kesehatan saya. Sedikit memaparkan background, saya lahir dari ibu pegawai negeri sipil, kala itu ASKES yang merupakan cikal bakal BPJS Kesehatan jadi fasilitas pembiayaan. Sejak lahir, sampai dewasa dalam tanggungan ASKES, saya berkali - kali masuk rumah sakit dan setahu saya almarhum ibu saya menggunakan ASKES untuk pembiayaannya. Dipersulit? Tenaga Kesehatan jutek? Tidak tuh! Asal sesuai prosedur. Yah kalau tidak ikut prosedur, pasti repot sendiri.
Kemudian ASKES bertranformasi menjadi BPJS Kesehatan. Sekarang, tidak hanya dinikmati oleh para pegawai negara bak negeri maupun militer, namun SELURUH RAKYAT INDONESIA. Yang mampu? berpenghasilan? Ya bayar iuran. Yang tidak mampu? Ditanggung negara! Tapi tetap, layaknya masih jaman ASKES,prosedurnya harus diikuti.
Jadi ketika akan saya menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan dengan iuran dari penghasilan, ya saya ikuti prosedur. Bayar iuran tepat waktu, daftar di faskes terdekat dengan domisili, ketika akan pindah faskes tingkat pertama harus ada jeda waktu, mengikuti segala petunjuk dan ketentuan. Mudah kok, gak dipersulit. Kadang karena kurang suka mengikuti prosedur lah yg membuat rasanya dipersulit. Padahal yang mempersulit dirinya sendiri.
Jadi, ketika hamil saya memang berencana untuk menggunakan fasilitas pembiayaan BPJS Kesehatan jikalau memang harus Caesar. Karenanya saya mulai mencari informasi bahkan dari sebelum hamil.
Yang pertama saya lakukan saat itu adalah memastikan kelas BPJS Kesehatan saya. Karena BPJS Kesehatan saya status pembayarannya PPU (Pekerja Penerima Upah) yang iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja dari penghasilan dengan presentase tertentu. Saat itu pihak HRD mengkonfirmasi bahwa kelas BPJS Kesehatan saya adalah kelas 2. Setelah itu saya meminta perpindahan faskes 1 ke lokasi yang lebih dekat dengan rumah. Dibantu oleh HRD, semuanya lancar.
Pada saat hamil, pemeriksaan pertama saya kebetulan tanpa menggunakan BPJS Kesehatan di rumah sakit. Setelah berdiskusi dengan dokter spesialis kandungan tentang keadaan fisik saya dan rencana saya untuk menggunakan BPJS kesehatan jika melahirkan caesar, maka dokter menyarankan saya untuk juga melakukan pemeriksaan di bidan faskes 1 saya.
Singkat cerita, pemeriksaan di faskes 1 dilakukan oleh bidan. Saya menjelaskan bahwa saya menderita skoliosis dan pernah mengalami masalah fisik karenanya beberapa tahun sebelumnya hingga harus dilakukan fisioterapi intensif. Akhirnya, bidan memberikan rujukan ke faskes lanjutan, di faskes pertama kita oleh bidan diberikan pilihan faskes lanjutan dari faskes tersebut. Tentu saja saya memilih RSIA tempat dokter kandungan saya berdinas. Prosedur di faskes lanjutan juga tidak ribet kok yang pasti mau antri dan persyaratan berupa kartu BPJS dan surat rujukan sudah lengkap beserta copy nya.
Ketika pemeriksaan, karena saya ada kasus skoliosis, dan dokter kandungan yg awalnya optimis bisa normal setelah melihat hasil rontgen terakhir saya dan riwayat medis akhirnya merujuk ke spesialis ortopedi di RS tersebut untuk memastikan kondisi saya. Ke dua konsultasi di dokter spesialis yang saya sebutkan di cover oleh BPJS Kesehatan. Dan akhirnya saya caesar terencana karena faktor penyulit.