Apa kamu masih ingat nilai tes IQ terakhirmu? Setujukah kamu jika IQ-lah yang menentukan kamu cerdas, utamanya dibidang matematika?
Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan sains yang akrab dengan julukannya mother of science. Istilah tersebut memang benar adanya jika melihat dari manfaat dan kegunaan matematika yang mencakup segala bidang keilmuan, baik ilmu umum bahkan hingga ilmu agama. Dalam praktiknya, matematika digunakan dalam segala ranah kehidupan masyarakat, mulai dari perhitungan sederhana contohnya dalam jual beli hingga perhitungan tingkat tinggi dalam ilmu astronomi dan lain sebagainya.
Karena sangat pentingnya matematika, tak heran jika matematika sudah diajarkan pada segala jenjang pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan pengenalan angka-angka dan perhitungan dasar juga sudah diajarkan pada pendidikan tingkat taman kanak-kanak. Pendapat Cornelus yang dikutip oleh Abdurrahman (1999) menyatakan beberapa alasan siswa perlu belajar matematika diantaranya, yaitu: 1) sarana untuk berpikir dengan logis dan jelas, 2) sarana dalam mengembangkan kekreatifitasan, 3) menyelesaikan masalah sehari-hari, 4) sarana dalam meningkatkan kesadaran berbudaya dan perkembangannya, 5) sarana dalam mengenal pola hubunan dan generalisasi pengalaman.
Keberhasilan belajar matematika dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa, sebagai contoh ialah minat, bakat, kecerdasan, serta motivasi. Tolok ukur cerdas selama ini selalu identik dengan taraf inteligensi yang tinggi.
Noer Rohmah (2018) menyatakan bahwa  Intellegence Quotient (IQ) merupakan kemampuan manusia dalam merespon dan mengenal science melalui biologi, fisika, kimia, dan matematika. Saat ini IQ masih menjadi primadona yang dibangga-banggakan di masyarakat. Umumnya, masyarakat mengasumsikan bahwa seseorang dapat mencapai prestasi yang tinggi jika memiliki IQ tinggi, karena dapat menjadikan siswa mudah dalam belajar serta mendapatkan hasil belajar yang baik. Namun kenyataannya, tak jarang siswa dengan kecerdasan intelegensi tinggi tidak dapat meraih prestasi belajar yang baik. Bahkan sebaliknya, walau memiliki intelegensi rendah siswa dapat meraih prestasi belajar yang baik di sekolah.
Kecerdasan manusia tak terbatas pada IQ saja. Goleman menyatakan bahwa kontribusi kecerdasan intelektual hanya sebesar 20%. Terdapat kecerdasan lain yang lebih kompleks dalam diri manusia yang dikenal dengan istilah Multiple Intelligence atau kecerdasan majmuk. Dalam istilah yang diperkenalkan Gardner (2003) tersebut mencakup berbagai kecerdasan, termasuk IQ, EQ, dan SQ.
Emotional Quotient (EQ) merupakan kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam mengatur dan mengendalikan emosi dalam diri sehingga dapat mengenali dan mengendalikan perasaan yang ada dalam diri dan yang dirasakan orang lain. Noviana dalam skipsinya berpendapat bahwa 75% kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.
Spiritual Quotient (SQ) tak terbatas pada agama saja. Spiritual Quotient (SQ) merupakan kecerdasan yang ada di dalam jiwa manusia dan mangarahkan pada nilai kebenaran. Zohar (2010) menyatakan kecerdasan tertinggi adalah kecerdasan spiritual. Dengan kecerdasan spiritual maka seluruh kecerdasan lain dalam diri seseorang dapat terintegtasi.
Melalui kecerdasan spiritual seseorang dapat menyelesaikan masalah dengan lebih bermakna dan bernilai, dapat mamahami hidup dan perilaku baik diri sendiri maupun orang lain dengan lebih bermakna, luas, dan lebih bernilai. Sehingga, siswa yang memiliki kecerdasan spiritual mampu memberikan makna positif dan rasa moral dalam pembelajaran serta menjadikan siswa tersebut kreatif. Selain itu, siswa juga berorientasi pada proses yang baik, tidak hanya pada hasil akhirnya.
Siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang baik menjadikan siswa semangat dalam belajar dan mempunyai motivasi belajar. Selain itu, siswa juga lebih memerhatikan pembelajaran dan mudah berkonsentrasi dalam memahami pembelajaran matematika yang tentu membutuhkan tingkat penalaran dan logika lebih tinggi dibandingkan pada mata pelajaran yang lain.
Ketiga kecerdasan tersebut sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika. Tanpa kecerdasan intelegensi siswa akan kesulitan dalam memahami matematika yang memiliki tingkat penalaran tinggi. Tanpa kecerdasan emosional siswa akan kesulitan mengontrol diri dan malas dalam belajar matematika. Sedangkan jika tidak memilki kecerdasam spiritual siswa akan menganggap pembelajaran matematika sepele, tidak memperhatikan, dan hanya berorientasi pada hasilnya saja.
Dapat disimpulkan, bahwa ketiga kecerdasan tersebut saling bergantung dan mempengaruhi. Penguasaan matematika yang tinggi, sangat mempengaruhi prestasi di bidang lainnya. Sehingga sinergi antara kecerdasan intelegensi, emisional, dan spiritual sangat dibutuhkan dalam belajar matematika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H