Tuk-tuk, aktivitas penduduk disini bergantung pada sektor pariwisata. Kehadiran turis-turis baik domestik maupun asing mendongkrak perekonomian warga dengan membuka hotel, restoran, sewa motor, sepeda dan juga warung-warung kecil lainnya. Berada di Tuk-tuk sungguh damai. Tak ada kebisingan, tak ada polusi udara apalagi kemacetan. Jika berjalanan ke sisi utara kita bisa duduk-duduk di bukit berumput hijau seraya memandang luas dan eloknya Danau Toba.
[caption caption="Masakan spesial khas Samosir"]
Saya cukup beruntung karena ketika di Tuk-tuk bertemu dengan orang tua dari seorang kawan yang sama-sama berkuliah di Jogja. Restoran Elios namanya, sebuah restoran yang menyajikan masakan khas Samosir sangat recommended untuk dikunjungi. Saya beruntung, berbekal modal sok kenal dan mujurnya, dijamu makan gratis oleh pemilik dari Restoran Elios.Â
Â
[caption caption="Dari atas bukit di Tuk-tuk, kita bisa melihat panaroma nan indah"]
Jika masih memiliki cukup waktu dan tenaga, ada baiknya menyewa sepeda motor. Biasanya pihak homestay akan menyediakan motor seharga Rp 90.000,- per hari sudah termasuk bensin. Setelah meminta peta wisata, berangkatlah menuju kota Pangurururan yang merupakan pintu masuk Samosir via jalur darat. Perjalanan ke Pangururuan ditempuh dalam dua jam melewati Tomok dan Ambarita.
Sepanjang perjalanan mengitari danau, kita bisa melihat rumah-rumah khas Batak yang berjejer rapi. Jalan raya pun sudah diaspal dengan baik, hanya di beberapa bagian saja yang mengalami kerusakan. Setibanya di Pangurururan, terdapat sebuah Gereja Katolik Inkulturasi yang menarik perhatian karena arsitekturnya yang menggunakan style Batak. Siapapun bisa masuk ke pelataran Gereja, baik itu mau beribadah ataupun sekedar mengagumi dan foto-foto, dipersilahkan asalkan sopan.
[caption caption="Gereja Katolik yang dibangun dengan memadukan budaya lokal"]
Selepas dari Pangururuan, pacu kembali sepeda motor menuju Bukit Tele yang berjarak sekitar 30 kilometer. Perjalanan menjadi semakin menarik karena jalanan yang semula hanya mengitari danau kini mulai menanjak dan mengitari bukit. Danau Toba terlihat dari ketinggian dan sungguh elok.
Sebelum mencapai Menara Pandang Tele, kita bisa singgah di Air Terjun Efrata. Lokasinya berada di jalan utama Pangururuan – Medan dan tersedia papan penunjuk yang memadai. Dari jalan utama, menuruni kelokan-kelokan tajam, kemudian menanjak lagi melewati jalan berbatu. Pastikan motor dalam kondisi prima, karena jika mogok siap-siaplah mendorong motor melewati jalanan menanjak.
Air Terjun Efrata terlihat dari kejauhan. Mengalir deras dari kekarnya perbukitan, air terjun ini memiliki dua tingkatan. Namun, pengunjung hanya bisa melihat dari dekat di tingkat bawahnya saja. Tak banyak turis yang berkunjung kesini, sekalipun pada musim Lebaran. Ketika berada di sini saya hanya menjumpai beberapa turis domestik dari Medan yang selalu sibuk dengan tongsisnya.