Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Metode Mendidik Anak "Nakal"

15 Oktober 2023   08:03 Diperbarui: 15 Oktober 2023   14:44 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak (vadimguzhva via edukasi.kompas.com)

Sejak penulis mendapatkan manfaat lebih dari metode ini, penulis mulai mengkritisi metode lama yang digunakan banyak guru dalam menangani murid nakal yang bertindak kurang pantas di sekolah. Para guru masih menggunakan metode lama yang jelas kurang efektif untuk diterapkan di masa kini.

Suatu saat jika ada seorang murid sekolah dasar katakan kelas 2 mengacungkan jari tengahnya ke temannya saat memberi respon tertentu, apa yang kita lakukan sebagai guru saat ini?

Metode lama adalah memanggil murid tersebut, lalu menjelaskan ke murid tersebut jika itu suatu sikap yang buruk selanjutnya kita menghukum sang murid. Apa yang terjadi jika kita amati lagi lebih jauh ke depan, lihatlah apakah murid ini jera atau melanjutkan lagi melakukan sikap buruk lainnya? Atau mungkin murid ini menjadi pemurung lantaran ia mengalami ketakutan untuk bersekolah?

Perhatikanlah dampak selanjutnya untuk memahami keefektifan metode pendekatan kita dalam membantu murid kita agar memahami sikap buruknya dengan baik dan benar. Sekolah bukanlah tempat peradilan bagi murid-murid yang bersikap kurang sesuai dengan aturan sekolah, sekolah adalah satuan pendidikan untuk mendidik para murid agar mereka lebih terampil dalam menjalankan kehidupannya kelak.

Jika prinsip utama sekolah sebagai satuan pendidikan menjadi prioritas kita, maka kita sebagai pendidik dan atau kepala sekolah maupun pengelola/dinas terkait/yayasan, maka kita perlu belajar menggunakan metode yang mengarah kepada pendidikan bukan penghakiman.

Bagaimana metode pendekatan yang dimaksud yang disesuaikan dengan prinsip mendidik? Metode ini sudah banyak diterapkan di negara yang pendidikannya berkualitas tinggi, dan juga penulis terapkan di waktu-waktu penulis mendapat tugas melakukan pendekatan kepada para murid yang bersikap kurang pantas.

Metode ini penulis beri nama agar mudah diingat oleh para pembaca sekalian yaitu metode CARE. CARE adalah akronim untuk Cari, Akui, Rundingi, Empati.

Saat guru melihat, mendengar baik secara langsung atau tidak langsung kejadian seorang atau beberapa murid melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan sekolah dan atau norma yang dipercayai budaya sekolah, maka langkah pertama dengan metode CARE adalah Cari tahu akar dari tindakan ini. Guru perlu memanggil sang murid yang melakukan tindakan yang kurang tepat ini.

Ajaklah bertemu secara khusus atau tidak khusus. Jika secara khusus maka pastikan di ruang khusus dimana yang hadir cukup guru dan sang murid saja. 

Dalam pertemuan tersebut, pastikan pertemuan yang santai, tenang, dan membawa suasana yang hangat bukan yang mencekam. Judul ruangan juga mungkin perlu diganti bukan ruang BK, dimana banyak murid paham ruang BK itu ruang peradilan. Mereka telah mendapat cerita dari nenek moyangnya bahwa ruang BK itu menyeramkan dan hanya orang bermasalah yang ke sana.

Persepsi ini perlu dialihkan dengan mengajak sang murid ke ruangan yang berbeda, misal ajak ke ruang musik, ruang tari, ruang perpustakaan atau ruang-ruang lain yang berbeda atau sekolah bisa memberi judul ruang BK menjadi ruang CARE untuk memastikan bahwa di ruangan ini memang untuk memperkuat kepedulian sekolah dengan murid-muridnya.

Jika secara tidak khusus, kita dapat berbincang-bincang dengan sang murid di tempat mereka makan, mereka bermain atau di saat mereka sedang bercuci tangan. Dimana pun dapat menjadi tempat untuk berdialog bersama sang murid.

Carilah akar yang menyebabkan sang murid melakukan tindakan kurang pantas. Berdasarkan pengalaman penulis, penulis mengajukan beberapa pertanyaan tertutup yang cukup dijawab dengan ya atau tidak. Misal kembali ke murid yang mengacungkan jari tengah ke temannya. Penulis akan mengajukan beberapa pertanyaan berikut untuk mencari tahu akar dari penyebab sang murid melakukan hal itu.

"Apakah Brata (nama samaran seorang murid) mengacungkan jari tengah ke teman mu pagi ini?", ini pertanyaan untuk memastikan tingkat kejujurannya terhadap dirinya sendiri, jika sang murid menjawab tidak, maka guru bisa menunjukkan bukti berupa rekaman CCTV, namun jika sekolah tidak memiliki CCTV, guru dapat memberikan data bahwa ada saksi untuk kejadian ini.

Jika pertanyaan awal ini dijawab,"ya", maka kita bisa melanjutkan ke pertanyaan berikut, "Apakah Brata belajar mengacungkan jari tengah ini dari teman sekolah?, teman di rumah, atau dari rumah atau dari saudara-saudara Brata atau dari internet seperti youtube atau dari tempat lain?". 

Sang Murid tentu akan menjawab sumber dari mana mereka pertama kali mengenal sikap yang tidak pantas ini. Jawaban ini membantu guru untuk mengevaluasi apakah tindakan sang murid ini telah terjadi di sekolah atau di luar sekolah. Jika diluar sekolah, maka kita perlu libatkan orangtua murid agar dapat membantu memantau anaknya dengan baik di luar sekolah.

Selanjutnya guru dapat mencari tahu secara lebih mendalam lagi mengenai frekuensi sikap yang dilakukan oleh sang murid, "Apakah tindakan ini Brata lakukan berulang?". Guru dapat menunggu jawabannya dengan tidak terburu-buru, ijinkan sang murid menjawab dengan gaya mereka.

"Apakah Brata melakukan tindakan ini untuk hiburan, atau karena kesal atau karena apa?", ini pertanyaan untuk memahami tujuan tindakan yang dilakukan. Tujuan ini perlu dipahami oleh guru agar kelak guru memahami bahwa arti tindakan yang dilakukan itu sebagai bagian dari gerakkan emosi untuk tujuan tertentu dan juga murid belajar memahami bahwa tindakan yang dilakukan itu suatu tindakan sengaja yang digerakan oleh emosi.

Metode CARE yang kedua adalah Akui. Guru dapat mengakui dengan cara menyimpulkan dari informasi yang diperoleh dari langkah pertama Cari. 

"Benarkah, Brata mengacungkan jari tengah karena belajar dari youtube di saat Brata bermain game online, tindakan ini telah dilakukan Brata lebih dari sekali dan dilakukan untuk tujuan hiburan biar terlihat keren, benar demikian Brata?"

Guru perlu mencatat semua informasi dari langkah Cari agar dapat membuat kesimpulan yang sesuai dan menunjukkan bahwa guru mengakui tindakan itu secara tepat melalui informasi yang diberikan oleh sang murid.

Akuilah bahwa tindakan yang dilakukan oleh sang murid adalah tindakan yang sesuai dengan deskripsi yang diberikan murid, artinya guru tidak melakukan pembenaran atau menyalahkan secara langsung atas tindakan sang murid. Guru cukup mendata informasi terkait deskripsi yang diberikan sang murid melalui pertanyaan di langkah Cari di awal tadi.

Metode berikutnya adalah Rundingi, atau diskusikan dengan sang murid terkait tindakan yang dilakukan itu. "Brata tahukah jika tindakan yang dilakukan itu tidak tepat?", jika jawabnya tidak tahu, maka guru memberi arahan bahwa tindakan itu tidak tepat, dan guru bisa menjelaskan arti tindakan itu sehingga menjadi tindakan tidak terpuji. 

Guru mengajak murid untuk merundingkan langkah selanjutnya di kemudian hari, "Jika tindakan ini tidak terpuji, tidak tepat, tidak pantas, sehingga membuat Brata kurang disukai guru dan teman dengan tindakan ini, apakah Brata perlu mengurangi atau menghentikannya di kemudian hari?".

Pilihan mengurangi atau menghentikan adalah salah satu medote untuk Rundingi. Mengapa perlu ada kata mengurangi? Hal ini dilakukan untuk memberikan suasana yang lebih lentur agar sang murid memiliki kepercayaan diri untuk melakukan perubahan tindakan. Apalagi jika tindakan ini sudah terbiasa dilakukan, maka perlu waktu untuk menghentikannya.

Di saat perundingan dilakukan, ada baiknya guru menunggu dan memberikan kesempatan sang murid untuk menjawab, jika perlu guru dapat mengajukan pertanyaan berikut, "Apakah Brata memiliki usulan lain untuk tindakan ke depan agar lebih baik?"

Guru sebagai sutradara yang baik, tentu guru dapat mengupayakan murid untuk memilih tindakan yang tepat di kemudian hari.

Setelah hasil perundingan selesai, guru dapat mengulang hasil tersebut dalam bentuk pengulangan kata, "Baik, Brata menyetujui untuk melakukan tindakan yang lebih baik ke depan dengan menghentikan tindakan sebelumnya, karena Brata ingin menjadi murid yang lebih baik, benar demikian Brata?", "Ya Pak guru". Metode ini memberikan kesempatan murid kita untuk melakukan komitmennya di waktu mendatang.

Metode berikutnya adalah Empati. Metode ini merupakan metode penutupan yang dapat dilakukan dengan sederhana, guru dapat bersalaman, atau melakukan tos (high five) atau menepak bahu atau punggung murid layaknya seorang pelatih yang menyemangati atletnya, seraya berkata, "Terima kasih atas kesediaan Brata hadir di sini, bercerita dengan jujur, juga mau untuk bertindak lebih baik lagi, ke depan jika ada hal lain yang ingin disampaikan, datang saja ke Bapak, Bapak siap mendengar cerita Brata lainnya". 

Empati tersebut dapat dirasakan sang murid sebagai penguat bahwa ia tidak sendiri melangkah di dunia ini, ada orang lain yang peduli terhadap dirinya, sehingga ia menjadi percaya diri karena kehangatan care/kepedulian yang diberikan oleh gurunya.

Pengalaman penulis, karena metode CARE ini penulis terapkan berkali-kali, terkadang penulis cukup memerlukan waktu tidak lebih dari 30 menit untuk membuat murid mengubah tindakannya menjadi lebih baik, tanpa menjadi terancam atau takut, namun karena ia memahami tindakannya tidak tepat dan memahami bahwa ia mau menjadi lebih baik. 

Inilah yang penulis katakan di awal bahwa sekolah sebagai sebuah satuan pendidikan yaitu untuk memberikan proses pendidikan bagi seluruh warganya salah satunya muridnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menjadi metode yang tepat guna membantu para murid yang sedang berjuang untuk menjadi murid yang lebih baik, hentikan untuk melabel murid kita sebagai murid nakal, murid pecundang atau nama lainnya. 

Mereka adalah murid yang sedang berjuang untuk melampaui rintangan hidup mereka, tugas kita sebagai pendidik patut memahami mereka sebagai mereka apa adanya bukan sebagai mereka yang kita deskripsikan sendiri tanpa belajar mendengar mereka.

Sumber: freepik.com
Sumber: freepik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun