www.freepik.com
"Para murid di pesisir pulau Maluku mulai takut melaut, para murid di pedalaman papua tidak lagi berani masuk ke hutan"
Ini adalah sepenggal kalimat dari sebuah buku berjudul "Sekolah Biasa Saja" yang ditulis oleh para pendiri Sanggar Anak Alam. Kalimat ini mengusik penulis untuk mengungkapkannya kembali dalam tulisan ini.
Perubahan kebijakan terkait kurikulum telah kembali berubah, setiap perubahan yang diajukan tentu merupakan perhatian yang baik dari para menteri pendidikan melihat situasi yang dibutuhkan negara agar pendidikan nasional dapat berkembang lebih maju lagi.
Namun setiap perubahan kurikulum ini tentu membawa dampak tersendiri bagi satuan pendidikan dalam pelaksanaannya. Tidak sedikit sekolah yang akhirnya meninggalkan identitas sekolah demi mengikuti kurikulum nasional yang sering kali berubah baik itu konteksnya hingga esensinya.
Melaksanakan kurikulum nasional adalah kewajiban bagi setiap satuan pendidikan, namun menegakkan identitas sekolah adalah sebuah keluhuran yang pantas untuk terus dikuatkan sebagai bentuk tanggung jawab sekolah dalam menjalankan visi dan misi organisasinya serta juga sebagai bentuk pemahaman tentang citra rasa kearifan lokal yang layak dikembangkan.
Di saat sekolah dapat mengembangkan identitasnya maka tentu sekolah tidak meninggalkan kearifan lokal yang dimilikinya, sehingga tidak lagi terjadi dimana murid di pesisir menjadi takut melaut, dan murid di perhutanan takut ke hutan.Â
Mereka tentu menjadikan laut dan hutan sebagai bagian pembelajaran mereka, dan dijadikan kurikulum dalam pembelajaran mereka, di samping mereka menerapakan kurikulum nasional.
Penulis telah mengunjungi banyak sekolah yang menjadi sekolah rujukan untuk dikunjungi lantaran mereka memiliki identitas sehingga sekolah mereka unik berbeda dengan yang lainnya. Sekolah-sekolah ini tetap menjalankan kurikulum nasional namun mereka tidak melepas kurikulum identitas sekolah mereka.
Sekolah dengan identitas ini berani untuk melakukan perombakan dan mengakali kurikulum nasional agar dapat mengutamakan identitas sekolah sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan keseharian bersama para murid.
Ada satu sekolah yang berhasil membuat sekolahnya dijuluki sekolah literasi, ada juga sekolah yang berhasil membuat sekolahnya dijuluki sebagai sekolah riset, sekolah petualang, sekolah entrepreneur, sekolah terampil dalam 3 bahasa, sekolah karakter dan lainnya.
Bagaimana dengan sekolah yang kita bina? apakah sekolah kita memiliki identitas yang kuat sebagai ciri khas kita, atau kita hanyalah sekolah yang menjalankan tuntutan dari kurikulum nasional saja?
Perhatikanlah bahwa kurikulum apapun yang diberlakukan secara nasional tentu tidak memahami identitas atau kekhasan atau kearifan lokal dari sekolah kita, karena pijakan dasar dari kurikulum nasional adalah selalu mengarah ke seragaman atau penyeragaman.Â
Jika sekolah hanya puas mengikuti kurikulum nasional maka sekolah dapat dikatakan hanya membangun identitas penyeragaman bukan sekolah yang membangun kekhasan, lambat laun sekolah ini ditinggal oleh masyarakat karena kurang memiliki nilai yang unik untuk dijadikan tempat pendidikan bagi para muridnya.
Sekolah swasta yang berdiri dan berlangsung karena swadaya sendiri, tentu perlu sekali memiliki ciri khas dengan identitas yang kuat, sebagai sekolah yang mengembangkan kearifan lokal.Â
Sekolah swasta sesungguhnya memiliki ruang yang lebih luas untuk menjadikan sekolah mereka dengan kekhasan tersendiri dan sangat mungkin untuk membangun struktur kurikulum yang mendukung pengembangan ciri khas yang dimiliki.
Pimpinan sekolah baik itu direktur sekolah atau kepala sekolah perlu mengkaji kembali dan melihat ke dalam visi, misi, tujuan, nilai-nilai, target, dan profil sekolah yang dibangun, dari sinilah awal dari membentuk identitas sekolah. Sekolah layaknya sebuah organisasi profesional yang bergerak dimotori oleh visi yang unik.
Perubahan kurikulum bukan menjadi kendala bagi sekolah yang kuat dalam pengembangan ciri khas atau identitas sekolahnya. Misal di suatu waktu pembelajaran bahasa Inggris tidak dimuat dalam struktur kurikulum nasional untuk tingkat sekolah dasar, namun jika sekolah yang melihat bahasa inggris sebagai kekuatan mereka maka pelajaran bahasa Inggris wajib terus dijalankan bukan dihilangkan.Â
Hal lain ketika mata pelajaran teknologi informasi pun dilepas dari struktur kurikulum nasional, namun jika sekolah fokus untuk mengembangkan literasi digital dengan teknologi informasi maka mata pelajaran teknologi informasi terus diberikan, perihal apakah nanti tidak masuk dalam laporan hasil belajar murid, sekolah dapat mengakalinya dengan memberikan laporan terpisah.
Keberanian sekolah untuk menjaga kekhasannya dapat memberikan dampak yang panjang dalam menguatkan dan melestarikan 'merek' atau branding sekolah yang akhirnya melekat dalam pemikiran masyarakat alhasil sekolah yang kita bangun dapat dengan mudah memiliki market atau pasar tersendiri atau dengan kata lain, sekolah kita mendapat tempat di hati masyarakat karena kekhasan yang kita bangun.
Bagaimana sekolah yang Ibu dan Bapak bangun, apa ciri khasnya? Sudahkah ciri khas ini mendarah daging di dalam pelaksanaannya?Â
Teruslah untuk dikembangkan, teruslah dikuatkan karena ini adalah bagian dari keunikan dan sejalan dengan esensi sebuah pendidikan yaitu pendidikan yang inklusi pendidikan yang didasarkan pada personal subjek belajar, pendidikan yang berpusat pada kearifan lokal.Â
Semoga bermanfaat, semoga pendidikan nasional semakin berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H