Menuju kepulangan setelah berkegiatan pelatihan penguatan penyadaran diri selama 2 malam 3 hari bersama para peserta didik SMP-SMA sekolah swasta, penulis berkesempatan berbincang dengan kepala sekolah tersebut.Â
Beliau bercerita mengenai beberapa peserta didik yang pindahan dan masuk ke satuan pendidikan yang dipimpinnya dengan latar belakang mengalami perudungan dapat bangkit dan berkembang di unit yang beliau pimpin.
Ada satu peserta didik yang sempat penulis ikut mewawancari sebelum dinyatakan diterima, peserta didik ini membungkam dirinya tidak berbicara sepatah kata pun ketika ditanya apapun yang ada dalam daftar pertanyaan wawancara. Penulis dan kepala sekolah pun bingung bagaimana melakukan wawancara jika peserta yang diwawancara diam seribu bahasa.
Kami pun mendapat informasi bahwa peserta didik ini mulai terdiam seribu bahasa setelah mendapat perundungan dari teman sekolah sebelumnya, yang mengecam kehidupan peserta didik ini (katakan nama peserta didik ini Adi).
Sebelum mendapat perundungan, Adi adalah seorang peserta didik yang rajin, tekun, semangat belajar serta periang dan suka bercerita, namun sikap ini seketika berubah 180 derajat setelah beberapa kali dalam 1 tahun ajaran mendapat kecaman dari teman-temannya yang membuat Adi periang menjadi pendiam.
Adi membungkam dirinya di saat ditanya apapun, alhasil penulis dan pihak sekolah akhirnya berkehendak untuk menolak Adi sebagai peserta didik di sekolah yang kami bina.Â
Namun berkat upaya yang kuat dan sungguh-sungguh dari tante Adi, yang waktu itu menjadi wali Adi, beliau berjanji, "Saya mohon pihak sekolah untuk memberikan kesempatan ke Adi, Adi ini korban dari perundungan, mohon bantulah Adi untuk melewati kondisi ini. Jika dalam 3 bulan Adi tidak menunjukkan perubahan, saya siap mengundurkan Adi bergabung dengan sekolah ini tanpa menuntut apapun".Â
Pernyataan tante Adi ini beliau tuliskan di sebuah surat pernyataan yang ditanda tangani di atas materai, hal ini sebuah semangat yang luar biasa agar Adi bisa diterima di sekolah yang kami bina.
Waktu itu kami ragu menerima Adi dikarenakan kami tidak mampu memberi layanan pendidikan yang tepat untuk Adi, namun dikarenakan kami dan wali Adi bertekad bersama-sama untuk membantu Adi, akhirnya kami terima Adi sebagai peserta didik di sekolah yang kami bina.
Beberapa minggu pun berlalu, penulis terus memantau Adi dan selalu saja mendapat berita yang mengharukan, di mana Adi mulai berbicara bersama temannya, menjawab pertanyaan guru jika ditanyakan secara bertahap. Adi juga tampak tidak takut, dan terlihat mulai dapat berbaur dengan teman dan lingkungan belajarnya.