Kalau sebelumnya saya pernah menuliskan tentang “Green Canyon” mini ala Sentul, maka kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan ke Green Canyon yang asli di Ciamis. Green Canyon hanya berjarak 45 km dari objek wisata Pangandaran. Karena keindahannya, tempat ini bagaikan magnet yang menyedot banyak wisatawan baik asing maupun lokal. Tak lengkap rasanya berlibur ke Pangandaran tanpa melihat jernihnya air yang mengalir di sela-sela bebatuan sungai di bawah guanya. Mengunjungi Green Canyon juga menjadi salah satu destinasi impian saya di daerah Jawa Barat.
Objek wisata yang begitu populer ini membuat pengunjung yang datang membludak terutama di hari libur. Untuk mengantisipasinya, waktu itu saya beserta empat teman lain datang sepagi mungkin sekitar jam 7 pagi. Meskipun loket karcis belum dibuka tapi sudah banyak wisatawan yang antri di depannya. Setengah jam kemudian loket dibuka, dan alhamdulillah kami mendapat nomor antrian 14, jadi tidak perlu terlalu lama menunggu.
[caption caption="Gerbang masuk Green Canyon (Dok. Yani)"][/caption]
[caption caption="Papan informasi di Green Canyon (Dok. Yani)"]
Nama Green Canyon sendiri awalnya dipopulerkan oleh turis Perancis yang datang ke tempat ini. Sedangkan orang lokal menamakannya sebagai Cukang Taneuh. Ada dua pilihan untuk menikmati Green Canyon. Yang pertama, menyusuri Sungai Panireman dengan perahu kayu atau ketinting dari arah hilir sampai ke Green Canyon. Sungai ini nantinya akan bermuara ke Pantai Batu Karas. Sedangkan yang kedua, bodyrafting dari hulu sungai Guha Bau ke Green Canyon, waktunya bisa lebih lama. Kami memilih yang pertama karena selain Green Canyon, ada beberapa objek wisata tujuan yang ingin didatangi sekaligus hari itu juga.
Sepanjang berperahu, kita disuguhi pemandangan sungai yang diapit pepohonan di kanan-kirinya, dengan airnya yang berwarna kehijauan. Rata-rata sungai di daerah Pangandaran memang warnanya seperti ini. Tak berapa lama setelah menyusuri sungai, kami lewat di bawah sebuah jembatan. Pinggiran sungai lama-kelamaan akan membentuk tebing dari batu-batuan yang semakin tinggi di kedua sisinya, lalu menyempit dan akhirnya atapnya menyatu mirip mulut gua. Tetesan air di dinding dan stalaktit gua bagai rintik hujan yang membasahi atap perahu. Sayangnya perahu melaju begitu cepat. Kami hanya bisa melongo menyaksikan keindahan alam yang tidak biasa kami lihat ini. Setelah memasuki gua, perlahan perahu mengurangi kecepatan dan berhenti karena kedalaman air makin dangkal dan banyak bebatuan. Di sana sudah banyak perahu lain yang parkir. Kami turun dari perahu tanpa alas kaki. Air sungai mengalir dengan derasnya di sela-sela bebatuan. Wow...indahnya ciptaan Tuhan. Eitts!! Tapi jangan coba-coba untuk nyampah sembarangan atau memegang stalaktitnya ya.
[caption caption="Berperahu di Sungai Panireman (Dok. Yani)"]
[caption caption="Berpapasan dengan perahu lain (Dok. Yani)"]
[caption caption="Lewat di bawah jembatan (Dok. Yani)"]
[caption caption="Sesaat sebelum tiba di Green canyon (Dok. Yani)"]
[caption caption="Green Canyon (Dok. Yani)"][/caption]
[caption caption="Seberkas cahaya di mulut gua (Dok. Yani)"]
Ternyata ini tho yang disebut Green Canyon, sebuah ngarai dengan aliran sungai yang warnanya hijau. Sedangkan penduduk sekitar menyebutnya ‘Cukang Taneuh’ (bahasa sunda) yang artinya jembatan dari tanah, karena bagian atas ngarainya saling bersambung membentuk jembatan. Kami hanya punya waktu sebentar untuk berfoto-foto di sana, padahal pengunjung terus berdatangan dan tidak pernah sepi. Mungkin karena sudah komersil dan antriannya panjang, terutama di hari libur, pengunjung hanya diberi waktu 45 menit (bahkan kurang) mulai dari naik perahu di dermaga sampai kembali ke tempat semula. Kalau melebihi jatah waktu, bakal kena denda. Menyebalkan ya :-(.
*****
Pangandaran memang memikat. Kondisi alamnya yang rata-rata berupa pegunungan dan bebatuan menyebabkan banyak sekali sungai plus gua yang terbentuk dengan airnya yang jernih kehijauan toska sampai kebiruan. Tempat-tempat itu berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata bodyrafting atau river tubing. Kalau di Green Canyon tadi kami tidak basah-basahan, maka sekarang kami akan main air di Gua Lanang, Desa Selasari. Walaupun masih satu kawasan, Gua Lanang ini memang tidak sepopuler Citumang ataupun Santirah. Bagi yang ingin suasana lebih tenang tentu di sini tempat yang tepat, karena pengunjungnya masih sedikit.
[caption caption="Selamat datang di Objek Wisata Gua Lanang (Dok. Yani)"]
[caption caption="Jalan menuju pos Gua Lanang (Dok. Yani)"]
Untuk mencapai Goa Lanang dari jalur utama Pangandaran-Cijulang, kita harus melalui jalan menembus pedesaan, kebun dan sawah. Keadaan jalan tidak terlalu bagus, sehingga perjalanan dengan mobil bisa menghabiskan waktu hampir 1 jam. Pemandangan di sekeliling begitu segar dan memanjakan mata, bebas polusi juga tentunya. Pos wisata Gua Lanang hanya berupa rumah kayu, terletak di pinggir sebuah sawah. Waktu kami datang, ada tiga orang perempuan yang juga akan berwisata seperti kami. Akhirnya rombongan kami bergabung bersama mereka. Sebelum terjun ke sungai, kami dilengkapi dengan pelampung (minus helmet) dan sebuah ban serta diberi sedikit pengarahan oleh guide. Garis start hanya berjarak sekitar 100 m dari pos. Bagi yang senang loncat-loncatan, bisa turun ke sungai dengan cara jumping setinggi sekitar 10 m dari pinggir jembatan. Kalau saya sih pilih turun ke pinggir sungai saja hehe, meskipun harus berjalan agak jauh menembut semak belukar.
Kali ini kami akan menyusuri sungai memakai ban (river tubing) yaitu dengan duduk di atas ban lalu kaki kita bersandar pada pundak teman kita di ban depannya, begitu seterusnya. Ban-ban ini akan membawa kami menyusuri sungai, tetapi harus ada yang mendorong dari belakang terutama saat aliran sungai tidak terlalu deras atau menabrak batu. Pokoknya asyik banget deh. Pemandangannya luar biasa asri. Kita juga bisa turun dari ban untuk bodyrafting. Wisata menyusuri sungai ini berdurasi sekitar 2-3 jam. Kedalaman sungai bervariasi. Saat tiba di bagian sungai yang sangat dangkal ya kita harus turun dari ban.
[caption caption="Awal start river tubing dilihat dari atas jembatan (Dok. Mety)"]
[caption caption="River tubing (Dok. Yani)"]
[caption caption="Menyusuri sungai (Dok. Mety)"]
[caption caption="Pemandangan yang asri (Dok. Mety)"]
[caption caption="Di antara tebing (Dok.Yani)"][/caption]
[caption caption="Di depan Gua Petir 1 (Dok. Mety)"]
[caption caption="Di depan Gua Petir 2 (Dok. Mety)"]
[caption caption="Floating di depan Gua Petir (Dok.Mety)"]
[caption caption="Setelah keluar dari Gua Petir (Dok.Mety)"][/caption]
[caption caption="Setelah keluar dari Gua Petir (Dok.Mety)"]
[caption caption="Setelah selesai menyusuri sungai (Dok. Mety)"]
Setelah keluar dari Gua Petir, kami berfoto-foto sejenak sambil beristirahat. Selanjutnya kembali menyusuri sungai, kali ini tidak memakai ban tapi body rafting. Haduh... rasanya badan pegal sekali, apalagi buat yang tidak biasa renang seperti saya. Tapi asli, airnya seger banget. Setelah puas bermain air, kami tracking menyusuri kebun, semak belukar dan terasering untuk sampai ke pos awal. Sebelum sampai ke garis finish, sebenarnya waktu itu bisa mampir lagi ke Gua Keraton. Goa inilah yang dimaksud dengan Goa Lanang, karena di dalamnya ada sebuah lingga berbentuk alat kelamin pria yang berukuran besar. (Foto bisa dilihat di sini). Namun karena keterbatasan waktu, rombongan kamipun langsung pulang ke pos awal.
[caption caption="Pemandangan sawah di sekitar pos (Dok.Yani)"]
Setelah membersihkan badan, kami menyantap makan siang yang sudah tersedia. Lauknya ikan asin plus sambel lalapan, ditambah lagi minum air kelapa muda. Menikmatinya sambil duduk di bawah saung, melihat hamparan sawah, ditemani angin sejuk sepoi-sepoi. Di kota besar mana bisa menjumpai suasana kayak begini.
Hmm...maknyuss rasanya!!
Bogor, 19 September 2015
Note : Maaf foto-foto di Gua Lanang banyak yang blur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H