Ayah dan anak itu terlihat mendatangi festival dolanan anak (mainan anak), yang diadakan mulai sore hari, di pinggir perempatan besar yang terkenal di sebuah kota yang juga jadi tujuan wisata warga seantero provinsi. Berbagai macam permainan tradisional disuguhkan di festival tersebut, mulai dari enggrang sampai bekel.
"Yah, aku mau main itu," kata si bocah sambil menunjuk kumpulan anak lain yang memainkan dua bilah bambu dengan cara menaikinya. Mereka tampak riang, berusaha keras berjalan dengan benda tersebut.
"Kamu bisa mainnya?" kata ayahnya.
"Nggak bisa. Tapi aku mau coba," si bocah mulai merajuk manja.
Si ayah akhirnya menyerah, memilih menuruti permintaan anaknya. Berdua mereka mendatangi pinggiran perempatan di mana bilah-bilah bambu digeletakkan oleh pengelola festival. Pengunjung festival bebas menggunakan bilah bambu manapun yang mereka pilih.
Maka si ayah mengambil dua bilah bambu, membawanya ke area festival yang disediakan panitia sebagai lokasi bermain enggrang. Dua bilah bambu didirikan, dan si anak mencoba menaiki jalu (pijakan kaki) di bagian bawah. Sang ayah membantunya dengan cara memegang bagian depan bambu. "Ini mainnya gimana?" kata si anak.
"Sekarang coba kamu jalan pelan-pelan," si ayah menimpali. Satu, dua, tiga, pelan-pelan si anak mencoba berjalan menggunakan dua bilah bambu yang dia naiki. Sulit memang, apalagi bila tidak terbiasa.
![Berlomba di atas egrang (foto: Kemendikbud)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/09/04/fi-2-5b8e0d33aeebe12ed5075753.jpg?t=o&v=770)
Nama ini mewakili satu jenis permainan tradisional di Indonesia yang lumayan dikenal, meski kurang begitu populer bila dibandingkan dengan layang-layang. Tapi setidaknya kita masih sering melihatnya ketika ada acara yang bertajuk "mainan anak" atau "permainan tradisional Indonesia".
Walau sudah dikenal di Indonesia sejak lama, tidak ada yang tahu kapan persisnya Egrang ditemukan.
Kakek-nenek kita mungkin akan dengan mantap menyebut asal Egrang: pulau Jawa. Tapi toh permainan ini juga dikenal di Sumatera dengan nama Tengkak-tengkak. Di Jawa Tengah namanya Jangkungan, sementara orang Bengkulu menyebutnya Ingkau.
Buku Baoesastra Jawa karangan Poerwadarminta sempat menyebut Egrang-egrangan sebagai mainan. Buku itu terbit tahun 1939, artinya sebelum kemerdekaan Indonesia.
Bisa jadi permainan Egrang sudah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945. Apa menariknya berjalan menggunakan alat bantu semacam Egrang? Tentu tak elok rasanya bila Egrang hanya disebut sebagai alat bantu.Â
Pada dasarnya Egrang boleh disebut sebagai alat yang membantu seseorang bermain. Tapi bukan sekadar main-main biasa, melainkan sembari melatih fisik dan kemampuan berpikir.
Berjalan dengan Egrang berarti banyak, tapi keseimbangan tetap hal paling utama yang perlu dilatih. Kalau hidup adalah soal keseimbangan, maka lewat Egrang seseorang bisa belajar bagaimana menyeimbangkan hidup.Â
Rasanya mustahil bagi seseorang untuk langsung mahir ketika dia bahkan baru pertama kali bermain Egrang. Apa yang perlu dia lakukan pertama kali adalah melatih keseimbangan ketika dua kaki berpijak di atas bambu.
![Seimbang dengan egrang (foto: Pinterest)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/09/04/fi-3-5b8e0d3dc112fe7bef4eaf88.jpg?t=o&v=770)
Persis di situ, bermain Egrang bisa dianalogikan sebagai cara seorang manusia menjalani hidupnya. Maksudnya begini, kalau seseorang hanya memperhatikan kekuatan kaki kanan dan mengabaikan kekuatan kaki kiri, dia takkan bisa melangkah dengan baik menggunakan Egrang.Â
Ketika memainkan Egrang, kekuatan kaki kanan dan kiri mesti seimbang. Tidak banyak yang bisa dilakukan ketika tumpuan kaki berada di sebelah kanan saja, begitu pula sebaliknya. Dan ketika badan terlalu condong ke depan, orang juga takkan bisa berjalan dengan Egrang.
Egrang mengajarkan nilai utama dalam hidup, yakni bagaimana seseorang menjalankan hidup dengan seimbang. Tanpa itu, hidup akan pincang, dan pemain Egrang akan terjatuh berkali-kali.Â
Permainan tradisional seperti Egrang bukan sekadar soal bersenang-senang, melainkan bisa membantu seorang manusia memahami sekaligus melatih keseimbangan hidupnya dengan mantap.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI