Mohon tunggu...
Tirta Bayu
Tirta Bayu Mohon Tunggu... -

Menuangkan isi hati, pemikiran, dan ide...adalah sangat indah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Khotbah Pagi Itu

24 Agustus 2012   04:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:23 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya Saya ucapkan mohon maaf lahir dan batin dan selamat merayakan hari raya Idul Fitri kepada seluruh umat muslim dimanapun berada, terutama para kompasioner yang selalu aktif berbagi dan mencurahkan ide-ide melalui forum ini....

1 Syawal 1433 H,

Kami sekeluarga bersiap-siap untuk melaksanakan sholat Ied di mesjid yang lokasinya tidak jauh dari rumah. Cukup jalan kaki 4 menit saja, kita sudah sampai di mesjid tersebut. Pagi itu cuaca cukup bersahabat, agak sedikit mendung dan angin bertiup sepoi-sepoi...terasa sangat nyaman. Sepertinya alam pun turut merayakan hari yang selalu disambut gembira oleh umat muslim sedunia ini. Setibanya di mesjid, kami mengambil posisi terbaik untuk sholat dan mendengarkan beberapa sambutan serta laporan dari pengurus mesjid.

Jujur saja, satu-satunya hal yang menurutku paling membosankan (maaf) biasanya adalah justru khotbah nya, mengapa? karena cara penyampaiannya yang sangat "template" alias standar sekali, malah kebanyakan tidak beda dengan kata sambutan. Saya tidak mempermasalahkan isi, tapi "cara" penyampaiannya. Meski Saya sadari, jika Saya yang disuruh berkhotbah pasti tidak akan mampu, namun bukankah Allah memberikan kelebihan kepada para ustadz dan ulama ini sehingga seharusnya mereka mampu menggugah hati jamaah yang sedang mereka hadapi saat itu.

Selesai melaksanakan shalat Ied dan berdoa, tibalah waktunya untuk mendengarkan khotbah. Saya memutuskan untuk tidak memberikan ekspektasi tertentu pada khotbah pagi ini. Ya, Saya berdamai dengan pikiran Saya sendiri terhadap kemungkinan munculnya rasa bosan yang biasanya muncul setiap khotbah shalat Ied. Lalu, sesaat kemudian berdirilah seorang ustadzdi atas mimbar. Entah mengapa aku merasa ustadz ini menyenangkan (padahal dia belum bicara). Ustadz ini masih muda, kalau Saya taksir mungkin sekitar 35 tahun, pakaiannya rapi, sederhana namun ada kesan "trendy" nya, frame kacamata yang dikenakannya persis seperti yang sedang digemari kalangan muda saat ini. Dia membuka khotbah nya dengan salam dan untaian doa dalam bahasa Arab yang fasih, vokalnya bersih dan jelas, tempo bicara, dan intonasi nya terdengar pas. Yang paling kusukai adalah logatnya begitu "Indonesia", artinya tidak ada mengarah kepada bahasa daerah tertentu.

Sang ustadz membuka khotbahnya dengan sebuah cerita yang membawa kami kembali pada ribuan tahun yang lalu, pada saat Rasulullah SAW masih hidup. Kalimat demi kalimat pun bergulir sangat sistematis dan mudah dipahami. Saya begitu menikmati khotbah pagi ini yang isinya menceritakan saat-saat Rasulullah menghadapai sakratul maut. Baru kali ini Saya menyaksikan jamaah shalat Ied begitu khusyuk mendengarkan khotbah tidak terkecuali anak-anak. Jamaah perempuan tidak ada yang melepaskan mukena ataupun saling berbicara. Begitu khidmat. Saya merasa mesjid itu dipenuhi ribuan malaikat, begitu hening dan udara segar masuk dari berbagai arah.

Meski sudah puluhan kali Saya membaca kisah Rasulullah menjelang wafat nya, namun baru kali ini Saya mampu merasakan dahsyatnya rasa cinta Rasul kepada umatnya.

"Menjelang ajalnya, Rasul menanyakan nasib umatnya setelah dia tiada kepada malaikat, padahal saat itu beliau tengah menahan sakit luar biasa. Rasul hanya mengingat umat nya "ummati, ummati......"

Sang ustadz berhenti sejenak pada bait kata terakhir, ia tidak kuasa menahan tangis, dan kami seluruh jamaah pun turut menangis pada saat itu. Subhanallah, ustadz ini berhasil menggugah jamaahnya dengan sepenggal kisah Rasul, namun itu membuat efek yang luar biasa di hati Saya dan pastinya jamaah lainnya.

Pada saat jamaah bubar pun, semua masih menceritakan tentang isi khotbah barusan. Rata-rata mengatakan bahwa mereka bersyukur dan senang sekali mendengar khotbah tadi. Ustadz yang cerdas, karena ia mampu menyampaikan kisah ini dengan sangat luar biasa.

Khotbah pagi, di awal bulan Syawal 1433 H pagi itu, Insya Allah akan Saya ingat seumur hidup. Begitu mengesankan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun