Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membangun Pembelajaran Bermakna

29 April 2024   21:11 Diperbarui: 30 April 2024   18:23 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari freepik.com

Implementasi Kurikulum Merdeka menjadi penguat untuk menerapkan pembelajaran bermakna

Penerapan P5 atau pelaksanaan proyek penguatan profil pelajar Pancasila, sungguh memberikan makna tersendiri untuk para murid, walau P5 masih terkesan dibuat terpisah dengan kegiatan pembelajaran yang diberikan oleh sekolah.

P5 menghadirkan kontekstual pembelajaran agar para murid menyadari keberadaan mereka saat ini dengan isu-isu kehidupan di sekitar mereka. Untuk itu tema P5 adalah baik jika diambil dekat dengan kehidupan para murid.

Beberapa sekolah menerapkan kearifan lokal sebagai tema sentral mereka untuk penyelesaian P5, dan sebagian lainnya membawa isu global yang sedang diperbincangkan oleh masyarakat dunia. Ini adalah hal baik yang sangat memberikan ruang para murid untuk sedikit banyak menerapkan hal yang mereka pelajari untuk memberi solusi isu terkait dalam kehidupan mereka.

Pembelajaran seperti ini dapat dikatakan sebagai pembelajaran bermakna. Pembelajaran bermakna akan lebih mudah dicerna dan diingat oleh para murid dari pada pembelajaran yang abstrak dan hanya mengandalkan satu upaya untuk belajar yaitu diingat saat diuji.

Pembelajaran bermakna mengharapkan para murid untuk dapat memahami situasi dan menterjemahkannya dalam rubrik permasalahan yang selanjutnya diarahkan ke penyelesaian walau penyesaian ini belum tentu sebuah solusi optimal namun sebuah langkah awal menuju solusi permasalahan.

Para murid menjadi terbiasa untuk mengarahkan mental mereka kepada strategi berpikir logis, emosi positif dan juga mendekatkan mereka ke sebuah imajinasi yang tentunya memerlukan bukan hanya kognitif namun juga meta kognitif. Pembelajaran bermakna ini adalah pembelajaran yang menjadi prototype mendekati pembelajaran mereka kelak di masyarakat.

Gerakan P5 jika dilakukan dengan optimal sejak mulai perencanaan hingga pelaksanaannya serta penilaiannya maka P5 menjadi pesawat pendidikan yang sangat efektif dan efiesien dalam menyiapkan generasi bangsa yang bermental sang pembelajar sepanjang hanyat.

Sekolah sudah seharusnya meninggalkan tradisi ujian tutup buku, ujian perkara konsep namun sekolah sudah seharusnya memulai tradisi baru yaitu ujian buka buku, ujian yang tidak hanya individu namun perlu kolaborasi dari beragam dasar ilmu, juga ujian yang terintegrasi dalam rangkaian strategi menuju satu tema yang terpusat.

Sekolah seharusnya paham bahwa para generasi yang bersekolah disiapkan untuk menghadapi kehidupan yang menyelesaikan masalah bukan dengan pilihan ganda atau tidak boleh buka buku atau permasalahan hanya diselesaikan dengan menggunakan satu bidang ilmu.

P5 adalah sebuah solusi untuk sekolah agar bertahap meninggalkan tradi belajar individual, tutup buku, disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Dunia saaat ini dan sejak dahulu kala telah terbiasa dengan penyelesaian masalah yang menggunakan pendekatan interdisiplin atau melibatkan beragam disiplin ilmu guna menyempurkan penyelesaian mengarah ke solusi yang efektif dan efisien.

Tak ada masalah di dunia ini hanya selesai dengan melakukan pendekatan satu disiplin ilmu saja. Guru seharusnya menyadari hal ini, namun kenapa mereka lebih puas mengajar tanpa berunding dengan guru mata pelajaran lainnya agar bergerak untuk membuat pembelajaran yang terintegerasi yang lebih berpusat kepada kolaborasi daripada hanya sendiri-sendiri?

Mungkin guru kita ini belum mendapat pemahaman bagaimana cara berkolaborasi untuk melakukan pembelajaran terintegerasi yang melibatkan beragam disiplin ilmu guna membangun kebiasaan belajar dari pada murid agar dapat melihat masalah dalam beragam perspektif disiplin ilmu. Atau mungkin guru kita saat ini adalah produk dari tradi belajar tutup buku, individu dan pilihan ganda?.

Untuk itu adalah baik pimpinan sekolah dalam hal ini kepala sekolah memahami kebutuhan untuk melatih para guru agar berkomunikasi antar disiplin ilmu dan membangun pembelajaran yang terintegrasi menuju sebuah solusi yang komprehensif dan holistik.

Stop menjalankan sekolah yang tradisinya tidak berubah dari kakek hingga cucunya, sekolah hanya gitu-gitu saja, upacara bendera setiap senin, duduk manis mendengarkan guru, guru asyik menyelesaikan isi buku, selanjutnya ulangan harian, lalu ulangan tengah semester, dibagilah laporan hasil belajar, dilanjutkan lagi hingga akhirnya ulangan akhir semester.

Pekerjaan ini layaknya mesin tua yang telah diprogram bekerja begitu-begitu saja. Sungguh sesuatu yang tragis jika sekolah masih melakukan tradisi-tradisi lama yang sudah tidak lagi digunakan di masa murid kelak.

Kenyamanan di zona yang sempit yang juga tidak dikritisi oleh pengawas sekolah bahkan pengawas sekolah pun hanya memahami tradisi lama memberikan dampak kualitas pendidikan di negara kita terpuruk dan kalah dengan negara tetangga. Kemampuan literasi masih dibawah rata-rata dunia, juga numerasi. Ini semua merupakan salah satu dampak dari sekolah yang hanya menjalankan tradisi yang tidak diupdate dan diupgrade menuju kebutuhan dunia saat ini.

Tanpa perlu mengucilkan siapapun, mari para pembaca yang budiman kita mulai gerakan dari diri kita untuk terbiasa menerapkan pembelajaran yang terintegrasi kepada murid kita, mungkin kita sulit mengajak guru lain untuk berkolaborasi, namun tidak masalah, mulailah dengan ruang kelas kita sendiri terlebih dahulu. Ajaklah murid untuk menyelesaikan masalah dengan beragam pendekatan.

Misal sebagai guru matematika di saat membicarakan tentang peluang, guru dapat mengajak murid untuk menggunakan beragam pendekatan bahwa pelajaran peluang ini dapat digunakan dalam beragam disiplin ilmu, misal sosiologi menggunakan peluang untuk menghitung kemungkinan dampak sosial dari para pengungsi akibat perang. Dalam bidang geografi, peluang dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan terjadinya gempa bumi di suatu wilayah. Peluang pun dapat digunakan dalam pelajaran IPA yaitu ketika menentukan kemungkinan rekayasa genetika.

Wawasan seperti ini sangat dibutuhkan para murid agar mereka merasakan dan mendalami bahwa pembelajaran yang mereka lakukan bukan semata-mata menuntaskan isi buku namun memiliki makna yang luas untuk membantu kehidupan mereka agar lebih baik, lebih solutif, lebih berkualitas.

Hadirkanlah pembelajaran bermakna ini sebagai suatu ibadah kita sebagai guru yang memberikan terang kepada muridnya dan bukan hanya memberi tongkat estafet tradisi belajar yang dulu.

Seringkali penulis bertanya terbuka kepada murid dalam sesi motivasi, "Siapa di antara kalian yang bosan bersekolah?", hampir 90% lebih murid menjawab bosan bersekolah. Inilah salah satu dampak, pembelajaran yang diberikan adalah pembelajaran tradisi lama bukan pembelajaran bermakna.

Saat penulis meminta mengevaluasi pembelajaran bermakna yang penulis sampaikan dalam sesi motivasi, para murid memberikan respon lebih dari 90% menyatakan," Pembelajaran ini perlu diberi waktu lebih, perlu untuk diadakan lagi, sangat menyenangkan, saya merasakan manfaatnya,...". Para murid ini jujur memberikan penilaian tanpa tekanan dan perintah, mereka dapat menilai dengan apa adanya, namun mereka tidak berdaya untuk merubah keadaan di saat pembelajaran dengan pendekatan tradisi dahulu kala terus berlangsung.

Membangun pembelajaran bermakna dapat dimulai dengan membangun komunikasi antar guru dengan disiplin ilmu yang berbeda, bukan menggunakan komunitas MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) ini warisan masa lampau, namun perlu dibuat MGMP' (musyawarah guru multi pelajaran alias interdisiplin ilmu). Guru antar disiplin ilmu atau antar mata pelajaran dapat duduk bersama dan berkolaborasi dengan mengangkat satu isu sentral yang hendak dibahas dalam pembelajaran.

Misal isu ekonomi hijau. Pelajaran matematika dapat membahas terkait perhitungan ketika terjadi disrupsi ekonomi dari energi fosil ke energi hijau. Pelajaran IPA tentu dapat membahas tentang bagaimana membangun energi hijau, apa saja yang diperlukan agar terbentuk energi hijau. Pelajaran IPS tentu dapat melakukan pengamatan pembiasaan masyarakat ketika beralih ke ekonomi hijau. Pendekatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran yang mengarah ke tema tentu dapat disinkronkan dengan capaian pembelajaran yang ada di fase pembelajaran.

Perhatikanlah, di saat guru mulai berkomunikasi dengan guru lainnya yang berbeda disiplin ilmu, di situlah guru mengembangkan ketrampilannya dalam mengajar. Guru tidak lagi monoton layaknya mesin foto kopi yang hanya mengopi sesuai dengan tradi lampau. Disaat guru mau merubah cara mereka mengajar, inilah kemerdekaan yang dimaksud dalam implementasi kurikulum merdeka.

Merdekalah para guru, lepaskan ikatan mu dari tradi guru lampau mu mengajar, ingatlah saat ini anda adalah guru untuk kehidupan murid mu di masa depan untuk itu mulailah untuk terus menerapkan pembelajaran bermakna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun