[caption id="attachment_331175" align="aligncenter" width="538" caption="Mas Radji sedang meluncur dengan lori kesayangannya. (Dok.Pribadi)"][/caption]
Ketika mentari perlahan turun dan menyisakan nuansa sore yang syahdu, rel kereta api tua di Bedono, Jawa Tengah memunculkan pesonanya. Rel nyaris usang yang dibangun oleh Belanda ini kini berstatus hampir mati. Kereta api uap yang dulu menjajakinya setiap hari kini hanya melintas setiap kali ada rombongan wisatawan.
Jalur kereta api Ambarawa-Bedono ini tak terlalu menarik perhatian pengendara yang melintas. Dari jalan raya Semarang-Yogyakarta, setibanya di daerah Jambu siap-siaplah mencari penunjuk arah menuju Salatiga lewat Banyubiru. Sekitar 100 meter dari jalan utama, rel tua tersaji dengan posisinya yang menanjak.
[caption id="attachment_331176" align="aligncenter" width="538" caption="Mas Radji bersiap meluncur dengan membawa kayu bakar. (Dok. Pribadi)"]
Rel disini berbeda dengan rel kereta api modern yang sering kita jumpai. Di tengah-tengah rel terdapat besi bergerigi yang berfungsi membantu lokomotif untuk menanjak. Maklum, lokomotif uap zaman dahulu tidaklah sekuat lokomotif sekarang yang sudah bertenaga diesel. Kontur rel yang menanjak membuat lokomotif berpindah posisi ke belakang gerbong, dari menarik jadi mendorong.
Besi bergeirigi di tengah rel tersebutlah yang digunakan oleh Radji (31), seorang warga Jambu yang tinggal sekitar 700 meter dari tempat ia mencari kayu. Lelaki yang pernah bekerja sebagai karyawan di Cicalengka, Jawa Barat ini mengaku lebih bahagia untuk tinggal di kampung halamannya sendiri, bertani dan bercengkrama dengan keluarganya. Waktu sore, sekitar jam tiga hingga lima selalu ia habiskan untuk mengumpulkan kayu-kayu bakar.
Radji pun membuat sebuah lori sederhana yang hanya terbuat dari papan yang dilengkapi roda besi. Tak ada mesin karena lori ini hanya bisa melaju di rel yang menurun. Rem lori ini diposisikan di bagian depan dan ditekan menggunakan kaki. Posisi badan ketika mengendarai lori ini mirip seperti mengendarai motor namun tanpa kemudi.
[caption id="attachment_331177" align="aligncenter" width="432" caption="Meluncur diatas Lori (Dok.Pribadi)"]
Mas Radji, begitu saya memanggilnya. Ia mengizinkan saya untuk mencoba meluncur dengan lori buatannya itu. Dibekali sedikit penjelasan mengenai teknik pengereman, maka saya beranikan untuk meluncur. Perlahan lori mulai bergerak cepat. Angin sore yang sejuk, hijaunya sekeliling ditambah suara jes...jes.. dari lori kayu menjadikan sore itu begitu asyik.
Setelah puas naik lori sampai ujung, lori harus didorong kembali ke tempat semula. Kisah perjalanan sore itu ditutup dengan cengkrama singkat dengan Radji yang mempersilahkan saya sejenak untuk mampir ke rumahnya.
Perjalanan yang asyik tidak melulu soal uang.
Perjalanan yang asyik membawa kita bertemu dengan orang-orang baru. Bermodalkan senyum dan ketulusan, niscaya, nikmatnya perjalanan sanggup menghapus keluh kesah dan meningkatkan rasa syukur :)
[caption id="attachment_331178" align="aligncenter" width="576" caption="Mas Radji bergegas pulang (DOk. Pri)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H