Mohon tunggu...
Arya Segara Rizky
Arya Segara Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Saya manusia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tinjauan Aksiologi, Meningkatnya Persentase Nikah Muda di Indonesia

16 Oktober 2024   18:48 Diperbarui: 16 Oktober 2024   19:06 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tinjauan Aksiologi : Meningkatnya Persentase Nikah Muda di Indonesia 

Pernikahan muda di Indonesia kini menjadi fenomena yang semakin meningkat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 33,76% pemuda di Indonesia menikah pertama kali direntang usia 19-21 tahun bagi laki-laki dan perempuan. Data tersebut bahkan menunjukkan persentase pemuda yang menikah antara usia 16-18 tahun (19,24%) lebih besar daripada mereka yang menikah antara usia 25-30 tahun (17,67%), menyoroti perlunya perhatian lebih pada pemuda dalam rentang usia ini, persentase pernikahan di bawah usia 20 tahun mengalami lonjakan dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan sosial, tetapi juga dapat dianalisis melalui lensa aksiologi, yang berkaitan dengan nilai moralitas dan etika didalam masyarakat. 

Salah satu faktor yang turut memengaruhi meningkatnya angka nikah muda di Indonesia adalah perkembangan teknologi dan media sosial. Dalam era digital, informasi dapat diakses dengan mudah, dan banyak pasangan muda yang terpengaruh oleh gaya hidup yang dipromosikan di platform-platform ini. Mereka melihat contoh-contoh pernikahan muda yang dianggap ideal atau romantis, tanpa menyadari konsekuensi yang mungkin dihadapi.

Aksiologi membantu kita mengevaluasi dampak dari pengaruh tersebut. Apakah nilai-nilai yang ditampilkan di media sosial mencerminkan realitas yang sehat dan berkelanjutan? Banyak pasangan muda mungkin terjebak dalam gambaran glamor tentang pernikahan tanpa memahami tanggung jawab dan tantangan yang sebenarnya. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan literasi media di kalangan generasi muda, agar mereka dapat menilai konten yang mereka konsumsi secara kritis.

Nikah muda seringkali dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat. Dalam banyak komunitas di Indonesia, pernikahan pada usia muda dianggap sebagai norma. Nilai-nilai tradisional yang mengedepankan pernikahan sebagai langkah penting dalam fase kehidupan mempengaruhi keputusan individu. Namun, dari sudut pandang aksiologi, kita perlu mempertanyakan apakah nilai-nilai ini memberikan dampak positif atau justru membawa risiko.

Banyak masyarakat masih memegang teguh pandangan bahwa menikah muda adalah bentuk tanggung jawab dan kesetiaan. Di sisi lain, hal ini juga dapat menyebabkan dampak negatif, seperti terbatasnya kesempatan pendidikan dan perkembangan diri. Dalam konteks ini, aksiologi membantu kita memahami apakah norma-norma yang ada memang benar-benar mendukung kebaikan individu dan masyarakat. Dari segi ekonomi, menikah muda sering kali dihubungkan dengan pertimbangan finansial. Banyak pasangan muda merasa bahwa pernikahan dapat memberikan stabilitas ekonomi, namun kenyataannya seringkali berlawanan. Keputusan untuk menikah muda dapat mengakibatkan keterbatasan dalam pendidikan, yang pada gilirannya mempengaruhi kemampuan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Aksiologi menuntut kita untuk mengevaluasi nilai-nilai yang mendasari keputusan ini. Apakah keputusan tersebut diambil demi kesejahteraan jangka panjang atau sekadar mengakomodasi norma sosial yang ada? Dalam banyak kasus, keputusan yang diambil tanpa pertimbangan matang dapat berujung pada masalah ekonomi yang lebih besar di kemudian hari.

Nikah muda juga berdampak pada kesehatan mental dan emosional pasangan. Banyak yang terjebak dalam situasi di mana mereka harus menghadapi tanggung jawab yang besar di usia yang masih muda. Dari perspektif aksiologi, kita harus mempertimbangkan apakah pernikahan pada usia muda memberi ruang untuk pertumbuhan individu atau justru mengekang potensi mereka.

Kesehatan mental yang terabaikan sering kali berujung pada masalah yang lebih serius, seperti depresi atau konflik dalam rumah tangga. Ini menimbulkan pertanyaan tentang nilai-nilai yang kita anut: apakah kita lebih mengutamakan tradisi atau kesejahteraan individu? Dalam hal ini, tindakan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental harus menjadi bagian dari pembicaraan mengenai nikah muda.

Dalam konteks Indonesia, faktor agama juga sangat berpengaruh terhadap keputusan untuk menikah muda. Banyak tradisi keagamaan yang mendorong pernikahan di usia muda sebagai bentuk kesucian dan perlindungan dari perilaku yang tidak diinginkan. Namun, dari sudut pandang aksiologi, kita perlu merenungkan apakah ajaran tersebut selalu diinterpretasikan dengan benar dan memberikan dampak positif bagi individu.

Diskusi mengenai interpretasi nilai-nilai keagamaan terkait pernikahan muda harus dilakukan secara mendalam. Apakah pernikahan dini benar-benar sejalan dengan ajaran agama yang mengedepankan kesejahteraan individu dan keluarga? Dengan mendiskusikan aspek-aspek ini, diharapkan dapat ditemukan pemahaman yang lebih luas dan lebih baik mengenai pernikahan dalam konteks agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun