Mohon tunggu...
Ida Bagus Ary Wirakusuma
Ida Bagus Ary Wirakusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1

Hai, saya Ary Wirakusuma Mahasiswa Universitas Airlangga'20

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

FoMO, Sebuah Budaya pada Zaman Now

6 Juli 2022   03:57 Diperbarui: 6 Juli 2022   04:01 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fear of Missing Out atau yang biasa disebut dengan FoMO Merupakan sebuah fenomena "takut ketinggalan" yang dimana telah menjadi sindrom nyata di kalangan umum. Dewasa ini, masyarakat saling berkompetisi untuk menjadi yang tercepat dan kebiasaan inilah yang menjadi akar dibalik fenomena FoMO. 

Istilah FoMO pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan berdarah Inggris yang bernama Dr. Andrew K. Przybylski pada tahun 2013. Secara garis besar, FoMO diartikan sebagai perasaan takut dan cemas yang muncul dalam diri akibat ketinggalan sesuatu yang baru, seperti tren, berita, dan hal lainnya

Dilansir dari situs VeryWefi Mind, FoMO dapat terjadi pada semua umur dan gender. Tetapi, pada zaman ini FoMO banyak terjadi pada generasi milenial. 

Salah satu penyebab FoMO adalah keterlibatan media sosial.Kondisi ini makin lama menjadi serius karena setiap manusia di muka bumi menganggap media sosial sebagai sesuatu yang sangat penting dalam menjalani kehidupan. 

Media sosial dapat dengan mudah membuat kita untuk mendapatkan sebuah informasi. Sebagai contoh, ketika menghadiri sebuah acara, kebanyakan orang lebih fokus untuk memotret dan mengunggah ke media sosial daripada menikmati setiap momen yang ada dalam acara tersebut. Hal ini biasanya dilakukan karena sekadar pamer saja.

Dengan beberapa kejadian tersebut, tak dapat dipungkiri bahwa seseorang ingin terlihat baik di media sosial.  Seseorang yang terkena sindrom FoMO biasanya juga mengunggah tulisan, gambar, atau video hanya untuk terlihat update.

Fenomena ini dapat mengakibatkan seseorang untuk selalu bergantung terhadap gadget dan media sosial sehingga mereka akan merasa resah atau tidak nyaman jika tidak terhubung dengan gadget mereka sendiri. 

Sebagai contoh, kebiasaan untuk selalu mengecek gadget Ketika bangun tidur agar tidak ketinggalan informasi apapun. Lalu dampak dari FoMO yaitu mengganggu produktivitas, selalu membanding -- bandingkan, tidak puas terhadap pencapaian, mood sering kacau, berpikiran negatif, dan tidur tidak teratur.

Ada beberapa cara untuk mengatasi FoMO, yaitu : bersyukur atas semua yang telah dimiliki, fokus terhadap diri sendiri, menikmati dan memaksimalkan semua yang telah dimiliki, ubah persepsi, bangun koneksi, dan batasi penggunaan media sosial

FoMO merupakan sebuah fenomena yang sangat berbahaya bagi Kesehatan mental dan fisik seseorang. Dalam dunia ini, kita harus lebih hati -- hati dalam menggunakan media sosial. 

Media sosial sepatutnya digunakan dengan batas yang wajar dan bijaksana. Diusahakan untuk tidak membandingkan kehidupan diri sendiri dengan kehidupan orang lain di media sosial karena realitanya tidak semua yang terjadi di media sosial itu benar adanya. Selalu menikmati hidup dan bersyukur atas pencapaian diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun