Apa yang kita pikirkan pertama kali ketika mendengar kata Jogja? Tugu? Candi-Candi? atau malah Malioboro ?, semua itu sangat identik untuk menggambarkan kata Jogja. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Jogja memiliki banyak keunikan terutama dibidang kuliner. Salah satu makanan khas yang berasal dari Jogja adalah Gudeg. Karena kepopulerannya makanan ini menjadikan Jogja dikenal sebagai Kota Gudeg. Gudeg adalah makanan khas dari Jogja yang bahan utamanya terbuat dari Nangka Muda yang direbus beberapa jam dengan gula kelapa dan santan. Dengan tambahan bumbu-bumbu yang membuat rasanya menjadi manis dan memiliki cita rasa yang khas untuk selera orang-orang jawa. Â Gudeg biasa dinikmati bersama nasi putih hangat, telur rebus, ayam, tahu atau tempe dengan tambahan sambel krecek.
      Pengusaha Gudeg di Jogja terbilang cukup banyak, salah satunya ialah Gudeg Bu Kadi. Gudeg Bu Kadi berada di Dusun Sonosari, Tegaltirto, Berbah, Sleman. Beliau berjualan selama 14 tahun dari 2007 hingga sekarang. Gudeg Bu Kadi ini memiliki 2 cabang yaitu di timur Pasar Bantengan Banguntapan dan pusatnya dirumah beliau sendiri. Gudeg Bu Kadi ini terbilang cukup ramai karena hampir setiap hari selalu habis. Kebanyakan pelanggan berasal dari mereka yang sudah lama cocok kemudian mereka selalu kembali lagi. Selain itu Gudeg Beliau menurut beberapa pelanggan terbilang cukup murah dari pengusaha Gudeg yang lain. Selain Gudeg, Beliau juga menjual nasi kuning dan nasi uduk serta beberapa jajanan pasar.
      Awal mula beliau memulai usaha ini saat ia telah keluar sebagai karyawan dari restoran ayam yang terkenal di Kota Jogja. Kemudian beliau memutuskan untuk membangun bisnis sendiri berupa nasi rames pada awal tahun 2007. Namun sayang usaha nasi rames beliau hanya bertahan selama 3 bulan karena menurut beliau prospek kedepan kurang menjanjikan. Setelah itu beliau mencari ide kesana kemari bertanya dengan keluaraga dan saudara untuk jualan apa yang prospeknya lebih menjanjikan. Setelah menemukan ide untuk berjualan Gudeg, beliau mengkonsultasikan kepada suami agar mendapatkan saran bagaimana kalau untuk berjualan Gudeg. Kemudian sang suami menyarankan untuk mencoba terlebih dahulu, mencoba memasak Gudeg sendiri dirumah
Setelah mencoba memasak sendiri dirumah ternyata rasanya kurang enak. Namun beliau tidak menyerah begitu saja, ia terus mencoba dan belajar dari berbagai refrensi untuk menemukan komposisi bumbu yang pas. Setelah menemukan rasa yang diinginkan beliau menyuruh beberapa orang rumah dan saudara tentang penilaian rasa Gudegnya. Setelah mendapatkan respon positif beliau juga melakukan survei kecil-kecilan dengan mencoba beberapa Gudeg di Jogja bersama saudara. Setelah mencicipi beberapa Gudeg, saudara beliau bilang " rasa gudegnya masih enakan buatanmu(Bu Kadi) itu pun warungnya seramai itu, apalagi kalau kamu jadi berjualan". Setalah mendengar kata saudaranya itu beliau mantap memutuskan untuk berjualan Gudeg.
      Diawal beliau berjualan Gudeg banyak sekali rintangan yang harus dilewati selama 6 bulan. Seperti pengeluaran dan pemasukan yang didapat tidak berimbang sehingga mengalami kerugian. Pencarian  bahan baku untuk memilih mana yang lebih murah namun dengan kualitas yang baik. permasalahan tempat yang belum bisa di buat bangunan permanen dengan hanya penutup kain dan kondisi seadanya menuai komentar dari salah seorang pelanggan karena dirasa kurang nyaman. Namun beliau tetap sabar dalam menghadapi ini semua "ya namanya usaha dari nol mau bagaimana lagi, saya tidak mau memaksakan untuk membeli barang sekaligus, misalkan ada meja ini ya dipakai saja, tidak harus beli yang baru" ujar beliau.
      Seiring berjalannya waktu Gudeg Bu Kadi mulai dikenal masyarakat dan mempunyai pelanggan tetap. Banyak orang yang selalu datang kembali untuk menikmati Gudeg, bahkan Bu Kadi sudah mulai menerima pesanan berupa paket nasi box yang biasa dipesan untuk rapat-rapat disekolah ataupun acara keluarga. Ditengah-tengah keramaian orang yang membeli Gudeg munculah Covid 19 pada awal tahun 2020 yang membuat kondisi dimana warung mulai sepi. Setiap hari yang biasanya Gudeg selalu habis, semenjak pandemi Covid 19 membuat Gudeg Bu Kadi menjadi ada sisa. Menurut beliau omset pendapatan semenjak pandemi menurun sekitar 60% dari hari biasanya sebelum pandemi. Namun beliau tidak putus asa dan tetap berjuang, " ya kalau sedang sepi seperti itu jangan mengeluh, harus tetap sabar, pokoknya harus banyak-banyak bersyukur" tutur beliau.Â
Keadaan mulai membaik seiring berjalannya waktu, pendapatan perhari mulai naik ditengah-tengah pandemi. Walaupun belum sama seperti dulu tapi setidaknya sekarang mendapat angin segar karena pembeli mulai datang kembali. Ditambah dengan pesanan ojek online yang meningkat juga karena dikerjakan dirumah sendiri dibantu oleh suami dan anak pertamanya membuat beliau semakin semangat menekuni usaha UMKM ini. beliau juga mulai mengajari anakanya untuk bagaimana melayani pelanggan dengan baik saat sedang berada dirumah sementara beliau sedang berada diwarung.
      Harapan beliau kedepan untuk usaha Gudeg ini adalah jangan sampai berhenti disini "kalau bisa usaha ini jangan berhenti disaya, syukur-syukur bisa diturunkan kepada anak-anak saya, karena banyak pembeli itu bilang jangan sampai berhenti disini ya buk, saya udah cocok sama masakan ibuk" ujar beliau. beliau juga mempunyai keinginan untuk membangun tempat permanen yang nyaman untuk para pelanggannya. Beliau juga berpesan kepada pejuang UMKM " kita harus fokus kepada diri kita sendiri dan jangan sampai sibuk mengurusi usaha orang lain, karena semua itu akan sia-sia dan membuang waktu serta energi kita" jawab beliau saat ditanya mengenai pesan untuk pejuang UMKM yang lain.