Menjadi pendidik untuk murid usia remaja memiliki seni tersendiri. Jika kita terlalu keras mereka mengeras dan jika kita terlalu lunak mereka semena-mena.Â
Menghadapi remaja saat ini tidak cukup hanya melakukan pendekatan kepada sang murid saja, namun juga kepada orangtua murid juga, karena orangtua murid memiliki potensi untuk meledak-ledak kepada pendidik jika terberdaya oleh rayuan putra-putri mereka yang pandai memutar balik fakta.
Pendidik di usia remaja, perlu sekali memastikan kerja sama yang baik berupa kesepakatan bersama dengan para orangtua murid yang memiliki tujuan yang mulia terhadap putra-putri mereka.Â
Sekolah wajib untuk memastikan para orangtua memiliki visi yang sejalan dengan visi sekolah, dan memahami secara lengkap apa saja yang akan dilakukan di sekolah yang suatu saat akan membuat putra-putri mereka berontak, menolak dan bahkan melawan atas pendidikan karakter yang diberikan oleh sekolah.
Orangtua dan sekolah wajib memahami bahwa segala yang mereka lakukan tetap dalam koridor pendidikan bukan peloncoan atau kekerasan sepihak. Tata cara yang ditetapkan oleh sekolah perlu disosialisasikan kepada orangtua terkait pembentukan karakter yang kelak dilakukan di sekolah.Â
Pembentukan karakter memang memiliki risiko yang mendatangkan tekanan bagi para murid yang terbiasa dengan kemanjaan dan kemudahan yang didapat di rumah.
Jika orangtua tidak sepakat terhadap hal yang direncanakan untuk dilakukan dalam pembentukan karakter murid, orangtua dapat memutuskan untuk tidak bergabung dengan sekolah sejak awal, daripada orangtua ini merepotkan pihak sekolah dengan segala macam caranya untuk menolak dan membantah segala hal yang dilakukan sekolah dalam pembentukan karakter murid.
Berdasarkan pengalaman penulis, ketika kita tegas terhadap orangtua dan murid, malah sekolah mendapat tempat yang baik untuk fokus dalam mengembangkan para murid menuju beragam prestasi yang dapat dicapai oleh para murid.Â
Setiap kali ketegasan ini disampaikan dengan baik kepada para orangtua dan murid secara langsung di awal sebelum penerimaan murid, adalah suatu awalan yang baik dan memberikan penguatan untuk langkah besar lainnya di kemudian hari.
Pendidik pun perlu menyelesaikan juga masalah pribadi mereka dalam hal ini terkait dengan pengembangan mental mereka. Pendidik wajib menyadari bahwa mereka pun perlu sehat secara mental agar dapat memberikan pendidikan berkualitas. Bagaimana memahami kesehatan mental kita?Â
Cara sederhananya adalah kita cukup sadar diri bahwa kita adalah pendidik yang di depan memberi teladan, di antara murid memberi semangat dan di belakang murid memberi dukungan. Seberapa besar apapun masalah kita di luar sekolah, kita perlu lepaskan sebelum kita masuk ke sekolah.
Pendidik perlu tampak sederhana dan bersahaja, bukan mentereng dengan berhiaskan perhiasan yang gemilau, atau juga dengan kesombongan kecerdasannya yang sempit dan gelar pendidikannya yang tinggi. Pendidik juga tidak boleh tampak susah, kere (miskin), penuh amarah, wajah tampak kurang cerdas, hal ini dapat menurunkan nilai seorang pendidik.
Pendidik cukup menggunakan pakaian yang rapi, bersih, harum, tertata dalam busana, rambut, dan juga raut wajah. Tampillah layaknya seorang profesional yang siap mendidik murid dan membantu orangtua untuk mendidik putra-putri mereka.Â
Pendidik tetap terus mengasah pengetahuannya, selalu belajar dan berkarya agar terus menjadi pendidik yang update dan terus upgrade atau pendidik yang kekinian dan berkembang.
Di saat mendidik remaja, pahamilah bahwa mereka adalah seseorang yang sedang dalam masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Di masa transisi tentu mereka memiliki masalah yang kompleks, hingga mereka sendiri terkadang tidak memahami masalah mereka. Untuk itu pendidik perlu memahami hal ini dan membantu mereka dengan memberi dukungan dan juga ketegasan dalam hal-hal yang membangun mereka kelak.Â
Kelonggaran dan pembiaran terhadap hal-hal yang disiplin dapat membuat remaja menjadi sosok yang kurang memahami nilai dan mereka dapat menjadi pribadi yang semaunya alias sulit diatur ke depan.Â
Kelak di usia dewasa awal mereka dapat menjadi pribadi yang sulit menyelesaikan segala yang ditargetkannya, sehingga berbagai kegagalan dapat menghantuinya.
Masa remaja adalah masa emas bagi seseorang untuk mencapai segala hal yang ia harapkan, karena di masa ini kekuatan fisik sangat optimal dan kekuatan mental pun sangat berani dan tidak takut untuk mencoba sesuatu yang menantang, karena itu jika pendidikan remaja diberi sesuatu yang berkualitas dan optimal remaja dapat menjadi bintang di usia ini.
Prinsip untuk sebuah kedisiplinan perlu dipahami oleh pendidik sebelum menerapkan kepada remaja, karena remaja saat ini tidak serta merta menerima apa yang diatur oleh sekolah. Mereka memerlukan alasan yang kuat mengapa aturan disiplin ini dan itu diterapkan. Kepala Sekolah wajib dapat menjelaskan dengan baik kepada para pendidik terkait filosofi dasar yang melatar belakangi aturan disiplin yang dibuat, jika pendidik sudah memahaminya, maka murid dapat diajak dan disosialisasikan perihal kedisiplinan ini.
Misal disiplin tidak menggunakan perhiasan ke sekolah, filosofi dari kedisiplinan ini adalah murid perlu memahami bahwa mereka cukup indah ke sekolah dengan berseragam saja, biarlah perhiasan digunakan di tempat yang semestinya seperti ke pesta atau ke mal.Â
Sekolah adalah tempat untuk pendidikan dan larangan menggunakan perhiasan adalah bagian dari pendidikan agar murid dapat hidup lebih sederhana, selain itu perhiasan berisiko hilang dan rusak selama berkegiatan.
Ini adalah contoh penjelasan yang patut disampaikan kepada para murid agar mereka dapat memahami makna di balik aturan disiplin yang diterapkan. Memang terkesan bertele-tele, panjang dan lebar, namun karena kita hendak mendidik para remaja menuju usia dewasa yang optimal, yang bijaksana dan juga penuh keterbukaan, maka kita perlu mengupayakan hal ini.
Seni lain dalam mendidik remaja adalah ikutlah dalam beberapa permainan mereka di sekolah seperti olah raga bersama, makan bersama mereka, berbincang di suasana informal di luar kelas dengan mereka.Â
Dekati mereka dengan memahami kegemaran mereka, dan pendekatan informal ini sangat memberi arti bagi para remaja untuk belajar dengan orang dewasa seperti kita. Mereka lebih mudah cair dan menyatu dengan pendidikan yang kita berikan jika kita berupaya untuk masuk ke area mereka lewat hal-hal informal di atas.
Ini sebagian pengalaman yang dapat penulis bagikan kepada para pembaca, semoga memberi manfaat kepada para orangtua dan pendidik yang berhadapan dengan para remaja saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H