Pras berusaha keras menyelamatkan nyawa Mei sekalipun untuk itu ia harus rela mengawini Mei dan menjadi ayah dari Akbar Muhammad. Pras rupanya traumatik dengan peristiwa bunuh diri ibunya di jalan raya. Di sampingitu Pras juga tidak ingin melihat kehidupan anak Mei seperti dirinya, yang tumbuh dan berkembang di sebuah panti asuhan tanpa kedua orang tua.
Poligami Pilihan Pengorbanan
Berangkat dari setting cerita ini lah isu poligami itu bergulir.Diawali dari perdebatan Amran dan Hartono berkaitan dengan perkawinan kedua Pras gara-gara ingin menolong Meirose dan anaknya.Hartono menilai Pras sudah salah langkah memperistri Mei, dan kelak berdampak buruk bagi kelangsungan perusahaan mereka.
“Pras gak bisa disalahin! Ente baca nih Surat An Nisaa ayat 3. Maka kawini lah wanita-wanita yang kamu senangi, dua tiga atau empat!...” bela Amran yang langsung ditanggapi Hartono, “Kalau baca ayat jangan sepotong-sepotong, baca juga berikutnya!Jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja!”
Perdebatan tentang poligami ini terasa begitu dekat dan memiliki hubungan emosional yang kuat dengan penonton.Demikian halnya dengan potongan cerita Sutedjo ayah Arini yang sekian lama berpoligami tetapi baru ketahuandi saat ia meninggal dunia. Kisah ini bagaikan penggalan kehidupan sehari-hari (slice of moment).
Menonton “Surga” kita seperti diajak bercermin sekaligus melihat potret poligami dari berbagai sisi. Dari sisi suami, sisi istri tua dan istri muda, juga dari sisi anak dan sisi sosial lainnya.Poligami ternyata membawa implikasi luas bagi kehidupandan pada gilirannya membutuhkan pengorbanan.Pengorbanan dari semua pihak yang terkait dengan kehidupan poligami.
Bu Sulastri harus rela berkorban berbagi suami dengan perempuan laindemi menyelamatkan kehidupan Arini anaknya. Nadia putri Arini, harus rela berkorban kehilangan sebagian waktu kebersamaannya dengan sang ayah karena sang ayah harus berbagi waktu untuk anaknya yang lain. Sahabat-sahabat Pras, harus pula rela berkorban kehilangan kesempatan proyek bangunanlantaran Pras sebagai pimpinan, belakangan kurang konsentrasi pada pekerjaan.Sementara Pras sendiri harus rela berkorban dalam banyak hal.Ini lah suatu konsekuensi logis dari sebuah poligami.
Film yang diangkat dari novel laris karya Asma Nadia ini memang banyak menyampaikan pesan moral terkait poligami.Dan secara keseluruhan, pesan-pesan moral itu cenderung mewakili suara kaum perempuan atau lebih dimaksudkan sebagai bahan perenungan untuk kaum perempuan dalam menentukan pilihan.Boleh jadi hal Ini lantaran novelisnya adalah seorang perempuan.
Kutipan Al Qur’an Surat An Nisaa ayat 129 yang disitir Hartono dan Pras dalam suatu adegan, seakan membawa pesan perempuan untuk kaum lelaki, bahwa “kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian…”. Sementara pada bagian lain, coba perhatikan ujung cerita film “Surga”.Jika Arini belakangan dapat menerima kehadiran Mei dengan ikhlas sebagai istri muda Pras, pada galibnya itu adalah suatu bentuk pengorbanan Arini. Secara hakiki, “Tidak ada seorang pun wanita yang rela berbagi suami dengan wanita lain”, kata Mei.
Itu sebabnya Mei lebih memilih keluar dari lingkaran poligami.“Hidup adalah pilihan.Dan inilah pilihan hidup saya,” kata Mei seraya mengutip ayat Al Qur’an, “wanita yang baik akan mendapatkan pasangan yang baik pula”.Buat Mei, Pras dan Arini merupakan representasi dari pasangan manusia berakhlak baik sehingga ia tidak ingin menjadi pengganggu. Itu lah yang memotivasi Mei pergi karena ingin berjuang untuk menjadi wanita baik agar kelak mendapatkan pasangan yang baik pula. Sebuah adegan penutup yang manis dan mengesankan sekaligus dapat dijadikan bahan perenungan.