Mohon tunggu...
Arya Paramita
Arya Paramita Mohon Tunggu... Penulis - Dreamer

Traveler

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar untuk Fair

17 April 2019   20:17 Diperbarui: 17 April 2019   21:53 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah enggak kamu merasa bete sama respon dari rekan kerja, vendor, atau pihak lain yang sedang bekerja bareng denganmu?  

Pernah merasa sepertinya respon mereka tuh jauh banget dari apa yang kamu bayangkan?

Atau pernah kah tiba-tiba kalian terlibat konflik yang gak berujung dan gak tau kenapa bawaannya pengen mutus kontrak kerjasama aja sama ini orang?

Mudah-mudahan gak pernah ya. Tapi kalau pernah, mungkin kita perlu cek apakah kita sudah cukup Fair dengan mereka? Iya, FAIR.. apa sejak awal kita sudah sampaikan secara fair apa yang kita harapkan?

Dalam sebuah sharing session dengan seorang pejabat negara, dikuliklah apa yang dimaksud dengan fair itu. Ternyata, Fair itu ada tiga pilar ujarnya.

Pertama, Enggagement. Kita harus melakukan engagement untuk memberikan kesempatan kepada siapapun yang kompeten dan relevan tanpa  pilih kasih.

Misalnya berhubungan dengan pihak ketiga, maka kita kasih kesempatan kepada mereka yang capable untuk menyampaikan proposal penawaran,  komitmen dan rencana kerjanya. Contoh lainnya, dalam hubungan rekan kerja, kita berikan kesempatan kepada rekan kerja kita untuk menyampaikan gagasan, komitmen, dan rencana eksekusinya untuk mencapai tujuan yang kita harapkan.

Dengan begini, diharapkan kita bisa memilih mana yang terbaik untuk diajak kerjasama.

Kedua, terkait penjelasan atau Explaination. Kita harus bisa menjelaskan secara detil proses pekerjaan kepada calon partner dan stakeholders yg relevan. Kalau ada proses seleksi, kita harus menyampaikan apa saja proses seleksinya, apa saja yang dinilai, dan lainnya. Intinya jangan ada "suprise" yang mereka tidak terinfokan atau sebaliknya. Semua harus jelas di depan.

Ketiga, kita harus secara jelas menyampaikan apa harapan kita atau Expectation Clarity. Kita harus bisa menyampaikan ekspektasi kita secara jelas di depan. Sehingga bisa tercapai  tujuan kita. Jika kita merasa kok tujuannya meleset dan tidak tercapai? Mungkin kita tidak clear saat menyampaikan expectation kita saat di awal.

Jadi prinsipnya jangan pernah berasumsi bahwa lawan bicara kita paham apa yang ada di dalam kepala kita. Mereka bukan ahli penerawang pikiran manusia. Mereka tidak bisa menebak apa yang kita pikirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun