Bukankah Kita Setuju untuk Diatur-atur?
Tetapi tunggu: bukankah pada hakekatnya kita adalah pemerintah itu sendiri? Â Setidaknya, di dalam demokrasi, sebagaimana dikatakan oleh para filsuf dahulu, kita sebagai anggota masyarakat telah bersepakat untuk patuh terhadap semua aturan pemerintah.Â
Pemerintah merupakan pengemban "kehendak umum" masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah sedang menjalankan kehendak dari kita sendiri sebagai masyarakat. Jadi ketika pemerintah menerapkan kekuasaannya terhadap kita, mereka sebetulnya sedang memaksa kita untuk menjadi bebas, dengan memaksa kita mengikuti kehendak umum, bukan sekedar mengikuti apa yang kita pikir merupakan kehendak semua orang. Â
"Kehendak umum selalu bersifat benar dan cenderung mengarah pada kebaikan umum; tetapi mesti dipahami bahwa tidak semua kehendak dan keinginan masyarakat memiliki nilai kebenaran yang setara. Ada perbedaan besar antara kehendak semua orang [the will of all] dengan kehendak umum [the general will]."
Lagipula, kamu tidak benar-benar tahu apa yang kamu inginkan sampai pemerintah yang menentukannya. Jadi ketika kamu melakukan apa yang ingin kamu lakukan tetapi kemudian ditangkap dan dipenjarakan oleh polisi, maka sebetulnya pemerintah sedang membuat kamu menjadi manusia bebas.Â
Kamu sedang ditipu jika kamu punya keinginan untuk melanggar peraturan pemerintah, dan polisi-polisi yang menangkap kamu sebetulnya sedang membantu kamu untuk menentukan apa yang benar-benar kamu inginkan.
Kamu terlalu bodoh dan kekanak-kanakan untuk tahu apa yang sebetulnya benar-benar kamu inginkan.
Mari kita mundur sedikit dan pelajari argumen utama para pembela mayoritarianisme. Entah bagaimana, melalui proses pemilu atau prosedur lainnya, kita bisa menentukan "kehendak masyarakat",meskipun ada beberapa orang yang tidak bersepakat (di setiap pemilu selalu ada pihak yang kalah). Orang-orang yang tidak bersepakat ini dipaksa untuk ikut suara mayoritas. Contohnya: mereka harus ikut aturan bahwa menghisap mariyuana itu termasuk tindakan kriminal, atau mereka dipaksa untukmembayar pajak demi membiayai program-program pemerintah yang tidak mereka sukai (misalnya kebijakan perang atau untuk memberikan subsidi pada kelompok-kelompok elit tertentu).Â
Sekelompok orang yang kebetulan mayoritas memilih untuk melarang X dan mewajibkan Y, atau memilih politisi yang berjanji untuk melarang X dan mewajibkan Y, dan kemudian kita bisa tahu "kehendak masyarakat". Jika ada orang yang masih menenggak bir atau menghisap mariyuana, atau menyembunyikan gaji mereka untuk menghindari pajak, maka orang tersebut tidak patuh terhadap kehendak masyarakat yang telah disepakati bersama.
Katakanlah ada sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk melarang penjualan produk minuman beralkohol dan kamu memutuskan untuk mendukung dan memilih politisi yang ingin menggolkan undang-undang tersebut.Â
Para pendukung mayoritarianisme akan setuju apabila saya katakan bahwa dengan memilih politisi tersebut di dalam pemilu, maka kamu sudah memberikan komitmenmu untuk patuh pada aturan anti-miras tersebut. Namun, bagaimana bila kamu tidak setuju pada undang-undang tersebut dan justru memilih politisi lain yang tidak ingin mengesahkan undang-undang itu?Â
Para pendukung mayoritarianisme akan mengatakan: karena kamu sudah berpartisipasi di dalam proses pemilu, maka mau tidak mau kamu juga harus menerima hasil akhir pemilu tersebut dengan sukarela. Lalu bagaimana bila kamu memilih untuk menjadi golput, tidak memilih menjadi anti maupun kontra terhadap undang-undang anti-miras? Menurut para mayoritarian, kamu tidak berhak untuk protes terhadap hasil akhir dari pemilu, karena toh kamu sudah menyia-nyiakan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pemilu itu sendiri oleh karena itu saat prosesnya boleh berbeda pandangan akan tetapi mari kita menghargai yan terpilih.
(HUBERTUS LAJONG, S.Pd )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H