Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Belas Kasihan atau Cinta yang Tegas, Mana Cara Mendidik Anak yang Tepat?

13 April 2023   03:44 Diperbarui: 24 April 2023   21:20 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika di saat para orangtua calon murid mencari sekolah dan bertandang ke sekolah tempat penulis bekerja, mereka menanyakan banyak hal tentang persekolahan. Mereka bertanya dari A sampai Z terkait, mulai murid masuk sekolah hingga pulang sekolah, kurikulum hingga penilaian dan juga tentang kualifikasi guru dan sebagainnya.

Sesi yang menarik sering kali terjadi spontan adalah ketika penulis menanyakan alasan mengapa mau melakukan survei ke sekolah kami, jawaban sederhana para orangtua adalah agar anak kami lebih mandiri, lebih memiliki moralitas yang kuat di zaman yang serba praktis dan mudah ini. Mereka pun mengatakan bahwa mereka direkomendasi kenalan mereka untuk bersekolah di tempat penulis bekerja.

Di sesi pertanyaan ini biasanya penulis menanyakan setelah sesi pertanyaan dari orangtua dirasa selesai, dan tidak ada pertanyaan lain. Selanjutnya adalah waktunya pertanyaan ditujukan ke orangtua calon murid. Nah di sesi ini terjadilah dialog yang cukup dalam terkait pendidikan anak di rumah. Sebagian besar dalam sesi ini, ditemukan bahwa orangtua cukup kaget mendengar hal-hal yang disampaikan oleh penulis kepada orangtua calon murid ini. Apa yang membuat mereka terkaget?

Para orangtua sering kali memberikan segala fasilitas kepada anak-anak mereka, dan mereka berprinsip dengan mengatakan seperti ini, "Pak Frengky, saya dak mau anak saya menderita seperti yang kami rasakan dahulu di usia anak-anak, kami ingin anak kami lebih bahagia sehingga kami memberikan segala hal yang ia inginkan agar ia bahagia". 

Tentu hal ini tidak salah, namun kurang tepat dalam proses pendidikan anak khususnya bagi orangtua yang sudah pasti ingin anaknya menjadi bintang atau menjadi orang yang sukses lahir dan batin. Para orangtua ini perlu diingatkan oleh penulis terkait rumusan formula kesuksesan yang telah mereka raih hari ini.

Penulis katakan kepada mereka, "Pak dan Ibu, formula sukses yang telah terbukti hari ini yang telah papa dan mamaraih hari ini adalah karena mamadan papa dahulu pernah susah, serba terbatas maka mamadan papa akhirnya bisa keluar dari keterbatasan itu karena mamadan papa berjuang untuk keluar keterbatasan itu, alhasil mama dan papa berhasil mencapai titik kesuksesan hari ini, setujukah demikian?". 

Air muka dan ekspresi orangtua calon murid ini seperti tersentak, dan dalam menatap  seakan mengingatkan mereka bahwa perjuangan mereka yang mereka lakukan untuk keluar dari keterbatasan mereka dan berhasil melampauinya adalah sebuah rumusan yang sudah terbukti. 

"Benar juga ya Pak Frengky, masuk akal dan sesuai sekali dengan yang kami alami," respon orangtua secara spontan. 

Penulis melanjutkan dengan sedikit menambah teori tentang bagaimana otak bekerja.

"Papa dan Ibu, otak kita ini bekerja sama seperti otot, jika dilatih ia akan semakin kuat, demikian juga otak kita, semakin diberi latihan ia akan semakin cerdas. Apa latihan otak itu? Otak dapat berlatih jika diberi beban atau stres yang sesuai atau pas takarannya, jika tidak ada beban dalam hal ini tantangan atau stres maka ia sulit bekerja optimal alhasil otak kita akan lumpuh alias membuat kita tidak dapat optimalkan kualitas diri kita."

Untuk itu penulis sampaikan kepada orangtua calon murid tersebut untuk mulai memberikan tantangan ke anak mereka jika mereka mengharapkan anaknya sukses lahir dan batin.

Namun, sebelum memberi tantangan kepada anak, penulis meminta kepada orangtua calon murid untuk memastikan kesepakatan aturan rumah tangga yang diberikan oleh mama dan papa itu selaras. Jangan sampai mama bilang A papa bilang B, khususnya terkait disiplin dan prinsip rumah tangga. 

Perbedaan yang sering terjadi adalah ketika mama yang sering bersama anak memberikan ketegasan terkait merapikan tempat tidur atau mainan yang telah dimainkan, namun ketika papa pulang (karena kangen sama anak) membantu membereskannya tanpa konfirmasi ke mama apakah perlu dibantu atau tidak. 

Untuk itulah penulis perlu memastikan orangtua calon murid untuk selaras dalam memberikan arahan kepada anaknya, mama perlu diskusi dengan papa dan sebaliknya sebelum melakukan tindakan kepada sang anak. Apalagi ada pihak ketiga yang ikut mengatur anak, seperti kakek dan nenek, asisten rumah tangga atau lainnya, semua pihak ini perlu dibriefing agar memiliki keselaran dan kesesuaian aturan yang ditegakkan kepada anak.

Selanjutnya, penulis menyampaikan terkait prinsip pendidikan anak, bahwa anak itu didik bukan karena kasihan. Kasihan dia kepanasan lalu dipasangi pendingin ruangan akhirnya sang anak alergi dingin, kasihan dia dak punya mainan seperti teman lainnya lalu dibelikan mainan seperti temannya akhirnya sang anak terus meminta mainan baru, kasihan dia dak punya gawai lalu dibelikan gawai akhirnya sang anak kerajingan gawai hingga sulit dilepas dari gawainya, kasihan ia takut tidur sendirian akhirnya sang anak sulit percaya diri, kasihan ia makan di rumah terus lalu sering diajak makan di luar akhirnya sang anak minta jajan terus di luar dan membuat dia tidak suka masakan mama/papanya, kasihan ia ke sekolah diantar terus dan temannya sudah dibeliin kendaraan sendiri lalu dibelikan kendaraan akhirnya sang anak sering keluar rumah dan menghabiskan waktu di jalan. Ini sebagian kecil bentuk pendidikan anak dengan mengedepankan kasihan. 

Pendidikan model kasihan sesungguhnya jika kita cermati dan juga didasarkan oleh jawaban para orangtua cenderung disebabkan karena ego orangtua yang tidak mau anaknya menderita seperti mereka dahulu kala, artinya pendidikan ini lebih mengedepankan luapan egositas orangtua yang menjadikan anaknya sebagai objek pemuasan balas dendam mereka di masa mereka dulu pengen tapi tidak bisa diberi oleh orangtua mereka di masa sulit dahulu kala. 

Model ini perlu segera diralat, karena pendidikan anak seharusnya anak itu menjadi subjek belajar bukan objek pemuasan ego orangtua sesaat.

Untuk itu penulis menawarkan kepada para orangtua calon murid untuk melakukan pendidikan anak yang berprinsip cinta yang tegas dengan orientasi memberikan anak kita tantangan, mencintai proses, menghargai hasil serta mau berjuang untuk hidup lebih baik. 

Penulis juga menanyakan kepada para orangtua calon murid dengan pertanyaan yang tegas, "Apakah mama dan papa ingin anaknya sukses lebih dari mama dan papa?"

"Pasti Pak Frengky!" tegas orangtua calon murid. 

"Bagus lalu, jika Anda ingin sukses, mentalitas seperti apa yang perlu disiapkan untuk anak kita? Apakah mental tanpa berjuang keras lalu dapat hasil gemilang atau dengan mental berjuang, suka tantangan, siap dengan rintangan sehingga mendapat hasil gemilang?" tanya saya lagi.

"Tentu jenis mental yang berjuang, suka tantangan, siap dengan rintangan sehingga mendapat hasil gemilang," jawab orangtua calon murid menunjukkan kesepakatan nilai.

Jika memang kita sepakat terhadap nilai-nilai mental yang berjuang agar gemilang, maka anak perlu didik dengan cinta yang tegas bukan kasihan yang tanpa arah. 

Pendidikan dengan cinta dan tegas berarti kita memberi kesempatan kepada anak kita untuk berupaya, berjuang, berusaha seoptimal di usia mereka. Misal dalam hal ketika mama dan papa ingin memberikan mainan kepada anaknya, berilah mainan sebagai hadiah atas hal baik yang telah ia lakukan seperti ia berupaya membereskan mainannya sendiri setiap selesai bermain, jadi hadiah yang diberikan didasarkan pada hal baik yang sedang dan sudah ia lakukan. 

Di saat ia mau belajar sesuatu yang baru, ijinkanlah agar ia berhasil melakukannya, walau sulit dampingi ia hingga ia berhasil mencapai keberhasilannya. 

Misal ketika ia pertama kali belajar sepeda roda dua, dampingi sang anak, ajari tekniknya hingga ia berhasil. Kadang anak takut di percobaan latihan ketiga atau keempat karena ia sempat jatuh dan terluka. Namun dengan cinta dan tegas, kita bisa beri obat untuk lukanya, dan beri motivasi kepadanya agar terus berlatih hingga ia berhasil. Setelah berhasil rayakan dengan pesta kecil seperti makan di rumah makan, atau membeli mainan sesuai budget yang disediakan.

Ingatlah bahwa anak-anak itu memiliki kemampuan belajar yang tinggi, mereka dapat belajar pola dari tindakan yang diberikan kepada mereka. Jika kita kurang cermat, kita dapat menjadi korban dari kecerdasan sang anak. Ini pun disadari para orangtua yang bercerita kepada penulis, setelah penulis menyampaikan terkait kecerdasan anak yang menipu orangtuanya. 

"Ya Pak Frengky, anak saya tahu kalau papanya suka memanjakan dirinya, sehingga kalau papanya pulang, ada saja air mata dari sang anak untuk minta sesuatu. Tapi kalau papanya dak ada, hanya ada mama, dan karena mama itu tegas anak saya dak pernah berani menangis di depan mamanya."

Ini salah satu bentuk kecerdasan anak-anak membaca pola dan akhirnya menipu orangtua yang kurang menyadari perihal ini. 

Koleksi Pribadi,
Koleksi Pribadi, "EL jika ke mall diajak ke toko buku agar suka belajar".

Anak-anak adalah usia pondasi dalam membentuk karakter dasar dalam kehidupan mereka, maka dari itu para orangtua dan para pendidik anak perlu menerapkan cinta yang tegas, agar anak-anak kita dapat tumbuh sebagai pribadi dengan mental baja bukan mental krupuk.

Latihlah sejak dini cinta yang tegas kepada anak dan murid kita, cinta yang memberikan kesempatan anak untuk berupaya, berusaha, berjuang, mencintai proses, menghargai minim fasilitas, tetap bahagia dengan kesederhanaan, mencintai tantangan, menyelesaikan yang pekerjaannya dengan tepat, peduli dengan dirinya dan orang lain, memahami nilai-nilai untuk sukses lahir dan batin.

 Semoga generasi emas Indonesia gemilang dan unggul karena orangtua dan pendidiknya mau mengembangkan cinta yang tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun