Mohon tunggu...
Wurry Agus Parluten
Wurry Agus Parluten Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Ayah dan Suami.

Pernah menjadi Penulis Skenario, Pembuat Film Indie, Penulis (jadi-jadian), Pembaca, (semacam) Petani, (semacam) Satpam. Sekarang gemar dengan #tagar atau #hashtag guna mengisi sisa hidup.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Punk Dulmuluk

4 Juli 2022   09:00 Diperbarui: 4 Juli 2022   09:03 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Majalah HAI, band Prabumulih "Warrior".

Menelaah tentang kata "punk", maka pikiran saya langsung tertuju ke musik yang terkenal dengan kebiasaan anarkis. Acuan saya terarah ke band "Sex Pistols", yang secara nama saja sudah cukup menggelitik. Musik jenis ini cenderung begitu-begitu saja, namun liriknya yang sering menjadi sorotan, terutama pada bagian kritis (katanya, lho).

Secara rasa, musik ini memang kasar. Mewakili kemarahan, kemurkaan, pemikiran kritis, dsb dari pembuat lirik. Ini yang istimewa dari punk, karena bisa menjadi salah satu cara untuk berkarya. Mungkin maksudnya, daripada tindakan anarkis malah merusak fasilitas umum (misal), mending bikin lirik lagu punk agar yang dikritisi tahu apa yang benar-benar diinginkan. 

Awal-awal saya kenal punk justru bukan dari band Inggris Sex Pistols, tapi dari band Amerika Serikat, "Green Day". Zaman itu kalau mahir memainkan lagu "basketcase", udah berasa mantab-lah. Tapi seiring berjalannya waktu, (konon) Green Day pun sudah bergeser dari yang tadinya punk, saat ini cenderung lebih ke "rock". Barangkali ini ada pengaruh-nya dengan usia yang  bertambah tua, sehingga Green Day cenderung mengaplikasikan lirik menyesuaikan kenyataan hidup. 

Seperti yang terlihat di Wikipedia, eksplorasi musik Green Day nggak melulu soal punk. Ada "pop punk", "alternative rock", lalu "power pop", dan "skate punk". Apakah Green Day masih layak disebut punk? Bagi yang fanatik akan punk murni seperti Sex Pistols, mungkin Green Day dianggap cemen. Sebab buat mereka, punk memang diperuntukkan bagi mereka yang anarkis, layaknya "Hooliganism" yang suka ngamuk-ngamuk pada pertandingan bola. Tapi bagi saya pribadi, Green Day adalah penerus dunia punk yang lebih soft dan bisa beradaptasi dengan zaman.

Sex Pistols berdiri tahun 1975, alias zaman ABG versi "Angkatan Babe Gue". Sedangkan saya mengenal Green Day tahun 1994, lewat album "Dookie". Indonesia juga tak ketinggalan dengan munculnya band Netral lewat album  "Wa..lah" (1995). Sama dengan Green Day, Netral pun (saya rasa) sudah bukan lagi disebut sebagai band punk murni. Netral (yang sekarang jadi NTRL) ialah band rock dengan basic musik punk. Mereka juga meng-eksplorasi berbagai musik untuk kemudian dipadu dengan basic punk itu tadi. Jadinya memang keren, membuktikan bahwa sebuah band dengan aliran seperti NTRL bisa bertahan mengikuti perkembangan zaman.

Jika membandingkan antara Sex Pistols dan Green Day, saya kok jadi merasa bahwa Angkatan Babe Gue itu cenderung lebih keras kepala ketimbang generasi kami. Sex Pistols yang punya semangat anarkis, seakan tak mentolerir adanya ekplorasi dari band itu terhadap perkembangan musik.

Katakanlah Johnny Rotten, dia lebih baik membuat band baru bernama "Public Image Ltd", demi sebuah eksplorasi pasca hebohnya punk, atau disebut dengan "post-punk". Mereka tetap jaim (jaga image) bahwa punk murni itu adalah Sex Pistols, yang (bahkan) berani melawan terhadap sistem, dalam hal ini lewat poster art Ratu Elizabeth. Agak-agak mirip dengan Mr.Bean, tapi yang ini lewat musik. Berbeda dengan James Bond, yang secara karakter memang dibuat mengabdi ke Ratu (MI6).

Maka dari pandangan di atas saya berkesimpulan, bahwa sejatinya orang zaman dulu itu lebih kacau dan rusak ketimbang generasi saya. 

Sex Pistols memang membentuk image bahwa mereka anarkis, dan mereka tak masalah dengan itu. Konsep itu bukan hanya dipakai di musik, namun juga pakaian. Sex Pistols cenderung kelam, kumuh, kotor, dan berandalan. Sedangkan Green Day, cenderung masih berwarna dan enak dipandang mata. Artinya kekritisan di zaman dulu yang arogan itu mulai menjadi soft, meskipun sebenarnya sama-sama kritis.

Jika sepakat dengan pandangan saya, berarti jadi aneh, kan? Kok bisa (sebagian) kaum tua menganggap bahwa generasi sekarang lebih amburadul ketimbang generasi dulu? Apakah dunia ini semakin kacau, atau bagaimana? Atau mereka terlalu lambat berfikirnya di tengah kecepatan teknologi yang saya sendiri kewalahan? Kecenderungan selalu begitu, lho. Gaya penuturan tentang hidup, diarahkan ke masa-masa dulu yang (konon) katanya indah. Agak lucu memang, sebab sampai sekarang tak ada yang namanya mesin waktu untuk kembali ke masa lalu.

Secara nama saja, Sex Pistols dan Green Day sudah beda terkait rasa. Yang Inggris berkesan pornografi, yang Amerika Serikat malah ada poin penghijauan. Green Day pun lebih layak jika dihubungkan dengan isu "Green Economy" yang lagi tren pasca Paris Agreement (2015). Sedangkan Sex Pistols, mau diarahkan kemana, orang secara definisi saja kasar. Bisa berasa, kan. Bahwa generasi tahun 1975-an tuh lebih "ngeres" otaknya.

Dalam sebuah pengajuan, saya pun berusaha memadukan "punk rock" dan tema "kearifan lokal". Ini pun ada kaitan saat beberapa tahun lalu saya ikut tim penelaah UU no.33 tahun 2009. Namanya "Punk Dulmuluk", dimana kata "Dulmuluk" mengacu pada kesenian tradisional (teater) yang menjadi ciri khas kami di Sumatera Selatan.

Meskipun pada akhirnya ditolak, saya tak berkecil hati. Via Twitter saya coba membuat tagar #PunkDulmuluk, dengan maksud agar generasi sekarang (atau mungkin nanti) tahu bahwa perpaduan elemen musik dan teater bisa masuk akal. Kalau ditanya, bagaimana caranya? Ini dia, nih.

Saya kasih contoh karya paling melegenda di Sumsel yang jadi lagu wajib para jomblo, judulnya "kaos lampu". Pernah nggak, terfikir bahwa lagu yang terkenal dengan lirik "bujang buntu" itu dibawakan dengan musik punk? Musiknya bernuansa cepat dan keras, sound gitarnya kasar, vokalisnya benar-benar jomblo akut, yang kalau teriak "bujang buntuuu", benar-benar mewakili perasaan hati terdalam. Bisa dibuat komposisi di awal-awal santai kayak duet maut Sahilin dan Siti Rohmah, tapi di bagian tertentu melaju kencang bak NTRL menyanyikan lagu "Wa..lah". Hmmm... Seru juga, ya?

Video klip band Punk Dulmuluk ini dibuat benar-benar bergaya pop art, yang dicampur dengan elemen tradisional. Misal, ada adegan rombongan Punk Dulmuluk naik "kuda dulmuluk" (tau, kan?) terus mengacungkan pedang sambil teriak, "bujang buntuuu". Ini asyik lagi, kita bukan hanya mengekspresikan seni ala-ala anak sekarang yang positif Covid (eh salah), positif jomblo maksudnya. Tapi kita juga melestarikan budaya yang sesuai dengan kearifan lokal itu tadi. Bisa dibayangkan, jika dalam satu video klip tokoh-tokoh legenda Sumsel nongol kayak lagu Chrisye, "cintaku", termasuk sang maestro Wak Pet. Asyik, nih.

Punk Dulmuluk ini adalah jembatan bagi generasi tua ke generasi muda pasca pandemi, kalo emang benar pandemi sudah berakhir. Jadi perbedaan pola pikir kayak "Sex Pistols" dan "Green Day" tadi bisa diminimalisir. Nggak ada lagi yang namanya generasi sekarang lebih payah, terus generasi dulu baik semua. Ya, iyalah. Orang kalau udah tua bawa-annya pengen baik, bukan jadi nggak bener. Nggak ada lagi juga generasi muda yang menganggap bahwa yang tua-tua itu kolot, alias ketinggalan zaman. Dan yang paling penting, gak ada yang benar, gak ada yang salah. Bukan Benar-Salah. 

Kecuali bagi siapa-siapa yang melanggar hukum dan ketentuan Tuhan. Itu lain lagi.

=====

(26-29 Juni 2022)

-----

Sumber Foto: Majalah HAI, band Prabumulih "Warrior".

https://mobile.twitter.com/HaiMagazine/status/1389929593776361475

----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun