Media sosial telah menjadi bagian penting dari kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, anak-anak yang dulunya menghabiskan waktu untuk bermain di luar rumah, sekarang lebih sering asik dengan gadget mereka, menjelajahi dunia maya melalui platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Di satu sisi, media sosial memang menawarkan peluang besar untuk belajar dan bersosialisasi, tetapi di sisi lain, terlalu banyak waktu yang dihabiskan di sana bisa menimbulkan dampak negatif yang tidak bisa diremehkan.
Salah satu dampak nyata yang sering terjadi adalah gangguan tidur. Anak-anak yang terbiasa memegang gadget sebelum tidur, entah untuk menonton video atau scrolling media sosial, cenderung kesulitan untuk tidur nyenyak. Menurut penelitian yang dilaporkan oleh Kompas Health, cahaya biru dari layar gadget dapat mengganggu produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur. Akibatnya, anak-anak kerap merasa lelah dan sulit fokus di pagi hari. Bayangkan saja, berapa banyak energi mereka yang hilang hanya karena kebiasaan ini?
Selain itu, ada masalah lain yang mengkhawatirkan, yaitu dampak pada kesehatan mental anak. Di media sosial, anak-anak terpapar berbagai macam konten, termasuk yang menampilkan gaya hidup atau standar kecantikan yang sering kali tidak realistis. Mereka mulai membandingkan diri dengan influencer atau teman-temannya yang tampak "sempurna" di media sosial. Padahal, foto dan video yang mereka lihat sering kali telah diedit sedemikian rupa sehingga terlihat jauh dari kenyataan. Sebuah studi yang dilansir oleh Sepenuhnya.com menunjukkan bahwa anak-anak yang terlalu sering membandingkan diri mereka dengan orang lain cenderung mengalami penurunan rasa percaya diri, bahkan berujung pada depresi.
Masalah ini tidak berhenti di sana. Media sosial juga menjadi tempat subur bagi cyberbullying. Perundungan daring ini, meski terlihat sepele seperti komentar negatif atau ejekan di postingan, sebenarnya berdampak besar pada korban. Ada kisah nyata tentang seorang remaja di Jakarta yang berhenti sekolah karena sering menerima pesan dan komentar menyakitkan di akun media sosialnya. Trauma akibat cyberbullying ini membuatnya kehilangan kepercayaan diri dan memilih untuk mengisolasi diri. Kasus-kasus seperti ini semakin menunjukkan bahwa tanpa pengawasan, media sosial bisa menjadi sumber ancaman serius bagi kesehatan mental anak-anak.
Tidak hanya kesehatan mental, penggunaan media sosial yang tidak terkontrol juga dapat berdampak pada kesehatan fisik. Anak-anak yang terlalu asyik bermain gadget sering mengabaikan kebutuhan dasar seperti makan dengan teratur atau berolahraga. Kecanduan ini membuat mereka lebih banyak duduk dalam waktu lama, yang tentunya tidak baik bagi pertumbuhan mereka. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko obesitas dan penyakit lainnya.
Gangguan konsentrasi juga menjadi salah satu dampak buruk dari media sosial. Banyak anak yang seharusnya belajar atau mengerjakan tugas sekolah malah lebih sibuk membuka Instagram atau bermain game daring. Waktu mereka habis untuk mengecek notifikasi atau mengikuti tren terbaru, sehingga prestasi akademik mereka ikut terpengaruh. Hal ini dikonfirmasi oleh beberapa artikel di Kawanetizen.com, yang menyatakan bahwa media sosial sering menjadi penyebab anak-anak kehilangan fokus terhadap hal-hal yang lebih penting dalam kehidupan mereka.
Namun, bukan berarti kita harus melarang anak-anak menggunakan media sosial sepenuhnya. Kuncinya adalah pengawasan dan edukasi. Sebagai orang tua, Anda bisa membantu anak memahami cara menggunakan media sosial dengan bijak. Mulailah dengan membatasi waktu mereka menggunakan gadget. Misalnya, Anda bisa menetapkan aturan bahwa gadget tidak boleh digunakan sebelum tidur. Selain itu, ajak anak untuk berbicara tentang apa yang mereka lihat di media sosial dan bantu mereka mengenali konten yang positif serta menghindari konten yang tidak pantas.