“Tahukah kau, bahwa selama ini aku bingung akan desakan dari semua pihak. Tahukah kau bahwa akupun bingung dengan apa yang kurasakan. Setiap aku berhasil menjaga jarak denganmu maka akan ada pancingan dari luar yang memaksa namamu masuk dalam benakku. Entah untuk melindungimu dari laki-laki lain yang sekedar iseng, ataukah hanya menjalankan tugasku sebagai laki-laki yang menjaga perempuan. Tapi yang jelas ada namamu terngiang di pikiranku.”
Jika kau menyela, “Lantas apa kah kini kau mengalami apa yang disebut ‘perasaan itu’?”
Kan ku jawab,” entahlah. Seumur hidup tak pernah sedikitpun aku mencoba bertualang dalah ranah yang seperti itu, mestinya kau lebih tahu, bukankah kau pernah mengalaminya.maaf, bukan maksudku menyinggung masa lalumu.”
“tapi secara statistik, semestinya bukan kau yang menjadi paling ideal saat ini. Tidak semua kriteria ideal
bisa kau penuhi. Ataukah....astaghfirullah...sampai kapan aku mau sadar untuk menerima setiap insan apa adanya. Tidak-tidak-tidak. Yang kumaksudkan dalam PEMBICARAAN KITA SEDARI TADI adalah, aku ingin tahu apakah memang kau insan yang Tuhan berikan untuk ada di sampingku, ataukah kau adalah Insan yang tuhan titipkan untuk membuatku jadi lebih dewasa.”
“MAKA DARI ITU, aku membuatkanmu masa jenuh yang sejenuh-jenuhnya. Masa sulit yang sesulit-sulitnya, untuk membuktikan apakah kau mampu melewatinya sekaligus membuktikan apakah hatiku tergerak untuk membimbingmu labih jauh. Maka dari itu aku selalu ingin lihat seberapa besar kah kepedulianmu menanggapi semua yang kuberikan padamu baik yang menyenangkan maupun yang menyulitkan. Kemudian aku pun ingin tahu seberapa PERSISTEN-kah usahamu untuk menanyakan kenapa aku melakukan ini tidak ke orang lain, mengapa hanya padamu.
“maka inilah alasannya, meskipun semua berjalan lancar beberapa tahun kedepan dan kita bisa bertemu lagi dalam suatu momen tapi tetap ada SUATU KATA RAGU, RAGU YANG HARUS KAU JAWAB. Apakah dirimu, keluargamu, dan orang-orang di sekitarmu bisa menerima apa yang aku punya. Aku tak punya latar belakang apa-apa yang bisa kau banggakan ke teman-teman lamamu.
Untuk latar belakang ekonomi, dulu aku kadang harus bekerja sambilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apa yang dimiliki keluargaku tak sebanding dengan keluargamu.
Untuk latar belakang status sosial, ibu dan ayahku hanya warga biasa, mereka bukan orang yang harus dikenal orang-orang sekota.
latar belakang keluargaku sangat multikultur. Sanggupkah kau bertahan? Tidak-tidak-tidak.bukan hanya engkau, tapi pikirkan juga tekanan dari orang-orang sekelilingmu.
Sekarang masih Beranikah kau melewati semua itu, masih beranikah kau bertahan dengan semua ini?
Maka beranikah kau menyayangi aku?
Love me if you dare
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H