Suatu waktu penulis kedatangan teman baru yang melakukan kunjungan belajar di sekolah tempat penulis bekerja. Pada kunjungan belajar ini, teman ini mengungkapkan betapa orangtua di sekolah yang ia pimpin masih ada saja orangtua yang mengidolakan kepiawaian akademis dalam arti berharap anak-anak mereka 'jago' dalam pelajaran seperti matematika, fisika, kimia, dan berharap mereka mendapat pembelajaran konsep seperti waktu mereka sekolah terdahulu.
Teman penulis ini pun menyampaikan bahwa perubahan kurikulum yang menuju ke kurikulum nasional yaitu penerapan kurikulum merdeka mengarahkan jam pembelajaran tidak hanya fokus dengan penyelesaian pembelajaran dengan duduk di di kelas dan menuntaskan konsep saja, namun murid perlu diberi penguatan yang berbeda yaitu memahami kontekstual pembelajaran yang terintegrasi dalam menjawab isu yang sedang berkembang di sekitar kehidupan murid.
Perubahan ini pun diikuti dengan perubahan cara sekolah melakukan penilaian terhadap murid mereka. Murid tidak hanya dinilai dari sisi konsep akademis semata yaitu dari hasil belajar mereka sesuai dengan mata pelajaran, namun murid pun dinilai dengan cara memperhatikan bagaimana mereka bekerjasama, berkomunikasi, berkreasi, juga menuangkan ide kritis mereka menjadi sebuah solusi dalam penyelesaian proyek mereka bersama teman sejawat mereka.
Penilaian ini pun tidak berupa angka seperti sedia kala, namun berupa narasi deskrisptif dengan rubrik atau indikator yang diharapkan dicapai oleh para murid. Penilaian seperti ini masih banyak meninggalkan keluhan dari para orangtua yang biasanya melihat angka sebagai standar untuk memahami perkembangan anak mereka.
Perubahan paradigma pendidikan yang hanya fokus ke nilai angka dan konsep akademis yang closed book ini tentu memberikan distrupsi pemahaman dan persepsi pendidikan bagi banyak orangtua yang belum move on.
Dalam diskusi bersama teman ini, penulis terlontar sebuah ide perlunya digaungkan gerakan yang berkesinambungan dalam menyelaraskan gerakan sekolah, gerakan pemerintah dengan pemahaman murid dan orangtua dalam bentuk kegiatan reguler yang berupa sosialiasi dan penjelasan dari rencana hingga hasil yang ditargetkan untuk murid dan juga mengajak para murid dan orangtua memahami situasi terkini peradaban yang telah berubah orientasi individu ke orientasi kolaborasi.
Masa depan dapat diprediksikan mulai dari hari ini. Lihatlah bagaimana founder Microsoft, Bapak Bill Gate yang memprediksikan bahwa Personal Computer (PC) pasti ada di setiap rumah jauh sebelum PC dirakit, diproduksi massal. Prediksi ini terbukti. Begitu juga prediksi masa depan pendidikan nusantara pastinya sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di dunia saat ini.
Dari dialog dan diskusi bersama teman ini, penulis memprediksikan satuan pendidikan formal jika tidak merubah formatnya dari closed book menjadi open book, tentu semangat belajar dari para murid hanya sebatas mencari ijazah, mereka akan lebih bersemangat untuk belajar di luar sekolah. Satuan pendidikan yang masih mengandalkan murid untuk tutup buku ketika ujian, bentuk ujian masih mengandalkan ingatan konsep parsial, dan masih mengutamakan guru sebagai pusat pembelajaran tentu ini merupakan kemunduran sebuah satuan pendidikan. Namun satuan pendidikan yang telah berinovasi dalam pembelajaran dengan memberikan akses murid untuk mandiri belajar, pembelajaran terpusat pada murid, murid belajar dengan pembelajaran terintegrasi yaitu pembelajaran yang memuat beragam mata pelajaran yang terpadu dengan isu yang kongkrit dimana para guru mata pelajaran terjalin komunikasi yang selaras untuk membangun sebuah pembelajaran terpadu.
Murid tidak lagi menjawab soal yang hanya memilih di antara jawaban yang ada, sistem penilaian pun tidak lagi bentuknya hanya tertulis saja, namun sistem penilaian yang kaya dengan sumber referensi, kontekstual dan menghadirkan kehidupan kepada murid sehingga para murid dapat menjadi pribadi yang berada di dunianya bukan di luar dunia atau di luar planet tempat mereka hidup.
Kreativitas kepala sekolah dan tim guru sangat diperlukan dalam membangun satuan pendidikan yang menjawab masa depan para muridnya. Mereka tidak hanya menjadi penerima tongkat estafet namun tidak pernah tahu untuk apa tongkat ini diterima, namun pendidik di masa ini yang bergerak menuju masa depan adalah pendidik yang memiliki ruang kreasi dan ruang inovasi yang membantu murid-muridnya menatap masa depan mereka.
Selain itu, menurut penulis perlu kiranya satuan pendidikan untuk meramu kurikulum pengembangan karakter-karakter yang mendukung masa depan para murid di antaranya adalah karakter kepemimpinan. Murid perlu dipersenjatai dengan kepiawaian dalam memimpin mulai dari memimpin diri sendiri, hingga dapat memimpin orang lain.Satuan pendidikan dapat memberikan mata pelajaran kepemimpinan yang dikupas secara pengetahuan juga dipraktekan secara kontekstual sehingga pembelajaran ini memberikan dampak yang nyata bagi para murid.
kepemimpinan dapat dimulai dengan memahami bagaimana seseorang itu memiliki tujuan, arahan untuk melakukan hal-hal tertentu, memiliki keinginan untuk memajukan kualitas diri, belajar menyusun rencana, memahami kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk memahami prinsip yang wajib dijalankan, memahami nilai-nilai budaya yang patut dihormati, memahami tata cara pengaturan diri agar menjadi pribadi yang bermentalitas pemimpin. Penguatan nilai-nilai kepemimpinan ini sangat membantu para murid untuk dapat menjadi pribadi-pribadi yang siap untuk percaya diri dan mau terus belajar mengembangkan kualitas diri mereka.
Demikianlah obrolan bersama teman baru penulis ini memberikan inspirasi bahwa pendidikan itu terus bergerak maju, para pendidik wajib update dan upgrade pengetahuan dan ketrampilan mereka dalam mendidik para murid merek dan terus mengembangkan pembelajaran yang lebih bermakna dan bermanfaat untuk masa depan para murid mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H