Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menghadapi Murid yang Kerap Berulah dengan Ketegasan

28 April 2023   19:18 Diperbarui: 30 April 2023   13:22 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penganiayaan yang terjadi antara anak pejabat dengan anak bukan pejabat terjadi lagi. Sekilas tampak bahwa anak pejabat ini sangat brutal dan tampak seperti tak takut akan hukuman yang akan menyeretnya ke ruangan berjeruji. Permasalahan ini bukanlah hal yang baru terjadi di negara ini, lalu mengapa hal ini bisa terjadi?

Penulis teringat suatu pengalaman di saat penulis menjadi kepala sekolah di suatu SMP swasta. Saat itu penulis berupaya keras bersama tim guru untuk membentuk SMP yang memiliki warna yang tegas dalam membangun karakter murid. 

Penulis dan tim merumuskan segala langkah untuk memastikan bahwa sekolah tidak hanya memberikan siswa pengetahuan akademis saja, namun juga mengutamakan pengembangan karakter yang berkualitas agar  membantu murid menjadi unggul dalam karakter dan akademis.

Penulis menyederhanakan kedua hal ini dengan mengibaratkan sebagai dua kaki manusia, kaki kiri dan kanan. Kedua kaki ini perlu sehat, tidak boleh dominan salah satu saja, keduanya wajib untuk saling bekerjasama dan saling menjaga satu sama lainnya. Namun jika terpaksa salah satu kaki sakit, maka kaki yang wajib di jaga adalah kaki yang terkuat yaitu karakter.

Karakter unggul menjadi lebih penting dapat kita temukan dalam analogi berikut yang sering penulis gunakan untuk meyakinkan para orangtua dan murid. 

"Bayangkan kalian sebagai bos yang ingin mempekerjakan seseorang, lalu ternyata anda hanya mendapatkan dua jenis orang seperti berikut, yang satu pinter tapi tidak jujur, dan satu lagi kurang pinter tapi jujur. Yang mana kalian pilih untuk membantu pekerjaan kalian?"

Sebagian besar bahkan hampir 100% para orangtua sepakat untuk lebih mengunggulkan karakter jika terpaksa kepinteran akademis anak mereka lemah.

Kesepakatan pentingnya karakter unggul menjadi sebuah budaya yang penulis terapkan di sekolah. Budaya ini bukan jargon semata, apalagi cuman teks manis yang dipajang besar-besar di sekolah agar terkesan indah. Budaya ini penulis dan tim guru terapkan di setiap momen persekolahan, mulai dari murid datang, hingga mereka pulang sekolah bahkan hingga mereka di luar sekolah.

Budaya penguatan karakter unggul ini perlu digaungkan bukan hanya di kalangan guru, murid saja namun ke semua bagian khususnya orangtua murid. 

Penulis dan tim guru menerapkan seleksi masuk ke sekolah wajib melakukan seleksi terhadap orangtua murid, bukan hanya murid saja. 

Orangtua murid perlu diseleksi dengan disampaikannya hal-hal penting yang akan dibentuk di sekolah ini, dan juga konsekuensinya jika terjadi pengulangan sikap yang tidak pantas yang dilakukan murid yang telah dilakukan pembinaan dan pendampingan, salah satunya adalah dikembalikan ke orangtua.

Ketegasan ini kami sampaikan di awal sebelum murid diterima dihadapan orangtua murid, hal ini guna memastikan kesepakatan untuk bekerjasama melakukan penguatan karakter unggul kepada murid. 

Setelah kesepakatan terjadi maka jika ada orangtua menolak di tengah perjalanan pembentukkan karakter unggul pada anaknya, maka konsekuensinya sudah jelas yaitu orangtua dapat membawa anaknya kembali dalam pendampingannya dan sekolah tidak dapat membantu lagi atau dengan kata lain murid dikembalikan ke orangtuanya.

Suatu ketika, penulis dan tim guru menghadapi permasalahan dengan anak pejabat yang mulai menujukkan perilaku yang kurang pantas di sekolah. Perilaku itu mulai dari ucapan hingga tindakan yang tidak pantas sebagai murid. 

