Mohon tunggu...
Arzetty Tita Rullyandini
Arzetty Tita Rullyandini Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Sunan Ampel Surabaya

Seorang mahasiswa program studi Sastra Indonesia. Memiliki hobi membaca dan mendengarkan musik. Suka sekali pada makanan maupun minuman yang dominan berbahan coklat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Lunturnya Multikulturalisme yang Terkandung dalam Penceritaan Karya Sastra

10 Desember 2024   18:26 Diperbarui: 10 Desember 2024   18:26 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Perkembangan teknologi yang kian pesat menghasilkan sebuah dampak yang baik dan buruk. Dampak baiknya kita dapat dengan mudah berinteraksi dari negara satu ke negara lainnya. Segala informasi yang ada di dunia ini akan dengan cepat tersampaikan dan kita ketahui. Di samping itu, penggunaan teknologi seperti ponsel misalnya memberikan rasa candu terhadap pemakainya. Ditambah lagi dengan adanya aplikasi-aplikasi yang tercipta dan mulai digunakan oleh semua kalangan. Hal tersebut termasuk salah satu contoh dampak buruk yang ditimbulkan dari pesatnya perkembangan teknologi.

            Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Mereka akan membutuhkan manusia lainnya untuk menjalani kehidupan ini. Kebutuhan itu akan terlaksana jika ada interaksi di dalamnya. Interaksi tercipta dari komunikasi yang baik. Penggunaan bahasa, gestur tubuh, maupun karakter yang kita tampakkan. Jika dahulu interaksi terjalin lewat perjamuan maupun perkumpulan kecil yang diadakan. Masa sekarang dapat diamati bahwa hal tersebut mulai memudar. Mereka lebih suka berdiam diri di kamar, bermain ponsel atau komputer.

            Seperti pada cerpen karya Joko Pinurbo yang berjudul Perjamuan Petang bersama Keluarga Khong Guang yang mengangkat isu bagaimana teknologi mulai mendinginkan kehangatan keluarga. Isu tersebut dituangkan oleh Jokpin dengan mengambil tokoh Nyonya Khong Guan sebagai perantara untuk menyampaikan. Bermula ketika Nyonya membuka sesi curhat. Ia prihatin terhadap fenomema teknologi mulai menguasai dunia, ponsel misalnya. 

Semua keluarganya sibuk dengan ponselnya masing-masing. Mereka bahkan memilih untuk menyampaikan pesan melalui ponsel alih-alih menemui langsung padahal sama-sama sedang berada di rumah.

            Hal tersebut dapat memberikan jawaban mengapa Nyonya Khong Guan mengadakan perjamuan keluarga di setiap petang. Ia ingin mempertahankan tradisi tersebut sekurang-kurangnya sepekan sekali. Nyonya berharap kehangatan akan selalu tercipta dalam keluarganya. Ia tidak hanya mengadakan untuk keluarga inti saja, namun juga keluarga besar diundangnya. Dengan itu, tali silaturahmi dalam keluarga akan terjalin. Kejahatan teknologi yang berkembang pesat akan terperangi.

            Di samping itu semua, teknologi juga memberikan dampak buruk terhadap hilangnya sebuah tradisi. Tradisi sendiri adalah kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun kepada setiap generasi agar tidak hilang. Namun, secara perlahan teknologi yang berkembang kian pesat menggeser kebudayaan yang sudah ada. Salah satu contoh tradisi yang terkena dampaknya adalah permainan anak-anak. Permainan jadul seperti petak umpet, gobak sodor, bola bekel, kelereng, dan lain sebagainya mulai tergantikan dengan game online yang tersedia di ponsel maupun komputer.

            Isu ini diangkat oleh salah satu cerpen yang berjudul Mencoba Mentradisikan Tradisi Lama karya dari Nur Hasan. Cerpen jebolan Kompas tersebut berhasil memberikan gambaran isu yang terjadi pada anak-anak seusia remaja yang mulai teracuni teknologi. Digambarkan lewat tokoh Gatan, seorang remaja yang bisa dibilang termasuk Gen Alpha. Gatan yang tumbuh ketika teknologi sedang pesatnya berkembang. 

Dibuktikan dengan komputer gaming yang ia miliki, ponsel yang semakin canggih, maupun adanya robot sebagai pengganti pramusaji. Semua kehidupan yang ia lakukan selalu berdampingan dengan teknologi dan ia membutuhkannya.

            Gatan sendiri sadar akan hal itu dan mulai penasaran. Apa permainan yang dimainkan oleh anak-anak seusia mereka pada zaman dahulu?. Gatan yang menyampaikan rasa penasarannya itu kepada teman-temannya dan mulai mencari tahu. Mereka berlima pun membuat internet sebagai alat pencariannya. 

Mereka mulai melihatnya satu persatu dan tertarik terhadap permainan yang disajikan dalam video. Mereka ingin memainkannya dan berniat untuk menghidupkan kembali tradisi permainan tersebut.

            Fenomena-fenomena di atas tentu saja dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Mencerminkan nilai-nilai dari Multikulturalisme yang perlahan hilang. Multikulturalisme sendiri ialah sebuah ideologi yang melihat adanya satu perbedaan budaya sebagai keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, di balik perbedaan tersebut, mereka tidak memerangi satu sama lain melainkan saling menghargai dan menerima perbedaan itu sebagai suatu keberagaman budaya.

            Multikulturalisme menjadi sebuah topik yang akan selalu ada di kehidupan kita apalagi negara Indonesia yang memiliki keberagaman ras, suku, maupun budaya yang ada. Nilai-nilai yang terkandung dalam Multikulturalisme juga harus kita pertahankan. Karya sastra dipercaya sebagai cerminan dari lingkungan maupun masyarakat itu sendiri. Di sini penulis ingin menyelipkan sebuah pesan menggunakan karya sastra sebagai medianya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun