Namun, yang sangat melekat pada ingatan kita adalah disharmoni eksekutif dan legislatif di DKI. Hingga era kemimpinan Anis Baswedan disharmoni ini tetap masih menjadi riak dalam kepesepakatan membangun Jakarta.
Gorontalo berbeda. Riak disharmoni lebih terihat pada perbedaaan pandangan invidual. Meski bisa memanas, namun relatif bisa kondusif kembali. Hal ini sah-sah saja karena berbeda itu bukan berarti yang lain salah dan kita menjadi benar sendiri.
Perbedaan umumnya karena pijakan dan cara pandang memiliki dimensi dan sudut yang tidak sama. Dan dalam politik, semua perbedaan akan mencair dan melebur saat pijakan dan cara pandang menemukan titik temu yang sama, saat kepentingan menyatu.
Menemukan titik temu yang sama ini digambarkan dengan baik oleh Aristoteles dalam hubungan etika-politiknya.Â
Menurutnya dalam relasi kuasa politik ada etika kebaikan. Bahwa setiap aktivitas politik memiliki tujuan mengejar kebaikan. Aristoteles menekankan apapun aktivitas itu haruslah mengejar kebaikan.
Inilah makna penting pertemuan silaturahim di atas. Maknanya jelas untuk mengejar kebaikan melalui upaya mencari titik temu membangun Gorontalo. Strategi dan caranya mungkin beda namun ghirohnya pasti sama.
Semangat yang bersatu adalah modal penting dalam spirit pembangunan. Spirit akan sangat terasa dalam urat nadi pembangunan Gorontalo. Getarannya juga bisa sangat terasa jika spirit membangun tidak beresonansi kesemua pelaku pembangunan.
Daerah ini relatif kecil. Gorontalo adalah wilayah terkecil di Pulau Sulawesi. Jumlah pendudukpun paling sedikit. Kue ekonomi yang kecil tergambarkan dalam kontribusi PDRB untuk Sulawesi yang sangat kecil.
Mungkin karena kecilnya ini maka dinamika politik di Gorontalo sangat terasa. Dirjen Dukcapil Kemendagri, yang sempat setahun menjadi Pj. Gubernur Gorontalo, Prof. Zudan mengakui ini. Selama memimpin Gorontalo gesekan-gesekan ini sangat terasa baginya.
Harus diakui ketokohan politik para Kepala Daerah dan elit politik lokal yang bisa tetap mempertahankan kondusivitas kehidupan politik di daerah ini.Â
Dengan pola paternalistik yang masih ada di daerah ini maka kelegowoan seorang pemimpin akan memberikan makna yang luarr biasa dalam pembangunan daerah.