Mohon tunggu...
aryoraharjo
aryoraharjo Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menulis dan membaca karya yang dapat menambah pengetahuan serta wawasan

jalani hidup sesuai dengan peran yang disandangnya agar tidak terjadi salah peran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ust Abu Bakar Ba'asyir dan Public Enemy # 1

22 Januari 2019   10:20 Diperbarui: 22 Januari 2019   12:50 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Untuk pembebasan bersyarat, Ba'asyir disebut Kemenkum HAM sebenarnya sudah bisa mengambilnya pada 13 Desember 2018. Alasannya, Ba'asyir sudah menjalani dua pertiga masa pidana terkait vonis kasus pelatihan militer kelompok teroris di Aceh. Hitungan ini mengacu pada sidang vonis pada 16 Juni 2011. Saat itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Ba'asyir bersalah dan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara.

Untuk menempuh pembebasan bersyarat, Ditjen Pemasyarakatan menyebut ketentuan bagi narapidana di antaranya meneken surat setia kepada NKRI. Aturan ini tertuang pada PP 99/2012 serta dalam pasal 84 Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti, dan pembebasan bersyarat. 

Jika melalui mekanisme pembebasan bersyarat, menurut perhitungan, dua pertiga masa pidananya adalah pada tanggal 13 Desember 2018. Karena Abu Bakar Ba'asyir hingga saat ini belum berkenan menandatangani surat pernyataan ikrar kesetiaan kepada NKRI sebagai salah satu persyaratan pembebasan bersyarat.

Sedangkan Tim Pengacara Muslim (TPM) lantas menjelaskan alasan Ba'asyir menolak menandatangani dokumen untuk pembebasan bersyarat, karena dokumen itu di antaranya berisi pengakuan tindak pidana, padahal Ba'asyir, menurut TPM, menegaskan tidak melakukan apa yang didakwakan. Ketua Dewan Pembina TPM Mahendradatta di kantornya, Jalan Raya Fatmawati, Jakarta Selatan, juga menjelaskan bahwa alasan Ba'asyir menolak meneken ikrar setia kepada NKRI karena sudah setia pada Islam.

Dari kronologi inilah publik menjadi gamang, apalagi kasus tersebut dikait-kaitkan dengan pelaksanaan Pemilihan Presiden 2019, terutama adanya sanggahan dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi yang tercatat sebagai kompetitor pertarungan politik di Pilpres 2019 atas petahana, Jokowi. Belum lagi pernyataan TPM lain, seperti yang dikatakan oleh Achmad Michdan, bahwa jika pembebasan tersebut ditunda, maka akan menjadi bahan pertanyaan besar.

Sekali lagi, yang jelas soal pembebasan Abu Bakar Ba'asyir harus sesuai dengan koridor hukum yang berlaku di Indonesia. Bagaimanapun juga, ia dipidana karena terbukti tersangkut persoalan terorisme. Sementara terorisme itu sendiri sudah menjadi musuh bersama bagi masyarakat Indonesia dan internasional, sebagai public enemy # 1.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun