Penulis       : Aris Prio Agus Santoso, S.H., M.H.
Tahun Terbit  : 2022
Peneribit      : PUSTAKABARUPRESS
Tebal         : 112 Halaman
Nomor ISBN Â : 978-602-376-675-8
Â
BAB 1: PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN SOSIOLOGI HUKUM
Menurut sejarah sosiologi hukum diperkenalkan pertama kali pada tahun 1882 oleh Anzilotti yang berasal dari Itali. Definisi sosiologi hukum dikemukakan oleh beberapa pendapat para ahli yakni:
1. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa Sosiologi hukum ialah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisa atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala lainnya.
2. Satjipto Raharjo menjelaskan bahwa sosiologi hukum (sociology of law) Adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosial.
3. R. Otje Salman mengatakan bahwa sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
4. Hart H.L.A tidak secara langsung menjelaskan definisi mengenai sosiologi hukum. Namun, pendapatnya memiliki aspek terhadap sosiologi hukum. Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusat kan kepada kewajiban tertentu di dalam gejala hukum Yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurutnya Inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama dan aturan tambahan. Aturan tambahan terdiri atas:
a. Â Rules of recognition, yaitu Aturan yang menjelaskan aturan utama yang diperlukan berdasarkan hierarki urutannya.
b. Rules of change, yaitu Aturan yang mensahkan adanya aturan utama yang baru.
c. Rules kd adjudication, yaitu Aturan yang memberikan hak hak kepada orang perorangan untuk menentukan sanksi hukum dari suatu peristiwa tertentu apabila suatu aturan utama dilanggar oleh warga masyarakat.
Di dalam buku ini penulis juga menjelaskan bahwa Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis. Sosiologi hukum membahas mengenai hubungan antara masyarakat dan hukum, mempelajari secara analitis dan empiris pengaruh timbal balik antara hukum dengan gejala sosial lainnya.
B. MANFAAT/KEGUNAAN SOSIOLOGI HUKUM
Kegunaan sosiologi hukum praktis bagi praktisi hukum yaitu sebagai berikut:
1. Kegunaan dalam menggunakan konkritisasi terhadap kaidah kaidah hukum tertulis yakni kaidah hukum, pedoman hukum yang menunjuk pada pengetahuan di luar ilmu hukum.
2. Dapat mengadakan konkritisasi terhadap pengertian pengertian hukum yang tidak jelas atau kurang jelas.
3. Dapat membentuk dan merumuskan kaidah hukum yang memiliki dasar sosial.
4. Mampu merumuskan RUU dengan bahasa hukum yang mudah dicerna.
C. RUANG LINGKUP SOSIOLOGI HUKUM
Ruang lingkup yaitu objek atau sasaran sosiologi hukum meliputi:
1. Pola-pola perikelakuan anggota masyarakat.
2. Kekuatan kekuatan apa yang dapat membentuk, menyebarluaskan atau bahkan merusak pola pola perilaku yang bersifat yuridis.
3. Hubungan timbal balik antara perubahan-perubahan dalam hukum dengan perubahan-perubahan sosial budaya.
Ruang lingkup sosiologi dalam buku ini mencakup 2 (dua) hal yakni:
1. Dasar-dasar sosial dari hukum
2. Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya.
D. ALIRAN/MAZHAB SOSIOLOGI HUKUM
1. Aliran Hukum Alam (Aristoteles, Aquinas, Grotnis)
Faktor yang relevan:
a. Hukum dan moral
b. Kepastian hukum dan keadilan yang dianggap sebagai tujuan dan syarat utama dari hukum.
2. Mahzab Formalisme
Faktor yang relevan:
a. Logika hukum
b. Fungsi keajegan dari hukum
c. Peranan formil dari penegak/ petuga/ pejabat hukum.
3. Mahzab kebudayaan dan sejarah
Faktor yang relevan:
a. Kerangka dari kebudayaan hukum, hubungan antara hukum dengan sitem nilai-nilai
b. Hukum dan perubahna-perubahan sosial.
4. Aliran Utiliatarinism dan Sociological Jurisprudence (Bentham, Ihering, Ehrlich, dan Pound)
Faktor yang relevan:
a. Konsekuensi sosial dari hukum
b. Penggunaan yang tidak wajar dari pembentukan undang-undang.
c. Klasifikasi tujuan dan kepentingan warga dan masyarakat serta tujuan sosial.
5. Aliran Sociological Jurisprudence dan Legal Realism (Ehrlich, Pound, Holmes, Llewellyn, Frank)
Faktor yang relevan:
a. Hukum sebagai mekanisme pengendalian sosial
b. Faktor politik dan kepentingan dalam hukum
c. Stratifikasi sosial dan hukum
d. Hubungan antara hukum tertulis/ resmi dengan kenyataan hukum/ hukum yang hidup
e. Hukum dan kebijaksanaan umum
f. Segi perikemanusiaan dari hukum
g. Studi tentang keputusan pengadilan dan pola perikelakuan (hakim).
BAB 2: TUJUAN HUKUM
1. Kepastian hukum
Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Kepastian hukum memiliki 2 (dua) sifat sebagai berikut:
a. Adanya paksaan dari luar yaitu sanksi dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan masyarakat dengan perantara alat-alatnya.
b. Sifat undang-undang yang berlaku bagi siapa saja.
2. Kemanfaatan hukum
Kemanfaatan hukum yaitu bertujuan untuk memberikan keamanan dan ketertipan serta menjamin adanya kesejahteraan yang diperoleh Masyarakat dari negara sebagai paying bermasyarakat. Dalam kemanfaatan hukum juga terdapat penganut mazhab utilitarianisme yang bertujuan untuk kemanfaatan bagi seluruh orang.
3. Keadilan hukum
Keadilan hukum merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan Sejarah filsafat hukum. Tidak dapat disangkal, bahwa peran dari pemerintah diperlukan dalam menegakan keadilan karena mempunyai peran yang penting untuk menciptakan system atau struktur sosial politik yang kondusif.
Keadilan hukum merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan filsafat hukum. Dan tidal dapat disangkal, bahwa peran dari pemerintah diperlukan dalam menegakan keadilan karena mempunyai peran yang penting untuk menciptakan sistem atau struktur sosial politik yang kondusif.
BAB 3: STUDI HUKUM DALAM MASYARAKAT
A. FUNGSI HUKUM DALAM MASYARAKAT
Fungsi hukum yaitu untuk menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan sosial.
Fungsi hukum menurut M. Friedman yaitu:
1. Rekayasa sosial ( hukum sebagai alat perubahan sosial ) yaitu menciptakan kondisi sosial yang baru dengan peraturan hukum yang telah di ciptakan.
2. Penyelesaian sengketa ( hukum sebagai alat mengecek benar tidaknya tingkah laku)
3. Pengawas atau pengendalian sosial ( hukum sebagai control sosial ).
Menurut Theo Hujibers, Fungsi hukum yaitu untuk memelihara kepentingan umum di dalam masyarakat, menjaga hak-hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup bersama dan sarana rekayasa sosial.
Menurut Satjipto Raharjo Hukum tidak hanya digunakan untuk mengukuhkan pola pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat di dalam masyarakat, tetapi juga untuk mengarahkan pada tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi menciptakan pola-pola kelakuan baru.
Sjahran Basah juga berpendapat fungi hukum secara:
1. Direktif yaitu sebagai pengaruh dalam membangun untuk membentuk masyarakat hendak dicapai sesuai tujuan kehidupan bernegara.
2. Integratif yakni sebagai pembina kesatuan bangsa.
3. Stabilitas aktif sebagai pemeliharaan dan penjaga keselarasan, Keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
4. Perspektif yakni sebagai penyempurna terhadap berbagai tindakan administrasi negara.
Albert mengungkapkan bahwa fungsi hukum yaitu:
1. Sebagai pengatur
2. Sebagai distributor sumber daya
3. Sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik
4. Sebagai safeguard terhadap ekspektasi masyarakat
5. Sebagai ekpresi dari cita-cita dan nilai-nilai di dalam masyarakat.
Podgorecki menjelaskan fungsi hukum dalam masyarakat adalah:
1. Fungsi Integrasi
2. Fungsi Petrifikasi
3. Fungsi Reduksi
4. Fungsi Memotivasi
5. Fungsi Edukasi
B. PENDEKATAN SOSIOLOGI TERHADAP HUKUM
Pendekatan sosiologis terhadap hukum merupakan usaha untuk memahami hukum dari segi tingkah laku sosial masyarakat. Para ahli menyatakan terdapat tiga macam pendekatan yang dapat digunakan terhadap fenomena hukum di masyarakat, yaitu:
1. Pendekatan moral
2. Pendekatan ilmu hukum
3. Pendekatan sosiologis
C. SOSIOLOGI HUKUM SEBAGAI STUDI HUKUM DALAM MASYARAKAT
Yang mendukung ilmu sosiologi hukum adalah ilmu hukum yang menganggap bahwa hukum itu adalah gejala sosial. Menurut mile Durkheim mengungkapkan bahwa dalam masyarakat selalu ada solidaritas sosial yang meliputi:
1. Solidaritas sosial mekanis yaitu terdapat dalam masyarakat sederhana dimana kaidah hukumnya bersifat represif (yang diasosiasikan dalam hukum pidana)
2. Solidaritas sosial organis yaitu terdapat dalam masyarakat modern dimana kaidah hukumnya bersifat restitutif (yang diasosiasikan dalam hukum perdata).
Dalam perkembangannya, terdapat 3 (tiga) jenis kajian yang dapat digunakan dalam mempelajari ilmu hukum yaitu:
1. Kajian Normatif yang memandang hukum hanya dalam wujud sebagai aturan dan norma
2. Kajian Filosofis Yang memandang hukum sebagai pemikiran
3. Kajian Sosiologis yang memandang hukum sebagai perilaku
D. SOSIOLOGI HUKUM NORMATIF, DAN SOSIOLOGI HUKUM EMPIRIS DAN SOSIOLOGI HUKUM FILOSOFIS
1. Sosiologi hukum normatif merupakan bentuk kajian di mana kajian ini memandang hukum sebagai kaidah yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kajian ini bersifat peskriptif, menentukan apa yang salah dan apa yang benar. Kajian kajian normatif terhadap hukum dilakukan antara lain pada ilmu hukum pidana positif, hukum tata negara positif dan hukum perdata positif.
2. Sosiologi hukum empiris merupakan kajian di mana kajian ini memandang ilmu hukum sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan sosial, kultur. Kajian ini bersifat deskriptif. Metode empiris ini lahir disebabkan karena metode atau kajian hukum secara normatif, tidak lagi mendapat tempat.
3. Sosiologi hukum filosofis merupakan kajian yang memusatkan perhatiannya kepada pertanyaan-pertanyaan filosofis dari hukum yang berlaku dalam masyarakat. Tujuan utama kajian filosofisini adalah ingin memahami secara mendalam hakikat dari hukum. Karena itu, filsafat hukum mengandaikan teori pengetahuan (epistemology) dan etika masyarakat.
BAB 4: TIPE-TIPE HUKUM
   1. Tipe Hukum Represif
Hukum yang mengabdi kepada kekuasaan represif dan kepada tata tertip sosial yang represif. Perhatian paling utama hukum represif adalah dengan dipeliharanya atau diterapkannya tata tertib, ketenangan umum, pertahanan otoritas dan penyelesaian pertikaian. Meskipun hukum represif dihubungkan dengan kekuasaan, namun ia tidak boleh dilihat sebagai suatu tanda dari kekuatan kekuasaan (dari kekuasaan kuat)
  2. Tipe Hukum Otonom
Hukum Otonom, yaitu hukum sebagai pranata yang mampu menjinakkan refresi dan melindungi integritasnya sendiri. Hukum Otonom (autonomous law) menekankan pada model keadilan yang prosedural dengan memberikan legitimasi kuat kepada lembaga- lembaga penegakan hukum, namun penegakan hukum, namun penegakan hukum itu terbentur dengan proses-proses baku yang telah ditetapkan.
  3. Tipe Hukum Responsif
Hukum Responsif, yaitu hukum sebagai suatu sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi-aspirasi masyarakat Sifat responsif dapat diartikan sebagai melayani kebutuhan dan kepentingan sosial yang dialami dan ditemukan tidak oleh pejabat melainkan oleh rakyat. Syarat untuk mengemukakannya secara otentik memerlukan upaya-upaya khusus yang akan memungkinkan hal ini dilakukan. Dengan demikian, diperlukan jalur-jalur baru untuk partisipasi. Sifat responsif mengandung arti suatu komitmen kepada hukum di dalam perspektif konsumen (vide Edmond Cahn, "Hukum dalam perspektif Konsumen"). Tetapi, di dalam konsep hukum responsif terkandung lebih dari hanya sesuatu hasrat bahwa hukum sistem hukum bisa dibuka untuk tuntutan-tuntutan kerakyatan. Keterbukaan saja akan mudah turun derajatnya menjadi oportunisme.
BAB 5: ALIRAN PEMIKIRAN YANG MEMPENGARUHI SOSIOLOGI HUKUM
A. ALIRAN PEMIKIRAN FORMALISME
Hukum tidak mungkin dapat dipisahkan dengan politik, terutama pada masyarakat yang sedang membangun dimana pembangunan merupakan keputusan politik, sedangkan pembangunan jelas-jelas membutuhkan legalitas dan sektor hukum. Salah satu sumber utama konflik dan kekerasan di berbagai daerah adalah kondisi penegak hukum di Indonesia yang sangat lemah. Ditambah lagi berbagai bentuk diskriminasi dan marginalisasi dalam pengauran sosial-ekonomi, politik dan pemanfaatan sumber daya alam bahkan kehidupan budaya.
Berbagai perasaan ketidakadilan dan ketidakpuasan umum pun berkecamuk dan meledak menjadi tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dan mengerikan. Penduduk yang mendiami wilayah Negara Republik Indonesia harus mengatakan bahwa pelaksanaan hukum di negeri ini telah menjadi sumber utama yang menyebabkan timbulnya berbagai konflik dan kekerasan di Indonesia.
B. ALIRAN PEMIKIRAN HISTORIS
Mazhab sejarah dan kebudayaan, mempunyai pendirian yang sangat berlawanan dengan mazhab formalistis. Mazhab ini justru menekankan bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan di mana hukum tersebut timbul. Seorang tokoh terkemuka dari mazhab ini adalah Friedrich Karl Von Savigny (1779- 1861) yang dianggap sebagai pemuka ilmu sejarah hukum. Von Savigny berpendapat, bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (Volksgeist).
Dia berpendapat, bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, bukan berasal dari pembentuk undang-undang. Von Savigny, seorang Jerman, waktu itu menentang kodifikasi hukum Jerman. Keputusan-keputusan badan legislatif dapat membahayakan masyarakat karena tidak selalu sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat.
C. ALIRAN PEMIKIRAN UTILITARIANISME
Jeremy Bentham (1748-1832) dapat dianggap sebagai salah seorang tokoh yang terkemuka dari aliran ini. Bentham adalah seorang ahli filsafat hukum yang sangat menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem hukum. Dalam teorinya tentang Hukum, Bentham mempergunakan salah satu prinsip dan aliran utilitarianism, bahwa manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.
Ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia tergantung dari perbuatan tersebut, apakah dapat mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Bentham banyak mengembangkan pikirannya untuk bidang pidana dan hukuman terhadap tindak pidana. Menurut dia, setiap kejahatan harus disertai dengan hukuman-hukuman yang sesuai dengan kejahatan tersebut dan hendaknya penderitaan yang dijatuhkan tidak lebih dari yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kejahatan.
D. ALIRAN PE,IKIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Ajaran-ajaran aliran sociological jurisprudence berkembang dan menjadi populer di Amerika Serikat terutama atas jasa Roscoe Pound (1870-1964). Roscoe Pound berpendapat, bahwa hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial dan tugas dari ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka yang mana kebutuhan- kebutuhan sosial dapat terpenuhi.
Aliran sociological jurisprudence telah meninggalkan pengaruh yang mendalam, terutama pada pemikiran hukum di Amerika Serikat. Walaupun aliran tersebut belum sepenuhnya dapat dinamakan sosiologi hukum karena usahanya untuk menetapkan kerangka normatif bagi ketertiban hukum belum tercapai, akan tetapi aliran tersebut memperkenalkan teori-teori dan metode-metode sosiologi pada ilmu hukum.
E. ALIRAN PEMIKIRAN REALISME HUKUM
Aliran Realisme Hukum diprakarsai oleh Karl Llewellyn (1893. 1962), Jerome Frank (1889-1957), dan Justice Oliver Wendell Holmes (1841-1935) ketiga-tiganya orang Amerika. Mereka terkenal dengan konsep yang radikal tentang proses peradilan dengan menyatakan bahwa hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum; akan tetapi membentuk hukum. Seorang hakim harus selalu mernilih, dia yang menentukan prinsip-prinsip rnana yang dipakai dan pihak-pihak mana yang akan menang. Keputusan- keputusan hakim seringkali mendahului penggunaan prinsip-prinsip hukum yang formal.
BAB 6: KONSEP PERUBAHAN SOSIAL
Menurut Astrid S. Susanto, perubahan sosial adalah perubahan masyarakat menjadi kemajuan masyarakat yang sesuai bahkan dapat menguasai kemajuan teknologi dan menghindari bahaya degradasi martabatnya. Perubahan sosial diberi arti sebagai development atau perkembangan yang merupakan perubahan tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, sehingga akan dinikmati pula oleh individu. Tujuan pembangunan itu adalah pemanfaatan kemajuan tehnologi dan ilmu dalam memperbaiki keadaan materi mental manusia, agar martabat manusia dapat ditingkatkan.
 Ciri-ciri perubahan sosial yaitu:
1. Terjadi dimana-mana
2. Dilakukan secara sengaja
3. Berkelanjutan
4. Imitative
5. Hubungan kausalitas
Dalam kehidupan masyarakar juga apabila menginginkan perubahan sosial juga harus memenuhi syarat di antaranya yaitu:
1. Masyarakat harus merasa butuh dengan perubahan sosial serta memiliki kesadaran
2. Perubahan yang disebabkan terjadinya inovasi harus dapat dipahami dan dikuasi oleh anggota masyarakat lainnya.
3. Perubahan itu harus dapat diajarkan.
4. Perubahan itu harus menggambarkan keuntungan masyarakat pada masa yang akan datang.
5. Perubahan tidak merusak prestise pribadi atau golongan.
Sehingga perubahan sosial di Indonesia harus dimulai dengan reformasi yang membawa perubahan terhadap tatanan kehidupan. Akan tetapi realitas pada perubahan sosial yang sebenarnya akibat adanya gejala sosiologis fundamental yaitu terdapat pergeseran-pergeseran diantaranya adalah:
1. Pergeseran struktur kekuasan
2. Kebencian sosial yang tersembunyi
Dan pergeseran tersebut meluas hingga menyebabkan konflik sosial, dimana konflik tersebut bukan konflik yang kolektif tetapi destruktif.
BAB 7: HUKUM DAN LINGKUNGAN SOSIAL
A. HUBUNGAN HUKUM DENGAN PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial sosial dapat dikatakan sebagai suatu perubahan dari gejala-gejala sosial yang ada pada masyarakat, dari yang bersifat individual sampai yang lebih kompleks. Perubahan sosial dapat dilihat dari segi terganggunya kesinambungan di antara kesatuan sosial walaupun keadaanya relatifkecil. Perubahan ini meliputi struktur, fungsi, nilai, norma, pranata, dan semua aspek yang dihasilkan dari interaksi antar manusia, organisasi atau komunitas, termasuk perubahan dalam hal budaya.
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum atau sebaliknya, tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan-keadaan teretentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya, atau mungkin hal yang sebaliknya terjadi. Apabila terjadi hal demikian, maka terjadilah suatu social lag yaitu suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan dalam perkembangan lembaga-lembaga kemasyrakatan yang mengakibatkan terjadinya kepincangan-kepincangan. Tertinggalnya perkembangan hukum oleh unsur-unsur sosial lainnya, atau sebaliknya, terjadi oleh karena pada hakikatnya merupakan suatu gejala wajar di dalam suatu masyarakat bahwa terdapat perbedaan antara pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah hukum dengan pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah sosial lainnya.
B. HUBUNGAN HUKUM DENGAN PRANATA SOSIAL
Hukum sebagai pranata sosial berarti hukum sebagai alat control sosial seperti yang telah disebutkan di atas, fungsi itu dapa berjalan dengan baik tentu bila ada hal yang mendukungnya. Hal-hal yang dimaksud dapat ditinjau dari sumber hukumnya maupun dari pelaksana hukum itu sendiri. Ditinjau dari sumber hukumnya maka mengacu pada materi hukumnya. Hukum itu harus mengandung asas legalitas dimana hukum itu harus mengandung peraturan-peraturan , artinya tidak boleh mengandung keputusan yang bersifat sepihak ataupun ad hoc. Peraturan disusun dalam bahasa dan uruta yang bisa dimengerti agar dalam pelaksanaan hukumnya tidak terjadi multi tafsir yang mengakibatkan perbedaan pendapat dan opini di dalam masyarakat dan dapat berujung pada suatu ketidakkondusifan di dalam masyarakat. Peraturan yang telah dibuat itu juga tidak boleh diubah- ubah sembarangan tetapi harus melalui suatu proses yang tepat dan melalui suatu kajian yang tepat dan mendetaril (seperti yang pada saat ini dilakukan oleh anggota DPR RI terkait pembahasan RUU KUHP yang baru).
C. HUBUNGAN HUKUM DENGAN KAIDAH SOSIAL
Hubungan hukum dengan kaidah sosial yaitu untuk mengatur atau sebagia pedoman hidup tingkah laku masyarakat. Dalam kaidah sosial yaitu ada:
1. Kaidah agama yaitu aturan aturan yang berisi perintah atau larangan yang bersumber pada kitab suci pada masing-masing agama.
2. Norma kesusilaan yaitu pandangan tentang perilaku atau sikap tidak tindak bahwa sesorang harus bersih hatinya, baik akhlaknya, berjiwa luhur sebagai pancaran untuk dapat bersusila dalam pergaulan hidup.
3. Kaidah kesopanan yaitu kebiasaan, kepatuhan, dan kepantasan yang berlaku di masyarakat. Kaidah kesopanan ini diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia yang ada disekitarnya.
4. Kaidah hukum yaitu peraturan-peraturan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Negara, berlaku dan dipertahankan secara paksa oleh alat-alat Negara seperti pisi, jaksa, hakim dan sebagainya.
Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah. Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.
D. HUBUNGAN HUKUM DENGAN KELOMPOK SOSIAL
Kelompok merupakan salah satu konsep yang penting dalam sosiologi. Hukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang menentukan atau mengatur hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat. Sedangkan suatu kelompok sosial adalah suatu kesatuan yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana diantara mereka terjadi komunikasi dua arah atau timbal balik serta interaksi satu dengan yang lainnya. Jarak fisik yang dekat tidak menjadi ukuran karena belum tentu terjadi interaksi, tetapi pada kesadaran untuk berinteraksi.
BAB 8: KESADARAN HUKUM DALAM MASYARAKAT
Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. kesadaran hukum di masyarakat maka hukum tidak perlu menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar terbukti melanggar hukum. Hukum berisi perintah dan larangan. Hukum memberitahukan kepada kita mana perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang bila dilakukan akan mendapat ancaman berupa sanksi hukum. Terhadap perbuatan yang bertentangan dengan hukum tentu saja dianggap melanggar hukum sehingga mendapat ancaman hukuman.
Peranan rsebut dapat dibagi dalam beberapa kelompok berikut: Hukum masyarakat primitif secara total merupakan penjelmaan dari kesadaran hukum masyarakatnya. Paham Scholastic, percaya bahwa hukum berasal dari perintah Tuhan (Abad pertengah-an). Mahzab hukum alam moderen (abad ke-18 dan ke-19), percaya bahwa hukum merupakan hasil renungan manusia dengan menggunakan rasionya. Paham sosiologi (akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20). Kesadaran hukum masyarakat berperan dalam pembentukan, penerapan, dan penganalisisan hukum. Dalam membahas kesadaran hukum masyarakat, maka akan mempunyai taraf kesadaran hukum yang masih relatif rendah maka hal ini di sebabkan kesadaran hukum ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut seperti, Rasa takut pada sanksi, Memelihara hubungan baik dengan kelompok, Memelihara hubungan baik dengan penguasa,Kepentingan pribadi terjamin, Sesuai sengan nilai yang dianut.
Pembuktian faktor-faktor tersebut sangat berpegaruh, maka akan lebih menghubungkan antara masing-masing indikator kesadaran hukum secara menyeluruh maupun terpisah.Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang lebih pokok dari kesadaran hukum adalah pengetahuan tentang isi peraturan yang disatu pihak dipengaruhi oleh usia, tingkat studi, dan jangka waktu tinggal.
BAB 9: HUBUNGAN HUKUM, KEKUASAAN DAN IDEOLOGI
Studi sosiologi tentang hukum pada dasranya memfokuskan perhatian pada pengaruh gagasan-gagasan yang sedang berlaku. Akan tetapi ia tidak memperlakukan gagasan-gagasan ini sebagaimana adanya. Ia harus berusaha memahami asal-usulnya dalam praktik kondisi sosial, terlepas dari fakta bahwa banyak gagasan-gagasan tentang hukum dalam masyarakat semacam itu tampaknya sangat jelas, masuk akal, begitu nyata sehingga pertanyaan mengenai asal-usulnya terkesan terlalu dibuat-buat karena tidak akan terpikirkan untuk tidak menerimanya. Ia bermula dari konsepsi sains yang digunakan dimana ciri utamanyaadalah penyelidikan konstruktif yang terus-menerus serta skeptisisme terhadap kebenaran-kebenaran absolut. Sebaliknya dalam kehidupan sosial, sistem gagasan-gagasan yang diterima secara umum saat in tentang masyarakat da karakternya, tentang hak dan tanggungjawab, hukum, moralitas, agama, dan politik serta berbagai macam hal lainnya, memberikan kepastian dan keamanan, dasar keyakinan yang dapat disebut sebagai ideologi atau ideologi yang berlaku saat ini, yang sifat-sifat dasarnya cenderung mengarah ke pemahaman yang jelas. Ideologi cenderung mengasumsikan bahwa perspektifnya, setidaknya yang berhubungan dengan bidang pengalaman tertentu, adalah menyeluruh dan lengkap; bahwa visinya adalah benar dan tidak menjadi bagian dari perubahan. Sehingga ideologi sering dipandang, oleh mereka yang menerimanya tidak terkonstruksi seperti teori- teori ilmiah tetapi terungkapkan atau ditemukan sebagai kebenaran- kebenaran abadi.
BAB 10: STRATIFIKASI SOSIAL DAN PROSES PENEGAKAN HUKUM
Sistem stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, yang diwujudkan dalam kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas sedang. Dasar dan inti sistem stratifikasi masyarakat adalah adanya ketidakseimbangan pembagian hak dan kewajiban, serta tanggung jawab masing-masing individu atau kelompok dalam suatu sistem sosial.11 Penggolongan dalam kelas- kelas tersebut berdasarkan dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam suatu lapisan-lapisan yang lebih hierarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.
Diantara masyarakat yang ada, mereka sebagain ada yang mempunyai stratifikasi sosial yang sangat ketat. Seorang lahir dalam golongan tertentu dan ia tidak akan mungkin meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Keanggotaanya dalam suatu kategori merupakan faktor utama yang menentukan tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya, jabatan yang didudukinya, orang yang dinikahinya dan lain sebagainya. Golongan yang ketat ini biasanya disebut dengan kasta. Dalam struktur sosial terdapat sistem kedudukan dan peranan anggota-anggota kelompok yang kebanyakan bersifat hirarkis, yakni dari kedudukan yang tinggi yang memegang kekuasaan.
Penegakan hukum diartikan sebagai sebuah aplikasi hukum terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Penegakkan hukum dapat pula diartikan sebagai hal yang menegakan atau mempertahankan hukum oleh para penegak hukum apabila telah terjadi pelanggaran hukum akan atau mungkin dilanggar. Definisi ini mengartikan ada beberapa faktor ditegakan hukum yaitu ada faktor aturan yang mengatur sesuatu, kemudian penegak hukum dan peristiwa hukum atau akan. ada pelanggaran hukum atau kemungkinan adanya pelanggaran baru terjadi penegakkan hukum. Dalam prespektif lain mengartikan bahwa penegakkan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai- nilai yang terjabarkan dalam kaidahkaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan dari sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (sebagai "social engineering") memelihara dan mempertahankan.
Penegakan hukum merupakan bagian dari pelaksanaan politik kenegaraan suatu negara. Oleh karena itu, sistem politik dan suasana politik sangat berpengaruh di dalam proses penegakan hukum itu sendiri. Sistem politik yang baik dengan dibarengi oleh suasana politik yang kondusif akan memudah- kan dalam penegakan hukum, kebalikannya jika sistem dan suasana politik yang carut marut akan sangat menghambat terhadap penegakan hukum. Dalam politik ada sistem politik otoritarian dan demokrasi.
BAB 11: HUKUM DAN POLITIK DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN
Hukum tidak mungkin dapat dipisahkan dengan politik, terutama pada masyarakat yang sedang membangun dimana pembangunan merupakan keputusan politik, sedangkan pembangunan jelas-jelas membutuhkan legalitas dan sektor hukum.
Salah satu sumber utama konflik dan kekerasan di berbagai daerah adalah kondisi penegak hukum di Indonesia yang sangat lemah. Ditambah lagi berbagai bentuk diskriminasi dan marginalisasi dalam pengauran sosial-ekonomi, politik dan pemanfaatan sumber daya alam bahkan kehidupan budaya. Berbagai perasaan ketidakadilan dan ketidakpuasan umum pun berkecamuk dan meledak menjadi tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dan mengerikan. Penduduk yang mendiami wilayah Negara Republik Indonesia harus mengatakan bahwa pelaksanaan hukum di negeri ini telah menjadi sumber utama yang menyebabkan timbulnya berbagai konflik dan kekerasan di Indonesia.
BIOGRAFI DIRI
Pereview buku ini bernama Arzella Okta Anugerah dengan NIM 222111038 merupakan mahasiswi kelas 5A program studi Hukum Ekonomi Syariah fakultas Syariah di UIN Raden Mas Said Surakarta. Pereview saat ini berusia 20 tahun yang memiliki pendapat bahwa pendidikan merupakan kunci untuk memberdayakan diri dan lingkungan sekitarnya. Baginya pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa digunakan untuk mengubah dunia dengan selalu berusaha dan pantang menyerah, karena impian hanya dapat diraih dengan usaha dan doa yang seimbang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H