Murid tersebut kami panggil untuk observasi kemudian dilanjutkan dengan pemanggilan orangtua murid, lalu pendampingan. Kegiatan ini berlangsung cukup lama yaitu lebih dari 1 bulan. Namun ternyata murid ini tidak mengalami kemajuan, orangtua juga kurang dalam pendekatan ke anaknya, sehingga murid ini kembali berulah dan malah melakukan tindakan yang lebih kurang pantas. Konsekuensi telah disampaikan kepada murid dan orangtua tersebut, namun dianggap seperti hanya sebuah pemanggilan dan hanya sebuah kata-kata peringatan saja.

Di akhir tahun ajaran di saat pembagian hasil belajar, murid dan orangtua ini kami panggil lebih awal dari murid dan orangtua lainnya. Kami sampaikan bahwa murid ini tidak dapat melanjutkan bersekolah di tempat kami, karena kami tidak sanggup untuk menguatkan karakter unggul ke murid ini. 

Waktu mendengar keputusan ini, sang murid kaget dan sampai bisa menangis dan memohon untuk merubah keputusan ini. Sebagai kepala sekolah, penulis sampaikan, "Konsekuensi ini telah kami sampaikan jauh sebelum hari ini, namun waktu itu kamu belum mau merubah sikap mu yang kurang pantas, kami pun juga sudah melibatkan orangtua mu, namun masih saja kamu belum berupaya untuk merubah sikap mu, jadi kami putuskan bahwa kamu memang layak mendapat konsekuensi ini."

"Tapi tolonglah Pak, saya mau mengubah sikap saya, saya minta maaf," jawab sang murid sambil menangis keras dan terlihat penuh penyesalan.

Waktu itu penulis tidak gentar untuk tetap melanjutkan dan meneruskan keputusan yang telah dibuat oleh tim sekolah, "Ya, saya terima penyesalanmu, saya terima maafmu, silakan kamu ubah sikapmu dan lanjutkan perjalananmu bukan di sekolah ini."

Orangtua murid sebagai seorang pejabat sangat paham apa yang telah diputuskan sekolah dan apa yang telah dilakukan anaknya, sehingga beliau hanya menerima dan mengatakan, "Terima kasih untuk konsekuensi ini, kami minta maaf atas segala kesalahan yang dilakukan anak kami."

Tanpa penolakan atau bahkan tanpa kekerasan walau mereka adalah pejabat negara. Hal ini mungkin mereka sadar, betapa kami di sekolah dengan tegas telah mengingatkan dari awal sebelum diterima sebagai murid hingga kami melaporkan segala bentuk kenakalan yang dilakukan sang murid.

Waktu itu setelah keputusan diputuskan dan orangtua dan murid keluar dari sekolah, beberapa guru mulai terharu dan merasa tidak tega atas keputusan itu. 

Penulis menjelaskan bahwa pendidikan itu bukan hanya dengan belas kasihan namun perlu tegas, penulis yakin murid ini akan lebih baik dengan cambuk yang diberikan kepadanya waktu itu.

Selang 1 tahun keputusan ditetapkan untuk mengembalikan murid ke orangtuanya, suatu ketika sang murid berkunjung ke sekolah, menemui penulis, "Pak, apa kabar? Saya sekarang sekolah di sekolah baru, saya sangat berterima kasih sudah dikeluarkan dari sekolah. Saya sekarang belajar banyak pentingnya bersikap yang pantas untuk membangun karakter yang baik," ujar sang murid. 

Seketika itu penulis terharu dengan perubahan ini, dan inilah yang membuat penulis yakin bahwa siapapun murid baik dia anak pejabat atau bukan, perlakukan dengan cinta dan tegas. Ijinkan mereka untuk ditolak atas sikapnya yang tidak pantas, sebelum ditolak pastikan pembinaan dan pendampingan.

Mungkin kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak-anak pejabat yang terjadi akhir-akhir ini adalah sebuah fenomena yang menjelaskan bahwa adaanya kerapuhan di sekolah dan di rumah sang anak. Mungkin sekolah dan rumah melakukan pendidikan yang tidak tegas, penuh toleransi serta kurang pendampingan dan pembinaan sehingga melahirkan seorang anak yang 'sadis' penuh amarah. 

Untuk itu, penulis menghimbau kepada semua pendidik di nusantara ini, mari kita berani dengan tegas mendidik generasi penerus bangsa dengan tegas dan juga dengan kasih sayang, penulis yakin negara besar kita akan gemilang di masa emasnya.

Sumber: freepik.com
Sumber: freepik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun