Ditengah peringatan hari perempuan internasional sembari berselancar di media sosial, tiba-tiba muncul notifikasi di aplikasi Whats App saya.
Ternyata notifikasi itu merupakan broadcasting di salah satu grup saya. Pesan tersebut berisikan banyaknya kasus pembegalan fisik di lorong-lorong jalan kos dan kontrakan di sekitar kampus.
Entah benar atau tidak pesan yang disampaikan dalam pesan tersebut, tetapi memang beberapa pekan terakhir isu ini menjadi perbincangan yang hangat diantara teman-teman saya.
Pertanyaannya adalah dimana tempat aman dan ramah bagi mahasiswa? Dimana tempat melapor dna mengadu bagi korban penyitas kekerasan seksual?
Kampus yang seharusnya menjadi rumah yang aman sebagai tempat belajar nyatanya belum bisa menjamin keamanan tersebut. Sesungguhnya problem penanganan kekerasan seksual di lingkungan UM ini terlalu kompleks, mari kita bahas beberapa hal dibawah ini.
Lambannya Kampus Mengawal Isu Kekerasan Seksual
Enam bulan sudah sejak disahkannya Permendikbud No. 30 tahun 2021 tentang pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, UM belum menampakkan keseriusannya dalam mengimplementasikannya di lingkungan UM. Terhitung hanya satu kali UM mengadakan webinar tentang Permendikbud ini melalui pusat studi gender LP2M yaitu pada 14 Desember tahun lalu!
Kepada media, Rektor UM berjanji sedang melakukan ratifikasi terhadap Permendikbud ini yang kemudian akan diturunkan menjadi peraturan rektor.
"Sudah ada rencana itu (ratifikasi). Kami saat ini sedang koordinasi internal. Jadi sejauh ini lagi koordinasi" ujarnya pada 15 November 2021.
5 bulan sudah usai pernyataan itu dilontarkan, tapi mana realitanya? Belum nampak apapun tentang pengawalan isu kekerasan seksual ini !