Dulu, sewaktu jalur tol Cipularang belum dibuka, bus Bogor-Bandung pasti akan melewati jalur Puncak. Yang paling saya ingat ketika melewati daerah Padalarang adalah jalan berkelok-kelok, di sisi kanan-kiri jalan banyak dijual peyeum (tape) dan kerajinan dari kayu. Selain itu, tebing batu (karst) menyerupai puncak gunung menjadi pemandangan yang sangat mencolok di antara perbukitan kapur. Baru saya tahu belakangan setelah mulai banyak di-posting di media sosial, ternyata ada tempat wisata di daerah ini. Dan sesuai dengan judul tulisan ini, memang wisata yang ada tidak jauh-jauh dari batu dan taman batu, layaknya demam batu yang sedang melanda masyarakat Indonesia.
[caption caption="Menuju Goa Pawon (Dok. Yani)"][Menuju Goa Pawon (Dok. Yani)]
Goa Pawon dan Stone Garden terletak dalam satu kawasan di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang. Jadi kalau mengunjungi Goa Pawon, ya rugi kalau tidak ke Stone Garden juga. Bagi saya tempat ini termasuk wisata yang murah meriah, mudah dijangkau dan aksesnya sangat mudah, tidak terlalu jauh dari jalan raya Cianjur-Bandung. Ditambah lagi karcis masuk yang murah, masih di bawah sepuluh ribu rupiah.
Entah mengapa dinamakan Goa Pawon, mungkin ada kaitan dengan legenda mengenai tempat ini. Goa ini merupakan goa kering dengan banyak ruangan yang memiliki bentukan seperti pintu dan jendela. Mulut goa di bagian depan agak sempit sehingga kita harus merunduk saat memasukinya.
Ruangan depan agak gelap karena minim cahaya masuk, serta berbau kotoran kelelawar. Lantai goa tidak datar sehingga kita akan sering berjalan turun maupun naik. Selanjutnya, di ruangan yang lebih terbuka kita bisa melihat replika tulang manusia purba yang sedang meringkuk. Menurut penelitian arkeologi, manusia purba itu merupakan nenek moyangnya orang sunda. Dan goa ini letaknya di tepi Danau Bandung Purba.
Ruangan lainnya, letaknya agak ke bawah dan menurut saya ini memang bagian Goa Pawon yang paling luas, terang dan menarik. Pinggiran goa berlubang dan bentuknya unik sehingga mirip pintu dan jendela yang memungkinkan sinar matahari masuk dan menghasilkan pencahayaan alami. Serasa ada di studio alam deh. Waktu yang paling pas untuk ke Goa Pawon adalah di pagi hari. Dari sini kita bisa memandang hamparan sawah dan perbukitan. Banyak pula batu-batu yang bisa dijadikan sebagai tempat berpijak. Dinding goanya membentuk relief dan ada yang bisa dipanjat. Warnanya ada yang gold, silver maupun kecoklatan. Di pelatarannya ditumbuhi pepohonan membuat pemandangan nampak lebih eksotis. Saya dan dua orang teman saya, Vey dan Mbak Lila menghabiskan waktu agak lama di tempat ini untuk beristirahat dan berfoto-foto.
[caption caption="Replika tulang manusia purba (Dok. Yani)"]
[caption caption="Salah satu dinding Goa Pawon (Dok. Yani)"]
[caption caption="Salah satu bentukan mirip pintu Goa Pawon (Dok. Yani)"]
[caption caption="Berpose di salah satu dinding goa yang berwarna kecokelatan (Dok. Yani)"]
[caption caption="Pohon yang tumbuh di dalam goa (Dok. Yani)"]
[caption caption="Sisi goa yang lain, berwarna silver (Dok. Yani)"]
[caption caption="Studio alam ala Goa Pawon (Dok. Yani)"]
[caption caption="Ornamen di salah satu sisi luar Goa Pawon (Dok. Yani)"]
Lewat tengah hari, kami memutuskan untuk keluar Goa Pawon. Saat itu, tak disengaja kami bertemu serombongan orang, sepertinya para geolog dari ITB yang minta tolong untuk difotokan. Berbeda dengan kami yang ke Goa Pawon untuk berwisata, mereka sepertinya ke goa itu untuk tujuan praktik atau penelitian. Salah seorang dari mereka yang tampak paling senior berkata bahwa dia yang dulu yang menemukan tulang manusia purba di goa tersebut. Sekarang yang asli sudah dipindahkan di Balai Arkeologi Bandung. Wah, tak disangka bisa bertemu ahli geologi di sini. Kami pun sempat berfoto bersama.
[caption caption="Berfoto bersama para geolog (Dok. Yani)"]
*****
[caption caption="Jalan tembus menuju Stone garden (Dok. Yani)"]
Stone Garden atau Taman Batu terletak di sisi bukit bagian atas Goa pawon. Ada jalan setapak yang menghubungkan kedua tempat ini. Bisa ditempuh sekitar 20 menit. Jika ingin melewati jalan pintas ini lebih baik menanjak daripada menurun. Lebih baik ke Goa Pawon dulu, baru ke Stone Garden. Bukannya sebaliknya. Karena kondisi jalan berupa tanah yang lumayan curam dan agak licin, belum dibuatkan tangga yang memudahkan untuk dilewati. Jika membawa kendaraan sendiri dan malas mendaki bukit, lebih baik memutar kembali ke jalan raya dan masuk lewat gerbang depan Stone Garden.
Kami bertiga sengaja menunggu agak sore untuk mengunjungi Stone Garden, sembari istirahat makan siang dan sholat. Perjalanan ke Stone Garden, meskipun sebentar tetapi cukup melelahkan, ditambah matahari siang yang bersinar cukup terik. Beberapa kali kami harus berhenti untuk mengatus nafas. Tapi semua akan terbayar saat kita sampai di atas bukit.
[caption caption="Stone Garden Geopark (Dok. Yani)"]
[caption caption="Tebing karst yang terlihat dari Stone Garden (Dok. Yani)"]
Berada di Stone Garden seperti menonton film “The Lord of The Ring”, seperti berada di suatu negeri antah berantah. Pantaslah disebut taman batu karena yang ada atas hanyalah hamparan batu yang tertancap di atas tanah berumput. Dengan segala bentuk, pahatan dan variasinya yang unik, ada yang berongga ataupun padat. Stone Garden termasuk situs Geopark yang ada di wilayah Bandung. Kabarnya dulu tempat ini adalah lautan, terbukti dengan adanya batuan yang berongga seperti karang.
[caption caption="Stone Garden (1) (Dok. Yani)"]
[caption caption="Stone Garden (2) (Dok. Yani)"]
Waktu terbaik untuk ke sini adalah di pagi atau sore hari karena cuacanya tidak terlalu panas. Stone Garden dikelilingi pemandangan pegunungan dan sawah. Dari atas bukit, kita bisa melihat jalan menuju Goa Pawon dan tebing karst yang terlihat dari jalan raya. Di sisi barat, kita bisa menyaksikan sunset di atas bukit saat sore hari. Sayangnya sewaktu kami ke sana cuacanya mendung. Semakin sore asap hitam yang mengepul dari penambangan karst juga makin tebal, sehingga langit tampak semakin berawan. Jadi agak sulit mendapatkan sunset yang sempurna di sini.
[caption caption="Menanti sunset di Stone Garden (Dok. Yani)"]
Semakin sore, Stone Garden semakin ramai dimasuki pengunjung. Bahkan sampai menjelang ditutup pukul 17.30. Di tempat ini hanya tersedia beberapa saung untuk tempat berteduh dan istirahat. Kebanyakan wisatawan menghabiskan waktu untuk berfoto dan duduk di atas batu-batu. Rasanya memang perlu waktu lebih lama lagi untuk menikmati dan bisa berfoto di semua batu yang bentuknya beragam ini.
[caption caption="Melompat ala Stone garden (Dok. Yani)"]
[caption caption="Di salah satu sudut batu (Dok. Yani)"]
Sayangnya langit cepat berubah gelap. Tak terasa waktu sudah hampir maghrib. Itu pertanda kami harus mengakhiri jalan-jalan di hari itu dan segera pulang ke rumah. Pokoknya tempat ini recommended banget deh buat dikunjungi!
Bogor, 12 Juli 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H