Maraknya perundungan di berbagai sekolah yang tersebar diberbagai wilayah saat ini selalu menjadi materi utama dalam berita-berita nasional. Kecanggihan smartphone yang merekam video perundungan dan disebarkan melalui kanal media sosial sepertinya menjadi bagian yang meluaskan berita perundungan yang terjadi.
Penulis merenung sebagai pendidik, apakah pendidik atau pimpinan sekolah (pelaku sekolah) melihat berita-berita perundungan ini dan mulai melakukan sebuah gerakan yang sistemik untuk mengatasi perundungan yang akan, sedang atau telah terjadi di sekolah mereka? Atau mereka tidak melakukan apa-apa sehingga setiap hari selalu ada saja berita perundungan di sekolah lainnya?.
Sebagian berita yang meliputi perundungan, tampak pelaku sekolah baru melakukan perubahan atau melakukan penindakan terkait perundungan setelah perundungan itu terjadi. Ini layaknya sebuah mobil ambulance yang hadir di saat kejadian gawat darurat, membawa pasien yang telah fatal menuju rumah sakit, dengan peluang kesembuhan sangat minim bahkan sering kali berujung kematian.
Sekolah yang menerapkan prinsip ambulance dalam menangani kasus perundungan adalah sekolah yang mempersiapkan peserta didiknya menuju ambang kematian baik secara mental ataupun secara fisik. Sekolah seperti ini layak dikalibrasi ulang oleh pemerintah yang memiliki wewenang memberi ijin atau menutup ijin operasional satuan pendidikan atau sekolah.
Yayasan ataupun pemerintah wajib melakukan audit secara menyeluruh terkait sistem kinerja dan pelaksanaan penghentian atau pengurangan serta antisipasi terhadap perundungan di kalangan murid. Survei lingkungan belajar dengan puluhan pertanyaan yang diisi oleh guru dan pimpinan sekolah belum mampu memberikan efek yang nyata untuk pengurangan perundungan di sekolah. Untuk itu pengawasan dan pengamatan langsung secara periodik atau secara mendadak perlu dilaksanakan segera dan bukan menunggu waktu seremoni akreditasi per 3 atau 5 tahunan yang tentu sangat terlambat dalam mengatasi perundungan di sekolah.
Fatalnya dampak perundungan yang dibiarkan terjadi di sekolah seharusnya menjadi prihatin bagi para guru dan pimpinan sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu merapatkan barisan membentuk satuan tugas yang fokus untuk program-program penguatan mental para murid yang menumbuhkan kepedulian antar sesama murid, menumbuhkan kasih sayang dan kemurahan hati antar murid agar mereka dapat saling bahu-membahu dan menerima perbedaan serta juga tumbuh rasa kekeluargaan antar murid dan guru serta pimpinan sekolah.
Di saat guru dan pimpinan sekolah berada jauh dari radar kekeluargaan bersama murid, di saat itulah benih perundungan berkembang dan menjadi monster yang dapat menghanguskan nilai-nilai luhur sebuah persekolahan.
Penulis mengamati beberapa berita terkait perundungan yang terjadi di sekolah, seluruh sekolah yang berkasus perundungan ini selalu saja hanya menjadi mediasi pertemuan antar orangtua murid yang melakukan perundungan dengan orangtua murid yang menjadi korban perundungan. Tidak ada pernyataan dari sekolah yang menyatakan bahwa pihak sekolah bersalah dalam kelengahan ini karena kejadian perundungan jelas-jelas terjadi di sekolah dan para murid itu pun masih berseragam sekolah artinya kejadian perundungan jelas terjadi di waktu sekolah berlangsung.
Penulis berharap pimpinan sekolah dan guru di sekolah tersebut mendapat peringatan tegas dan keras serta sanksi yang tepat yang membuat tim sekolah tersebut menjadi melek dan mau berbenah diri agar segera melakukan tindakan yang progresif terarah untuk menghentikan perundungan. Pemerintah sebagai tuan dari segala kebijakan pun wajib memberikan peringatan tegas dan sanksi kepada sekolah-sekolah tersebut, selanjutnya disiarkan di kanal-kanal nasional sehingga para guru dan pimpinan sekolah di seluruh negeri paham bahwa perundungan ini memberi dampak yang serius bukan hanya kepada korban namun juga kepada nasib sekolah.
Ketegasan berupa peringatan dan sanksi ini dapat menjadi citra yang baik untuk pendidikan nasional Indonesia, apalagi guru dan pimpinan sekolah saat ini bukan lagi pekerja yang tidak sejahtera khususnya mereka yang mengenyam karir dengan status PNS (Pegawai Negeri Sipil), gaji, tunjangan dan lainnya sudah cukup dan berlebih untuk kesejahteraan mereka. Kesejahteraan yang diberikan oleh pemerintah untuk pegawainnya ini seharusnya dijadikan semangat untuk memajukan lembaga yang mereka naungi. Pemerintah bisa saja memberikan sanksi di ranah ini agar para guru dan pimpinan sekolah khususnya berstatus PNS ini lebih sadar diri.
Mengapa penulis menyebutkan khusus ke guru dan pimpinan sekolah berstatus PNS untuk dapat diberi sanksi langsung dari pemerintah? Ya jelas sekali karena adanya hubungan kedinasan antara PNS dan pemerintah. Selain itu juga jumlah sekolah yang dinaungi langsung oleh pemerintah saat ini lebih banyak 4 kali lipat daripada sekolah swasta, dengan jumlah murid pun berlipat-lipat jumlahnya daripada sekolah swasta.