retorika harapanÂ
dalam memaknai harapan, manusia terlalu berharap penuh pada duniaÂ
yang selalu mencoba melukiskan warna pada hidup yang terlanjur pekat
semua yang awalnya putih bagai kertas kosong, kini berubah kelam  menjadi kelabu yang begitu pekat,
dan benar adanya, terlalu sulit kalau hanya sekedar menemukan cerah, meski setitik bayang putih sekalipun,
lalu dengan sebab ego kebodohan tetap saja menjadi buta meraba-raba dalam kegelapan,
lalu percaya dengan harapan yang sia sia dan pantas saja kata penyesalan selalu membekas dalam jiwa.
di derasnya hujan membasahi bumi, ku selipkan seutas harapan dari dalam lubuk hati yang mendalam..
dan teruntukmu yang selalu ada luangkan waktumu sebentar saja
untukmu yang selalu aku prioritaskan,Â
 aku tidak menerima luka dan aku suka untuk memintamu selalu ada.
dan pada malam yang begitu pekat aku suka warna hitam yang begitu gelapÂ
aku suka sepi dan aku suka sunyi yang selalu senyap..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H