Mohon tunggu...
Arya Rahmanda Jusuf
Arya Rahmanda Jusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah Mahasiswa dari Universitas Kebangsaan Republik indonesia Bandung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dunia Terbalik Tumpah Dalam Gelap

27 Oktober 2023   10:44 Diperbarui: 27 Oktober 2023   11:06 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DUNIA TERBALIK TUMPAH DALAM GELAP

 Dunia terasa berlalu dengan rasa yang tak akan terjadi seperti masa lalu. Seandainya berubah tak secepat ini dan semua akan baik-baik saja, tapi seperti tak mungkin karena terlanjur sudah terbalik akan menjadi nyata. Rasa ini akan tengelam dalam sepi dan kegelapan, karena dunia dan isi nya tak berdoa. Kuasa berubah dan sang maha kuasa hanya menguji dan memuji mereka yang masih berjalan di jalan yang benar.

Apakah hanya aku yang merasa bahwa semakin lama dunia terasa terbalik? Semua berubah perlahan hari demi hari. Seandainya aku bisa memberhentikan waktu agar dunia ini tidak terbalik dan merubah perilaku seisi nya, tapi kuasa apa yang bisa menghentikan waktu? Bahkan tuhan pun enggan melakukannya, dia berharap waktu terus berjalan secara normal tak peduli apa yang terjadi dengan seisi dunia  walaupun akan terbenam dalam gelap.

Aku berjalan di pinggir kota, melalui pedesaan, lembah dan hutan. Melihat perilaku terbalik manusia yang seharusnya tidak terjadi seakan semua nya berubah dengan cepat! Kenapa ini terjadi? Kenapa ini menyebar dengan begitu cepat! Oh! Tuhan!. Perilaku tabu melanggar norma, moral dan kekejaman terjadi, manusia saling menjatuhkan, manusia saling mencakar, manusia saling mengigit! Moderenisasi hanyalah motif baru dari hutan rimba yang buas, dimana manusia yang kuat dialah yang berkuasa dan membuat aturan main yang baru.

Keserakahan menghapuskan naluri manusia dan menghilangkan kemanusiaan, hingga terciptalah orang-orang yang haus akan keserakahan. Seolah-olah ingin menjadi orang hebat, orang kaya, dan orang berkuasa, kenapa mereka melupakan harfiah nya tuhan menciptakannya sebagai manusia di muka bumi ini. Mereka terlalu terlena dalam ilusi dunia yang sementara seakan semua yang melekat dan yang mereka punya adalah kekekalan. Aku rasa gunung, lautan dan langit sudah tidak tersenyum lagi, aku melihat kegelisahan mereka hari demi hari. Seperti langit yang selalu menagis dengan mendungnya dengan polusi yang menjadi tirai dunia, tanah yang selalu berteriak dengan pohon-pohonnya yang berhamburan serta bolong-bolong nan kekeringan. Apa lagi dengan lautan yang merintih di selimuti plastik dan limbah yang menjadi perhiasannya.

Aku merasa ini terlalu cepat yang aku rasakan. Entah berapa lama lagi sampai semua nya berakhir. Aku akan berkelana menyusuri ruang dan waktu untuk mencari sebuah jalan untuk menghentikan semua keterbalikan dunia ini. Walapun seandainya hingga akhir perjalananku tidak ada waktu untuk megubah nya. Semoga hinga hembusan nafas terakhirku apa yang kulakukan tidak menjadi sia-sia.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun