Benar saja, tak berapa lama mulai terdengar suara gemericik air sungai. Sebuah gua tampak berdiri kokoh di sampingnya. Kesannya memang sedikit menakutkan. Saya benar-benar tidak tahu bisa masuk ke sana lewat mana karena mulut guanya tidak jelas. Beruntungnya kami bertemu seorang pemandu yang secara tak sengaja sedang melewati sungai. Kamipun mendekatinya dan sempat berbincang-bincang sejenak. Dia menuturkan kalau Sanghyang Heuleut yang sebenarnya bukan yang sudah dikunjungi kebanyakan orang, tetapi masih jauh lagi. Pak Dudung, nama guide tersebut, menyebut tempat yang sudah kami kunjungi tadi dengan sebutan Patrol. Di sanapun msih terdapat curug tetapi tidak banyak orang yang ke sana karena medannya lebih sulit. Benar-benar tempat yang misterius ya.
[caption caption="Sanghyang Poek (Dok. Yani)"]
[caption caption="Sungai di depang Sanghyang Poek (Dok. Yani)"]
[caption caption="Pemandangan luar diambil dari mulut gua (Dok. Yani)"]
[caption caption="Foto bersama rombongan lain di depan Sanghyang Poek (Dok. Yani)"]
[caption caption="Foto bersama Pak Dudung (Dok. Yani)"]
Sanghyang Tikoro (Tikoro = kerongkongan) menjadi tempat tujuan terakhir di trip kami kali ini. Sayangnya karena sudah keburu sore, kami hanya sempat berfoto-foto di depan plangnya. Sedangkan Sanghyang Tikoro tepat berada di bawahnya. Untuk mengamati Sanghyang Tikoro dari dekat, kita harus melewati jalan turun di pelataran dekat Power House kemudian menuruni tangga. Itupun hanya mulut guanya yang bisa kita lihat. Sangat berbahaya jika turun sampai ke depan gua di saat alirannya sedang deras. Lalu terbawa masuk ke dalam gua yang entah sampai dimana ujungnya. Begitu misteriusnya, gua ini disebut sebagai penyebab jebolnya Danau Purba Bandung.
[caption caption="Foto di depan plang Sanghyan Tikoro (Dok. Yani)"]
[caption caption="Aliran Sungai Citarum yang terlihat dari jalan (Dok. Yani)"]
Setelah berkunjung ke sana dan membaca artikel-artikel dari internet, saya baru agak paham keberadaan tempat ini. Rupanya aliran sungai Citarum dari Bendungan Saguling mengalir membentuk dua cabang. Yang ke kiri menuju sungai terbuka yang bisa disaksikan dari jalan. Sedangkan ke arah kanan akan masuk ke Sanghyang Tikoro. Tetapi sungai ini yang sudah tercampur limbah dan menimbulkan bau belerang. Sedangkan Sungai Citarum yang asli dan masih jernih sudah dibendung di hulunya. Alirannya itulah yang kita susuri sepanjang Sanghyang Heuleut hingga Sanghyang Poek. Jadi sebenarnya ketiga tempat itu bisa terhubung dalam satu aliran sungai.
Bagaimanapun misteriusnya ketiga Sanghyang tersebut, tempat ini menarik untuk dikunjungi terutama bagi yang menyukai aktivitas treking. Selanjutnya berpotensi pula untuk dikembangkan menjadi objek wisata andalan di wilayah Bandung Barat.