Mohon tunggu...
Sunset Iwieng
Sunset Iwieng Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pedagang Keliling yang menggemari olah raga terutama sepakbola, membaca dan peminat kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Blusukan Mantra Sakti Politik Indonesia

7 Januari 2013   21:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:24 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Prok.. Prok.. Tolong dibantu ya" sepenggal kutipan itu tentu akrab di telinga pemirsa televisi. Setiap pesulap sekaligus komedian Sutarno alias Pak Tarno muncul di televisi menyajikan ketrampilannya bermain sulap. Contoh yang biasa disajikan adakah merubah topi hitam yang kosong tiba-tiba berisi kelinci atau burung merpati. "Prok.. Prok.. Tolong dibantu ya" adalah mantra. Mantra yang mirip sama dengan kata “simsalabim adakadabra” buat para pesulap pada umumnya. Mantra adalah suara, suku kata, kata, atau kalimat yang dianggap mampu menciptakan transformasi (perubahan rupa, bentuk, sifat atau fungsi).

Dunia perpolitikan ternyata juga tak pernah lepas dari permainan jargon (kata-kata) yang sering diulang-ulang dan dianggap oleh kelompok pengucapnya sebagai kata yang bisa menciptakan transformasi. Blusukan tidak bisa dipungkiri merupakan salah satu bentuk dari efek Jokowi. Model blusukan ini ditengarai akan banyak ditiru dalam model pendekatan kepada masyarakat di ranah politik. Blusukan akan menjadi kata pertama untuk membuat orang tertarik memperhatikan aktivitasnya. Kegiatan blusukan ini akan mampu menepis citra politik terlalu tinggi dan formalitis mentransformasi dengan kembali ke rakyat.

Demokrasi di negara kita ini seakan berjalan di tempat karena pengaruh rusaknya para politikus dan perangkatnya. Dalam demokrasi, masyarakat kelas bawah sejahtera dan terjamin pekerjaan yang memadai. Kondisi yang terbalik yang saat ini, rakyat sengsara dan minimnya lapangan kerja yang tersedia. Sedangkan disisi lain kelompok elite politik dan penguasa semakin bermewah-mewah gelimang harta. Politik menjadi sarana ekonomi para politikus untuk menumpuk kekayaan. Kebijakan politik selalu berkaitan dengan motif ekonomi (wani piro) yang hasilnya kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat kecil dan timpang untuk lebih kepentingan dirinya sendiri ataupun kelompoknya. Pelayanan sosial, kesehatan dan pendidikan menjadi sangat eksklusif. Seharusnya rakyat bisa menikmati secara bebas dan ini menjadi tolok ukur utama dari negara ini.

Sikap elit para politisi yang kurang bersahaja juga akan membuat masyarakat tidak tertarik untuk berpolitik apolitis bahasa kerennya. Berpartisipasi dalam pemilu saja malas apalagi ikut terlibat dalam organisasi partai politik jauh dari keinginan. Politik transaksional alias "dagang sapi" tanpa garis ideologi yang jelas. Kiprah politikus hanya sebatas wujud dari slogan kosong belaka jauh dari janji apalagi realisasi. Masyarakat emoh berpolitik dan memilih untuk menjadi golongan putih, bukan karena tak peduli tetapi mungkin takut dianggap sebagai orang yang tidak punya rasa malu. Fakta yang memperlihatkan betapa parah para politikus dalam bersikap dan bertindak. Politikus suka korupsi dan takut dengan keterbukaan dan gerakan perubahan.

Politikus harus berubah tidak boleh konvensial lagi, mereka harus menenukan cara-cara baru yang membuat masyarakat untuk mulai melihat dan terarik bahwa politik tak selamanya penuh dengan kotoran dan kebusukan. Mendekati dan melayani masyarakat salah satunya adalah blusukan untuk kembali menyentuh rakyat, membumi atau bersahaja dimana sebenarnya menawarkan kebaikan, kesederhanaan, berideologi dan setia membela kepentingan rakyat. Blusukan akan menjadi kampanye baru, melakukan aksi sambil beriklan. Biaya politik yang tidak terlalu besar dibanding dengan cara lama mengundang dan mengumpulkan massa disuatu tempat untuk menemuinya seakan rakyat hanya menjadi obyek semata. Politikus yang butuh dukungan seharusnya mau datang, menyapa dan menemui langsung di "istana" para rakyatnya. Bertandang mendengarkan langsung keluh kesah dan harapan-harapan yang di inginkannya. Bagaimana bisa memberikan solusi dengan baik bila tidak melihat langsung. Solusi yang tepat bukan datang dari meja atau turun dari pesawat setelah melawat ke negara lain.

Blusukan dapat mentransformasi keinginan politikus, rasanya akan lebih mudah untuk mendapat dukungan dari masyarakat. Kedekatan emosional menjadi terjalin, rakyat akan antusias ikut pemilu. Rakyat memilih politikus untuk menjadi perwakilan aspirasi, bukan menjadi perwakilan badan saja yang tak pernah memikirkan apalagi memperhatikan masyarakat yang memilihnya. Politikus harus mempersiapkan diri dan memulai blusukan sebagai mantra sakti untuk mendapatkan dukungan. Namun blusukan akan menjadi ampuh dengan syarat para politikus harus selalu menggunakan hati nurani, penuh rasa kemanusiaan, kebenaran, keadilan dan keinginan membuat kebijakan kearah yang selalu menuju kearah kesejahteraan rakyat banyak. "Prok.. Prok.. Tolong blusukan ya" maka akan memujudkan mimpi para politikus untuk menjadi anggota dewan, bupati, gubernur atau presiden sekalipun, terserah silahkan pilih mana yang diinginkan.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun