Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendekat Pada Diri Menjadi Lebih Berarti

18 Mei 2023   08:35 Diperbarui: 18 Mei 2023   18:39 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda merasa diri anda kurang mampu mencapai cita-cita anda? Atau anda merasa hidup anda terlalu berat untuk dilalui sehingga anda ingin melepaskan kehidupan anda? Atau anda bingung apa yang harus anda lakukan untuk jalani hidup yang terasa panjang ini? Inilah bagian cerita hidup kita yang perlu kita hadapi dan jalani hingga hidup kita kembali berseri.

Memahami Diri Sendiri

Motivasi hidup terkadang menjadi sulit muncul sebagian besar dikarenakan lemahnya kita dalam memahami diri kita. Kita sering terjebak dalam ilusi kehidupan orang lain, kita mendefinisikan hidup kita seperti hidup orang lain, kita lebih sering menjadi orang lain ketimbang memahami diri sendiri. Pelajaran memahami diri sendiri pun kita tidak dapatkan di bangku sekolah atau di bangku rumah. Orangtua kita juga sering sekali membandingkan kita dengan orang-orang lain di rumah atau bahkan dengan orang-orang lain di luar rumah, mereka seakan-akan mengajak kita untuk terus keluar dari diri kita sendiri.

Di sekolah kita hanyalah menikmati ilmu pengetahuan untuk mengurusi hal-hal di luar diri kita, kita jarang sekali disentuh untuk memahami diri kita. Ketika kenakalan kita muncul barulah sekolah menjadi ambulan untuk mencoba memahami kita, namun kadang momennya kurang tepat.

Kekaburan memahami diri ini menjadi puncak masalah kehidupan yang terbesar dalam kehidupan manusia. Manusia menjadi pudar dalam kualitasnya, namun menjadi kuat dalam kebinalannya untuk mencelakai dirinya dan orang lain. Kemampuan utama manusia menjadi lumpuh yaitu kemampuan berakal, berbudi dan berkehendak. Ketiga kaki ini seharusnya bekerjasama untuk membangun kualitas manusia di dalam diri kita. Namun ketika salah satu dari ketiganya tidak sinkron maka terjadi kebatilan kehidupan manusia.

Memahami Cara Kita Berpikir

Hal awal yang patut kita pahami sedini mungkin adalah pentingnya memahami cara kita berpikir. Bagaimana kita memberikan ruang kita untuk berpikir. Di saat ruang berpikir kita dipenjara oleh berbagai ancaman baik itu datang dari pihak berwenang hingga pihak-pihak yang mendoktrin maka di saat itulah kita tidak lagi dapat disebut sebagai manusia belajar, namun manusia terpenjara. Memberi ruang berpikir memiliki arti bahwa kita perlu belajar memahami pikiran kita, perasaan kita, serta batin kita.

Pahamilah bahwa ketika kita berpikir saat ini, kita tahu kita berpikir saat ini, di sanalah akan muncul energi pikiran yang mulai terarah. Pikiran yang diamati seperti saat penulis menuliskan ide tulisan ini pun, penulis melihat pikiran penulis mengalir dan pikiran itu menjadi terarah menuju tujuan yang diharapkan yaitu menyusun tulisan ini.

Pikiran itu perlu diarahkan oleh pikiran lain, selalu ada pikiran di atas pikiran, layanya alam semesta yang begitu luas. Demikian pula pikiran, mereka berlapis-lapis dan di antara mereka ada saja bentuk pikiran yang mendukung, menjatuhkan atau bimbang atau ada juga yang tidak tahu harus bagaimana. Kenali mereka semua, lalu bukalah keran pengetahuan dengan terus belajar hal-hal yang menguatkan kita, maka pikiran akan mudah diarahkan.

Pikiran itu sangat dapat dipengaruhi oleh lingkungan, pertemanan, pergaulan, juga pengetahuan. Untuk itu kita perlu sekali melakukan filterisasi dalam menentukan lingkungan, teman, sosilitas, serta pengetahuan yang kerap kali kita konsumsi untuk makanan pikiran kita. Jika kita tidak selektif, kita seperti selokan yang menampung segala macam sampah dan hal-hal lain yang tidak berguna, yang akhirnya akan meluap membanjiri lingkungan sekitarnya serta membawa derita.

Hidup Itu Pilihan

Hidup ini adalah pilihan bukan sekadar takdir semata. Anda dapat memilih cara hidup yang anda mau, anda pun bisa keluar dari cara hidup yang anda dapati sekarang, itu semua adalah pilihan. Pilihan hidup itu secara sederhana kita bagi dua, pilihan hidup menderita sepanjang hayat atau pilihan hidup menuju kebahagiaan yang penuh dengan makna.

Ketika anda tidak tahu kemana pilihan hidup ini mengalir, anda bisa duduk diam sesaat dan amati pikiran anda, apakah pikiran yang muncul dalam diam anda itu membawa anda menjadi bahagia atau membuat anda menjadi tanpa arah alias penuh dengan kebingungan atau juga membawa anda menjadi menderita? Segeralah anda berdiam sesaat dan amati pikiran anda.

Di saat anda aktif, mungkin anda pun bisa merasakan bagaimana arah kehidupan anda. Apakah anda merasa hidup anda bermakna, penuh nilai-nilai luhur yang inline dengan kemanusiaan atau anda merasa hidup anda begitu-begitu saja tanpa makna seakan-akan anda seperti robot berpikir yang bekerja rutin tanpa nilai yang terselip?.

Anda perlu untuk mencermati hal ini, karena hal inilah yang diwariskan kepada seorang yang disebut manusia. Organisme lain seperti hewan atau binatang tidak mampu melakukan hal ini, mereka hanya mampu mengenal impulsif yang terkondisi berulang-ulang, namun mereka tidak mampu untuk memikirkan kenapa hal ini terjadi, apa yang perlu disiapkan, apa itu bahagia, apa itu menderita, seperti apa rencana untuk bahagia, dan lainnya. Untuk itu jika kita bersyukur atas kemanusiaan kita, kita perlu waktu untuk mencermati cara kita berpikir agar kehidupan kita lebih terarah.

Memahami Batas Diri

Setelah kita meluangkan waktu melihat pikiran kita bekerja, di saat itulah kita akan memahami ternyata batas-batas diri yang kita dapatkan hari ini adalah terjemahan dari pola berpikir yang kita bangun sendiri yang dipengaruhi oleh pengetahuan kita, dorongan lingkungan dan keluarga kita, pertemanan kita, serta budaya yang ada di sekitar kita.

Apakah salah kita memiliki batasan dalam capaian hidup kita? Tidak ada yang salah dalam segala kondisi yang kita sadari. Yang menjadi salah adalah ketika kondisi yang ada tidak kita sadari. Batasan yang tidak kita sadari dapat membuat kita membendung segala kemungkinan yang akan membawa kita menjadi lebih baik. Batasan itu akan menjadi momok yang terus menghantui kita dengan segala macam alasan untuk mengatakan, "Tidak, saya tidak mampu, saya ya begini-begini saja".

Penyadaran diri sebagai bentuk pemahaman pikiran adalah sebuah karya hebat seorang manusia. Di saat kita mulai memunculkan penyadaran diri, kita telah menguatkan pikiran dan atau batin kita untuk memahami batasan yang muncul di dalam hidup kita. Kita akan mudah memahami bahwa batasan itu ada saat ini dan selanjutnya kita dapat menguatkan diri kita untuk melampaui batasan kita dengan cara memahami apa saja yang menyebabkan batasan ini muncul dan bagaimana peluang agar batasan ini menjadi terlampaui.

Pahami Ambisi

Apakah ketika kita hendak melampaui batasan kita, kita perlu menggunakan ambisi? Apakah salah jika berambisi? Ambisi adalah amunisi salah satu bentuk pikiran yang menguatkan langkah kita menuju cita-cita kita. Ia diperlukan untuk meletupkan energi semangat kita untuk mau melangkah lebih jauh dari sebelumnya. Setelah letupan energi semangat ini mengalir, sadari terus alirannya dan arahkan untuk tetap teguh dalam sisi keluhuran. Ambisi yang tak diimbangi dengan nilai-nilai keluhuran sangat fatal dalam kemanusiaan.

Tidak sedikit manusia yang berambisi yang menghalalkan segala cara dan alhasil menghaguskan dirinya sendiri. Ambisi perlu didekatkan dengan nilai-nilai keluhuran yaitu cinta kasih, belas kasih, simpati dan penyadaran. Cinta kasih akan menumbuhkan ambisi yang bergerak ke arah positif, ke arah kepentingan untuk membahagiakan dirinya sendiri dan orang banyak. Kasih sayang akan membuat ambisi menjadi peduli dengan makhluk lain dan lingkungan, ambisi akan memunculkan pemikiran pentingnya peduli terhadap makhluk lain dan lingkungan. Simpati tentu membawa ambisi untuk mengerti berjuang layaknya seorang pemenang yang ikut senang jika ada yang lebih hebat, sehingga ambisi dapat belajar dari pemenang-pemenang yang hadir dalam hidupnya. Selanjutnya penyadaran adalah cara yang paling baik untuk membuat ambisi tahu batasannya, kapan ia harus melanjutkan, kapan ia harus berhenti sejenak, kapan ia harus meloncat. Penyadaran menjadi bagian yang perlu terus dikuatkan dalam membina ambisi agar membuat hidup kita berseri.

Ambisi yang bijaksana dapat kita lahirkan melalui satu pembiasaan yaitu pembiasaan dalam memberi ruang dan waktu untuk membuka pikiran kita dengan cara terus belajar. Mentalitas pembelajar atau orang yang terus belajar adalah mentalitas keterbukaan, open minded. Pikiran yang membuka diri tentu akan jauh dari pembenaran dan yang ada adalah kelanjutan dari kenyataan yang ada. Kita tidak terombang-ambing oleh kebenaran tunggal yang kadang membutakan kita sehingga membuat hidup kita sempit.

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat

Mentalitas pembelajar yang dibangun dapat dimulai dengan cara sederhana yaitu sering belajar mendengar bukan memaksa kehendak, bukan dengan cara banyak bicara sedikit bertindak. Dengarkanlah pikiran anda, dengarkanlah kehidupan anda, di sana kita akan melihat betapa mereka perlu dipelajari dengan cara mendengar. Sesulit apapun kehidupan kita, mulailah dengan mendengarkannya, sebelum anda menilainya atau bahkan melabelnya. Inilah bagian jalan dari seorang Pembelajar Sepanjang Hayat, tiada hari tanpa belajar, tiada hari tanpa berlatih, tiada hari tanpa mengembangkan diri untuk hidup lebih baik. 

Tulisan ini tanpa kesimpulan karena penulis mengijinkan pembaca untuk menarik kesimpulannya sendiri sesuai dengan kecakapan dan kecapaian mentalitas masing-masing. Semoga kita semua terus menjadi manusia yang memanusiakan kualitas diri kita, dan terus menjadi penerang dalam kehidupan manusia yang singkat ini. Akhir kata semoga semuanya berbahagia, sehat dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun