Dalam obrolan para ibu rumah tangga pagi itu, mereka tidak sepakat dengan cara melepas anak tanpa diberikan rambu-rambu melalui penguatan budaya lokal yang patut ditegakkan. Mereka sepakat bahwa penting sekali anak-anak untuk dapat diajarkan, diberi contoh, dan mempraktekkan perilaku yang pantas dalam keseharian.Â
Perilaku itu diantaranya menyapa, memberi hormat, meminta maaf, berterima kasih, peduli kepada sesama, melindungi diri dengan berkata maaf, bekerjasama, meminta ijin jika ada keperluan, membantu teman jika ada kesulitan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, menggunakan internet dengan waktu tertentu, bermain gems online atau offline dengan gems yang sesuai umur dan terbatas dalam waktu bermainnya, mengutarakan argumen dengan mendengar terlebih dahulu, juga menolak informasi yang belum dianjurkan oleh orangtua mereka.
Budaya lokal yang ditegakkan ini tentu budaya yang ada di rumah masing-masing keluarga, dan sifatnya sangat ekslusif namun berlaku universal yang diyakini sebagai budaya yang dapat membawa kemajuan dan kebahagiaan diri dan banyak orang serta membawa kebaikan untuk lingkungan.Â
Guna dapat membuat budaya lokal ini menjadi bagian kehidupan sang anak, orangtua wajib untuk menjadi mentor sekaligus coach/pelatih bukan fasilitator.Â
Perbedaan antara mentor, coach dan fasilitator sangat perlu dipahami agar kita tidak salah dalam menerapkan pembelajaran ke anak-anak kita.
Mentor memberikan arahan dalam bentuk intruksi langsung, yang tegas tanpa perlu diperdebatkan. Arahan ini jelas sesuatu yang sifatnya prinsip-prinsip hidup seperti bicara yang baik, penuh arti, tidak kasar, memberi manfaat, bukan omong kosong, juga bukan asal bicara namun ada faktanya.Â
Kemudian coach adalah bagian dari mentor yang selain memberi instuksi juga memberikan teladan, dan membantu mengevaluasi perilaku yang sudah dilakukan serta  memberi arahan untuk perilaku yang akan dilakukan.
Sedangkan fasilitator adalah memberikan kewenangan penuh kepada peserta didik untuk melakukan ekspolarasi dan mendukung segala hal yang hendak dieksplorasi dengan arahan yang umum namun tidak membatasi informasi yang sejalan dengan harapan peserta didik.
Perlu kiranya pendekatan psikologi anak juga menjadi dasar untuk memberikan arahan kepada anak kita. Secara tidak disadari, naluri para ibu yang berbincang pagi itu, telah menerapkan psikologi anak secara praktis.Â
Mereka sependapat bahwa dunia anak itu masih perlu ikut campur orangtua mereka dalam membentuk mereka. Namun mereka juga menyadari kadang kala dalam ikut campur ini mereka perlu mengerem agar tidak terlalu berambisi mengharap anaknya berubah sesuai harapan mereka secara instan. Penyadaran dalam membimbing anak itu penting sekali untuk terus dibangkitkan, dihidupkan, diingatkan.
Penyadaran ini terkait dengan nilai-nilai luhur yang menjadi sumber pendidikan anak yaitu cinta kasih dan kasih sayang kepada sang anak yang masih perlu bimbingan dan dukungan.Â