[caption caption="Piano kuno(Dok. Yani)"]
[caption caption="Botol minuman anggur (Dok. Yani)"]
[caption caption="Koleksi buku-buku (Dok. Yani)"]
[caption caption="Mesin jahit yang digunakan oleh Nyonya Tjong A Fie (Dok. Yani)"]
[caption caption="Ranjang yang terbuat dari kayu jati (Dok. Yani)"]
[caption caption="Ruang Dansa di lantai dua (Dok. Yani)"]
[caption caption="Ruang makan lengkap dengan peralatannya (Dok. Yani)"]
[caption caption="Ruang butik (Dok. Yani)"]
Bangunan tua yang terdiri dari 40 ruangan ini memang sangat luas. Berdiri di atas tanah seluas 6000 meter persegi. Namun hanya sekitar sepertiga bagian saja yang dijadikan museum yaitu di sayap kiri dan ruang utama di lantai satu dan dua. Sedangkan sisanya masih dihuni oleh pihak keluarga. Kami dibawa memasuki ruang demi ruang mulai dari ruang tamu, ruang makan, ruang pertemuan, ruang tidur, ruang dansa dan masih banyak lagi.
Saking banyaknya ruangan yang dimasuki, saya hampir tidak bisa mengingat secara detil. Yang jelas semua barang dan perabot beserta pernak-perniknya masih terawat dengan baik dan tersusun rapi. Mulai dari meja, kursi, buku-buku, ranjang, lemari, baju bahkan sampai botol minuman anggur. Sebagian besar dinding di setiap ruangan terpajang foto-foto dokumentasi yang mengisahkan tentang Tjong A Fie, keluarga serta semua yang berkaitan dengan aktivitas semasa hidupnya.
Eitts...tapi kita tidak diperbolehkan untuk memotret fotonya satu per satu lho. Ada juga ruang persembahyangan di lantai satu dan dua, ini pun tidak boleh difoto, pamali kalau kata orang Sunda.