[caption id="attachment_188447" align="aligncenter" width="600" caption="Nama-nama korban tsunami Aceh"][/caption] Bencana tsunami 26 Desember 2004 menyisakan trauma yang sulit untuk dilupakan bagi rakyat Aceh. Bagaimana tidak, ratusan ribu jiwa melayang dalam sekejap disapu ombak pantai yang menggulung. Tsunami di pantai barat Aceh meluluh-lantakkan hampir seluruh kota Banda Aceh dan Meulaboh. Tujuh tahun sudah setelah bencana berlalu, ketika saya berkesempatan berkunjung ke tanah rencong ini, tepatnya akhir November tahun lalu. Meski sudah kembali pulih, tapi sisa-sisa tsunami masih terasa. Mendengar cerita orang-orang yang menjadi saksi hidup tsunami membuat kita tidak sanggup berkata apa-apa. Jejak-jejak tsunami dapat kita lihat saat melewati beberapa tempat yang menjadi saksi bisu seperti kuburan massal korban tsunami Aceh, taman tsunami, mesjid-mesjid yang selamat dari bencana tsunami dan museum Tsunami.
[caption id="attachment_188448" align="aligncenter" width="534" caption="Museum tsunami tampak dari luar"]
[caption id="attachment_188449" align="aligncenter" width="350" caption="Helikopter milik polda yang terkena tsunami"]
[caption id="attachment_188450" align="aligncenter" width="350" caption="Lorong tsunami"]
[caption id="attachment_188451" align="aligncenter" width="467" caption="Nama korban tsunami yg berhasil diidentifikasi"]
Setelah itu kita kembali melewati lorong yang menanjak tetapi lebih terang dan tidak ada air yang memercik di dinding-dindingnya. Desain museum ini memang unik dan sarat akan arti serta makna kejadian tertentu. Banyak lorong-lorong tangganya yang dibuat unik. Untuk naik ke lantai selanjutnya akan melewati jembatan menanjak yang disebut jembatan perdamaian. Di bawahnya terdapat air dan membentuk seperti kolam, sedangkan bagian atasnya banyak terdapat bendera-bendera dari berbagai negara yang telah memberikan sumbangan saat terjadi bencana. Di situ tertulis kata ‘damai’ dalam berbagai bahasa.
[caption id="attachment_188453" align="aligncenter" width="350" caption="Lorong lagi menuju lantai di atasnya"]
[caption id="attachment_188456" align="aligncenter" width="467" caption="Di ruang audiovisual"]
Di ruangan lain, kita bisa melihat poster-poster tentang Aceh dan bencana tsunami yang dipajang dalam stand poster. Semua bisa menggambarkan Aceh sebelum maupun sesudah terjadinya tsunami. Beberapa poster ada yang saya potret secara close-up. Di situ ada foto jam milik Mesjid Baiturrahman dengan latar belakang bangunan yang porak-poranda. Jam ini berhenti di angka 8 lewat 17 menit, dimana menunjukkan waktu terjadinya tsunami. Di poster yang lain juga terdapat informasi wilayah yang menjadi pusat gempa di Aceh dan kawasan Samudera Hindia. Saat bencana terjadi, memang korban baik harta maupun jiwa terbanyak terdapat di Aceh.
[caption id="attachment_188465" align="aligncenter" width="467" caption="Foto-foto tsunami dalam stand poster"]
[caption id="attachment_188457" align="aligncenter" width="350" caption="Jam di Mesjid Baiturahman"]
Di ruangan lain terdapat miniatur bangunan yang selamat dari bencana tsunami seperti Mesjid Lampisang di Lampuuk serta kapal pembangkit listrik yang terdampar di Punge karena terbawa ombak laut sejauh 6-7 km. Tempat-tempat tersebut yang asli saat ini masih dapat dijumpai dan dijadikan sebagai situs tsunami.
[caption id="attachment_188462" align="aligncenter" width="467" caption="Miniatur PLTD Apung di Punge"]
Pengunjung di museum tsunami ini juga bisa mencoba simulasi terjadinya guncangan gempa bumi, tetapi sayangnya saya tidak bisa mencobanya karena pada saat berkunjung ke sana tempat itu sedang direnovasi.
[caption id="attachment_188464" align="aligncenter" width="467" caption="Ruang simulasi goncangan gempa"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H